Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Update 2024, Apa Itu BPHTB?

A+
A-
3
A+
A-
3
Update 2024, Apa Itu BPHTB?

TANAH dan/atau bangunan sangat dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar atas papan atau tempat tinggal. Selain itu, tanah dan/atau bangunan juga dapat digunakan sebagai lahan usaha yang memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan tanah dan/atau bangunan terus meningkat. Peningkatan ini menjadikan transaksi penyerahan tanah dan/atau bangunan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat.

Terkait dengan penyerahan tanah dan/atau bangunan, terdapat pajak yang harus ditanggung oleh pihak yang memperoleh tanah dan/atau bangunan tersebut. Pajak tersebut di antaranya adalah bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB).

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Pemerintah pun terus menyesuaikan ketentuan mengenai BPHTB. Dalam perkembangan terakhir, pemerintah memperbarui ketentuan BPHTB melalui Undang-Undang No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Undang-undang yang diterbitkan pada awal 2022 tersebut mencabut dan menggantikan Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) yang sebelumnya berlaku. Lantas, apa itu BPHTB?

Merujuk pada Pasal 1 angka 37 UU HKPD, BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan berarti perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan itu di antaranya adalah jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, dan pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan.

Selain itu, perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan juga bisa berasal dari penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, atau hadiah.

Adapun yang dimaksud dengan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan (Pasal 1 angka 39 UU HKPD).

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Secara lebih terperinci, hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan.

Namun demikian, tidak semua perolehan hal atas tanah dan/atau bangunan dikenakan BPHTB. Pemerintah sudah menetapkan 8 perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikecualikan dari BPHTB.

Pertama, untuk kantor pemerintah, pemerintahan daerah, penyelenggara negara dan lembaga negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah. Kedua, oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Ketiga, untuk badan atau perwakilan lembaga internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan lembaga tersebut yang diatur dengan peraturan menteri.

Keempat, untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Kelima, oleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.

Keenam, oleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Ketujuh, oleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah. Kedelapan, untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Pengecualian pengenaan BPHTB untuk MBR merupakan ketentuan baru yang belum diatur dalam UU PDRD. Berdasarkan pada Pasal 63 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) 35/2023, pengecualian objek BPHTB bagi MBR diberikan untuk kepemilikan rumah pertama dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh kepala daerah. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kamus pajak, kamus, pajak, pajak daerah, UU HKPD, PP 35/2023, BPHTB

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Minggu, 07 Juli 2024 | 17:00 WIB
KPP PRATAMA CURUP

Kegiatan Membangun Sendiri Dilakukan Bertahap, Begini Aturan PPN-nya

Minggu, 07 Juli 2024 | 15:30 WIB
UU KUP

Fungsi SPT bagi Wajib Pajak, PKP dan Pemotong Sesuai UU KUP

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:00 WIB
PAJAK PENGHASILAN

Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?