Pilar 1 Tertunda, Sri Mulyani Khawatir Kepastian Pajak Melemah

Ilustrasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan pemaparan pada konferensi pers APBN Kita di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam forum G-20 Finance Minister and Central Governor Bank (FMCBG) Meeting di Afrika Selatan turut menyoroti pembahasan Pilar 1 yang tak kunjung mencapai kesepakatan.
Penyelesaian pembahasan Pilar 1 dinilai penting untuk menciptakan sistem perpajakan global yang adil dan pasti. Penundaan finalisasi Pilar 1 dikhawatirkan melemahkan kepastian perpajakan global.
"Penundaan dalam finalisasi Pilar 1 ditambah dengan maraknya pajak layanan digital unilateral, berisiko memecah belah sistem dan melemahkan kepastian perpajakan," bunyi keterangan tertulis Kementerian Keuangan, Sabtu (19/7/2025).
Dalam FMCBG Meeting, Sri Mulyani menyampaikan arsitektur perpajakan internasional yang adil, efektif, dan stabil bukan hanya soal pemerataan global melainkan prasyarat bagi ketahanan dan pembangunan berkelanjutan.
Sebagai negara berkembang, Indonesia berkomitmen mengadopsi Two-Pillar Solution untuk mendukung terciptanya keadilan dalam sistem perpajakan global. Saat ini, Indonesia telah mengadopsi peraturan yang selaras dengan pajak minimum global di bawah Pilar 2, serta dalam tahap akhir ratifikasi aturan subjek pajak (subject-to-tax rule /STTR) melalui negosiasi bilateral.
Melalui PMK 136/2024, pemerintah telah mengatur penerapan pajak minimum global dengan tarif efektif 15% berdasarkan income inclusion rule (IIR), domestic minimum top-up tax (DMTT), dan undertaxed payment rule (UTPR). IIR dan DMTT berlaku mulai 2025, sedangkan UTPR baru berlaku pada 2026.
Di sisi lain, Pilar 1 yang bertujuan meredistribusi hak pemajakan yang lebih adil bagi negara-negara pasar/negara sumber penghasilan, memang belum disepakati. Negara-negara anggota Inclusive Framework belum mencapai kesepakatan atas Amount A dan Amount B pada Pilar 1.
Kabar terbaru, Amerika Serikat menyatakan enggan menerapkan pajak minimum global karena telah memiliki rezim pajak minimum sendiri yang bernama global intangible low-taxed income (GILTI). Selain itu, AS juga telah menarik seluruh persetujuan yang dibuat oleh pemerintahan Biden atas pajak minimum global dan Pilar 1.
Dalam situasi tersebut, para delegasi G-20 mendiskusikan upaya untuk menyempurnakan implementasi Pilar 2 dan merespons tantangan digitalisasi ekonomi secara adil dan praktis. Para anggota menyambut baik laporan OECD dan Inclusive Framework tentang transparansi pajak, real estate cross-border, serta penguatan kapasitas domestic resource mobilisation.
Disamping itu, para anggota G-20 juga mendukung inisiatif untuk memperkuat Inclusive Framework dan proses penyusunan UN Framework Convention on International Tax Cooperation, dengan tetap menghindari tumpang tindih upaya global yang sudah ada. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.