Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 24 Juli 2024 | 09:15 WIB
KURS PAJAK 24 JULI 2024 - 30 JULI 2024
Rabu, 17 Juli 2024 | 10:59 WIB
KURS PAJAK 17 JULI 2024 - 23 JULI 2024
Kamis, 11 Juli 2024 | 17:38 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK
Rabu, 10 Juli 2024 | 09:25 WIB
KURS PAJAK 10 JULI 2024 - 16 JULI 2024
Fokus
Reportase

1.218 WP Kena Pemeriksaan Bukper dan 455 WP Dilakukan Penyidikan

A+
A-
42
A+
A-
42
1.218 WP Kena Pemeriksaan Bukper dan 455 WP Dilakukan Penyidikan

Kinerja Penegakan Hukum 2023 DJP di Seluruh Indonesia. (sumber: Ditjen Pajak)

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) melakukan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) terhadap ribuan wajib pajak dan penyidikan terhadap ratusan wajib pajak pada 2023.

Dalam data Kinerja Penegakan Hukum 2023 DJP di Seluruh Indonesia yang dipublikasikan dalam laman resmi otoritas, jumlah wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan bukper pada tahun lalu tercatat sebanyak 1.218. Kemudian, 455 wajib pajak dilakukan penyidikan.

“89 berkas perkara dinyatakan lengkap oleh JPU (P-21) [jumlah turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya 98 berkas],” tulis DJP, dikutip pada Senin (1/4/2024).

Baca Juga: WP Grup Bakal Dipusatkan ke 1 KPP, DJP Siapkan Aturannya

Jumlah wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan bukper tersebut tercatat turun 2,09% dibandingkan jumlah pada 2022 sebanyak 1.244 wajib pajak. Namun, jumlah wajib pajak yang dilakukan penyidikan naik hingga 295,65% dari kinerja pada 2022 sebanyak 115 wajib pajak.

Sesuai dengan UU KUP, bukper adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang/telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Kemudian, pemeriksaan bukper adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

Baca Juga: Kurangi Penarikan Utang, Malaysia Maksimalkan Penerimaan Pajak

Adapun penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil (PNS) tertentu di lingkungan DJP yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penghentian Penyidikan

Pada tahun lalu, DJP mencatat ada 24 kasus yang dilakukan penghentian penyidikan sesuai dengan Pasal 44B UU KUP. Dari jumlah kasus tersebut, DJP mencatat total pembayaran pokok dan sanksi senilai Rp67,35 miliar.

Baca Juga: Siapa Saja WP Grup Pembayar Pajak Terbesar RI? DJP Ungkap 20 Daftarnya

Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan capaian pada 2022 sebanyak 16 kasus dengan total pembayaran pokok dan sanksi senilai Rp66 miliar. Seperti diketahui, dalam penegakan hukum pidana, wajib pajak diberikan kesempatan untuk menghindari sanksi pemidanaan (ultimum remedium).

Sesuai dengan penjelasan DJP dalam laman resminya, asas ultimum remedium bisa diterapkan pada tahap pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, setelah penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti ke penuntut umum, serta persidangan.

Pada tahap pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan—sebelum surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) disampaikan ke penuntut umum—, ultimum remedium diimplementasikan dalam bentuk pembayaran pokok pajak dan sanksi administratif Pasal 8 ayat (3a) UU KUP sebesar 100%.

Baca Juga: Awasi Kepatuhan Pajak, Pemkab Pasang Ratusan Alat Perekam Transaksi

Pada tahap penyidikan—setelah SPDP disampaikan ke penuntut umum—sampai dengan tahap persidangan, ultimum remedium diimplementasikan dalam bentuk pembayaran pokok pajak dan sanksi administratif Pasal 44B ayat (2) UU KUP sebesar 100% untuk kealpaan, 300% untuk kesengajaan, dan 400% untuk faktur pajak fiktif.

“Hak wajib pajak untuk memanfaatkan ultimum remedium ini disampaikan oleh penyidik pajak dan penuntut umum sejak tahap pemeriksaan bukti permulaan sampai dengan tahap persidangan,” imbuh DJP. (kaw)

Baca Juga: Sistem Pemungutan Pajak di Bawah Raja Airlangga

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : penegakan hukum, pemeriksaan bukper, bukper, penyidikan, Ditjen Pajak, DJP, pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 26 Juli 2024 | 14:50 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP: Begini Permohonan Pbk, Imbalan Bunga, dan Restitusi Pajak

Jum'at, 26 Juli 2024 | 14:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Daftar NPWP Orang Pribadi Tak Bisa Dikuasakan kepada Pihak Lain

Jum'at, 26 Juli 2024 | 14:07 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Lebih Baik Jangan Pakai Beberapa e-Faktur Sekaligus di Satu Laptop

Jum'at, 26 Juli 2024 | 13:00 WIB
PAJAK INTERNASIONAL

AS Tolak Pajak Kekayaan Global 20%, Dianggap Sulit Dikoordinasikan

berita pilihan

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:45 WIB
BEA CUKAI SUMATERA UTARA

Kejar-kejaran dengan Kapal, Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan Ban Bekas

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

WP Grup Bakal Dipusatkan ke 1 KPP, DJP Siapkan Aturannya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:00 WIB
MALAYSIA

Kurangi Penarikan Utang, Malaysia Maksimalkan Penerimaan Pajak

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:05 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Siapa Saja WP Grup Pembayar Pajak Terbesar RI? DJP Ungkap 20 Daftarnya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:00 WIB
KABUPATEN PANGANDARAN

Awasi Kepatuhan Pajak, Pemkab Pasang Ratusan Alat Perekam Transaksi

Sabtu, 27 Juli 2024 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Pemerintah Bakal Perluas Cakupan BPDPKS, Begini Alasannya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sistem Pemungutan Pajak di Bawah Raja Airlangga

Sabtu, 27 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

GIIAS 2024 Turut Manfaatkan Fasilitas Kepabeanan, Apa Saja?

Sabtu, 27 Juli 2024 | 10:00 WIB
PAJAK INTERNASIONAL

Soal Pajak Kekayaan Global 2 Persen, Sri Mulyani: G-20 Belum Sepakat

Sabtu, 27 Juli 2024 | 09:30 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Pembeli Tak Beri NIK, PKP Tak Bisa Asal Bikin Faktur Pajak Digunggung