Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Lapangan Kerja Jadi Kunci Bonus Demografi Bisa Tingkatkan Pajak

A+
A-
1
A+
A-
1
Lapangan Kerja Jadi Kunci Bonus Demografi Bisa Tingkatkan Pajak

PEMILU akan digelar 14 Februari 2024. Pemilu menjadi momentum untuk memilih pemimpin negara. Pimpinan tentu harus memahami kondisi dan peluang untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, yakni mewujudkan masyarakat yang adil makmur dan sejahtera.

Adapun salah satu instrumen pembangunan nasional yang penting adalah pajak karena menjadi penopang pendapatan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan selama 3 tahun terakhir, pajak menjadi sumber terbesar pendapatan negara dalam APBN dengan porsi lebih dari 70%.

Perkembangan penerimaan pajak itu tidak dapat dilepaskan dari kondisi masyarakat. Terlebih, Indonesia sedang memasuki periode puncak era bonus demografi yang diproyeksi berlangsung pada 2020 hingga 2030.

Bonus demografi ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif sebanyak dua kali lipat dibandingkan jumlah penduduk anak-anak dan usia lanjut. Dari 270,2 juta populasi penduduk Indonesia pada Sensus 2020, usia produktif yang berada pada rentang usia 15—64 tahun adalah 69,28 % atau sekitar 187,19 juta jiwa (BPS, 2022).

Bonus demografi membuat suplai tenaga kerja melimpah sehingga berpeluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional (Bloom & Sevilla, 2003). Situasi tersebut juga memberi peluang untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang menjadi sumber pendanaan pembangunan nasional.

Sumber daya manusia yang melimpah tersebut tidak hanya menjadi sumber tenaga kerja, tetapi juga pelaku usaha sekaligus konsumen potensial. Banyaknya jumlah penduduk produktif secara linier akan meningkatkan jumlah subjek pajak dan wajib pajak.

Mereka dapat menjadi kontributor dalam mengakselerasi pembangunan nasional, khususnya melalui optimalisasi penerimaan pajak negara. Setidaknya ada 2 jenis pajak yang dapat terdongkrak dengan produktifnya generasi era bonus demografi.

Pertama, pajak penghasilan (PPh). Makin banyak jumlah penduduk bekerja, makin bertambah pula jumlah wajib pajak sehingga ada potensi PPh. Kedua, pajak yang berkaitan dengan peningkatan konsumsi masyarakat sebagai dampak dari adanya tambahan penghasilan. Pajak itu antara lain pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan pajak daerah seperti pajak kendaraan bermotor (PKB).

Membaiknya tingkat ekonomi kelompok usia produktif akan berdampak besar terhadap pertumbuhan konsumsi yang mereka lakukan. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pula terhadap peningkatan pendapatan pajak negara dari aktivitas konsumsi tersebut.

Jaminan Ketersediaan Lapangan Kerja

UNTUK dapat merealisasikan dan mengoptimalkan berkah bonus demografi terhadap peningkatan penerimaan pajak, pemerintahan baru perlu memprioritaskan agenda perluasan lapangan kerja bagi angkatan kerja produktif tersebut.

Jaminan ketersediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha menjadi kunci suksesnya pertumbuhan pendapatan pajak. Sebaliknya, jika pemerintah sebagai policy maker gagal memastikan ketersediaan lapangan kerja, problem pengangguran muncul.

Dampaknya tidak hanya pada penerimaan pajak, tetapi hambatan pembangunan nasional menuju Indonesia Emas di tahun 2045. Data BPS menyebutkan pada Februari 2023, terdapat 7,99 juta jiwa usia produktif yang menganggur. Jumlah tersebut setara dengan 5,45% dari total populasi usia produktif.

Penyediaan lapangan kerja, baik formal maupun informal, harus terus ditingkatkan sehingga angka pengangguran usia produktif dapat ditekan. Dengan berkurangnya pengangguran, generasi produktif akan dapat berkontribusi lebih optimal dalam mendukung peningkatan penerimaan pajak negara.

Beberapa langkah strategis perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin ketersediaan lapangan kerja. Pertama, mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Iklim investasi yang baik akan menciptakan efek ikutan dari sisi kesempatan kerja. Regulasi yang ada harus mendukung pertumbuhan investasi.

Kedua, memperkuat pendidikan vokasi sehingga tercipta tenaga kerja dengan kecakapan yang dibutuhkan dunia industri. Ketiga, mendorong kewirausahaan pada kalangan generasi muda, khususnya kewirausahaan digital.

Potensi aktivitas ekonomi digital saat ini harus digarap serius oleh pemerintah. Terlebih, rata-rata para pelaku ekonomi digital adalah generasi muda. Dorongan untuk menciptakan digital enterpreneurship sangat penting dilakukan.

Pemerintah perlu menciptakan badan yang memiliki otoritas menata ekosistem ekonomi digital. Artinya, tidak seperti saat ini yang masih digabungkan dalam kewenangan Kemenparekraf sehingga harus berbagi fokus dengan sektor pariwisata.

Pemerintah bersama DPR perlu membuat undang-undang yang mengatur ekonomi digital. Adanya payung hukum akan memberi kepastian sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi digital dan menarik minat angkatan kerja muda untuk terjun pada industri digital.

Terjaminnya angkatan kerja dengan pilihan pekerjaan yang layak pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Oleh sebab itu, presiden dan wakil presiden terpilih harus meneguhkan komitmen dan kesadaran terhadap potensi bonus demografi. Untuk penerimaan pajak yang pada gilirannya menopang pembangunan nasional.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023, pajak, pemilu 2024, pajak dan politik, bonus demografi

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya