Sering Dirujuk Pemerintah, Apa Itu C-Efficiency Ratio PPN?

A+
A-
2
A+
A-
2
Sering Dirujuk Pemerintah, Apa Itu C-Efficiency Ratio PPN?

DALAM rapat dengan DPR pada 28 Juni 2021, pemerintah mengajukan agenda reformasi di bidang pajak pertambahan nilai (PPN) melalui revisi UU KUP. Salah satu alasan yang dikemukakan ialah angka c-efficiency ratio yang belum optimal, yakni sebesar 0,6.

Lalu apa yang dimaksud dengan VAT c-efficiency ratio dan bagaimana interpretasinya? Apakah ada alternatif pengukuran lainnya?

C-Efficiency
PADA dasarnya, terdapat kebutuhan untuk mengevaluasi serta mengukur kinerja penerimaan PPN –maupun GST – di suatu negara. Simak pula ‘Apakah PPN dengan GST Berbeda?’.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Tujuan evaluasi dan pengukuran itu untuk meninjau optimal atau tidaknya kebijakan dan administrasi PPN terhadap penerimaan (Ebrill, et al., 2001). Pengukuran kuantitatif sangat berguna sebagai pertimbangan dalam mendesain reformasi pada bidang PPN.

Pengukuran kinerja penerimaan, khususnya PPN, bisa dilakukan melalui berbagai indikator. Mayoritas indikator tersebut menggunakan realisasi penerimaan PPN sebagai angka pembilang serta aktivitas ekonomi yang merefleksikan potensi PPN sebagai penyebut.

Pada awalnya, para akademisi dan pemangku kebijakan menggunakan suatu pengukuran sederhana, yaitu VAT ratio. Indikator ini dihitung secara sederhana, yaitu dengan rumus penerimaan PPN/PDB. Mayoritas buku-buku klasik mengenai PPN dan kebijakan pajak menggunakan VAT ratio sebagai indikator.

Baca Juga: Kegiatan Membangun Sendiri Dilakukan Bertahap, Begini Aturan PPN-nya

Namun, ada beberapa kelemahan dari indikator tersebut. Pertama, jika PDB digunakan sebagai penyebut. Pada dasarnya PDB merupakan akumulasi dari seluruh aktivitas ekonomi, tidak hanya konsumsi yang merupakan objek dari PPN. Oleh karena itu, perhitungannya berpotensi bias.

Kedua, perbandingan antarnegara akan sulit dilakukan karena tiap negara memiliki tarif PPN bervariasi. Sebagai contoh, perbandingan kinerja penerimaan PPN dua negara dengan PDB relatif sama tapi tarif PPN yang berbeda, akan memberikan hasil yang bias. Negara dengan tarif PPN lebih besar akan relatif memiliki kinerja penerimaan PPN yang lebih baik. Singkatnya, tidak apple to apple.

Oleh karena itu, terdapat alternatif pengukuran lainnya. Semisal, VAT efficiency ratio yang dihitung dengan rumus penerimaan PPN/(tarif PPN x PDB). Pengukuran ini dianggap lebih tepat daripada pengukuran VAT ratio karena telah menggunakan variabel tarif PPN (standard rate). Dengan demikian, angka penyebut dianggap telah mempertimbangkan basis pajak yang lebih riil.

Baca Juga: Pengesahan RUU PPN PMSE Jadi Prioritas Parlemen Filipina

Sebagai contoh, Indonesia memiliki PDB Rp15.432 triliun pada 2020. Dengan tarif 10%, potensi basis PPN diproyeksi senilai Rp1.543 triliun. Perhitungan potensi penerimaan PPN berbasis indikator ini juga beberapa kali dipergunakan dalam berbagai diskusi publik.

Pertanyaannya, apakah benar potensi penerimaan PPN adalah sebesar itu? Jawabannya belum tentu. Hal ini dikarenakan sama halnya seperti kritik pada VAT ratio, masih terdapat asumsi seluruh PDB seolah mencerminkan basis atau objek PPN. Itulah alasan munculnya VAT c-efficiency ratio.

Berbeda dengan efficiency ratio, c-efficiency ratio tidak menggunakan seluruh PDB sebagai komponen perhitungan. Akan tetapi, menggunakan komponen konsumsi dalam PDB saja. Rumus yang dipergunakan ialah penerimaan PPN/(tarif PPN x PDB dari sektor konsumsi). Dengan kata lain, indikator ini dirasa lebih tepat untuk menggambarkan potensi penerimaan PPN yang sebenarnya (Keen, 2013).

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Selain ketiga indikator di atas, setidaknya ada dua indikator lain. Pertama, VAT gross collection ratio. Dalam hal ini, yang diperhitungkan sebagai basis PPN adalah PDB yang berasal dari konsumsi rumah tangga secara spesifik.

Kedua, VAT gap. Indikator ini dihitung dengan cara mengukur selisih antara potensi dan realisasi penerimaan PPN. Adapun potensi penerimaan PPN berdasarkan pada estimasi dari data statistik ekonomi nasional yang lebih terperinci, seperti survei rumah tangga, tabel IO, dan sebagainya.

Kedua indikator ini dianggap lebih tepat tapi memiliki tantangan dalam pengukurannya. Tantangan tersebut diakibatkan oleh ketersediaan data dan kesulitannya dalam mengestimasi secara presisi. Apalagi, VAT gap juga sangat tergantung dari data penelitian serta model yang dipergunakan.

Baca Juga: Ada Fasilitas Kepabeanan Khusus untuk UMKM, Bisa Perluas Akses Pasar

Tidak mengherankan jika perbandingan kinerja PPN antarnegara sangat jarang menggunakan VAT gross collection ratio dan VAT gap. Studi komparasi justru condong kepada penggunaan c-efficiency ratio (Ueda, 2017). Simpulannya, hingga kini c-efficiency ratio dianggap sebagai indikator yang paling mencerminkan aspek keandalan (reliable) sekaligus feasible. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kelas pajak, PPN, kelas PPN, indikator pajak, c-efficiency ratio, GST

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lesu Terhadap Dolar AS dan Mayoritas Negara

Selasa, 25 Juni 2024 | 23:43 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Hotel Sediakan Jasa Biro Perjalanan Wisata, Kena Pajak PPN atau PBJT?

Selasa, 25 Juni 2024 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sajian Makanan di Lounge Bandara Kena PPN? Begini Aturannya

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya