Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Mengenal Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

A+
A-
25
A+
A-
25
Mengenal Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

BERKEBALIKAN dengan kealpaan, kesengajaan memuat adanya keinginan, kehendak, atau kemauan. Dalam konteks hukum pidana, kesengajaan merupakan kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan undang-undang.

Secara yuridis formal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tidak ada pasal yang memberikan batasan atau pengertian dari kesengajaan. Namun, dalam KUHP Belanda Memory Van Toelichting, kesengajaan diartikan sebagai menghendaki dan mengetahui (willen en wetens).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesengajaan adalah perihal (perbuatan) sengaja. Kata sengaja diartikan menjadi 2. Pertama, dimaksudkan (direncanakan); memang diniatkan begitu; tidak secara kebetulan. Kedua, dibuat-buat; bersengaja.

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Seperti bahasan pada kelas seri pertama, ada 2 bentuk tindak pidana perpajakan berdasarkan pada niat (mens rea) pelaku, yaitu kealpaan dan kesengajaan. Setelah membahas kealpaan pada kelas seri sebelumnya, kali ini akan dibahas bentuk tindakan pidana perpajakan karena kesengajaan.

Ketentuan mengenai tindak pidana perpajakan berupa kesengajaan terdapat pada Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), UU Bea Meterai, dan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

Kelas pajak seri kali ini akan fokus pada UU KUP. Tindak pidana pajak berupa kesengajaan diatur dalam beberapa pasal, di antaranya Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41 ayat (2), Pasal 41A, Pasal 41B, dan Pasal 41C. Namun, sesi kali ini hanya difokuskan pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 39 UU KUP.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Subjek Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

TINDAK pidana perpajakan yang dimuat dalam Pasal 39 UU KUP mengacu kesengajaan yang dilakukan oleh ‘setiap orang’. Dalam Pasal 43 UU KUP dijabarkan lebih lanjut mengenai cakupan ‘setiap orang’, yakni termasuk wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak, atau pihak lain.

Berikut bunyi Pasal 43 ayat (1) UU KUP:

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Berikut bunyi Penjelasan Pasal 43 ayat (1) UU KUP:

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Yang dipidana karena melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tidak terbatas pada Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, kuasa Wajib Pajak, pegawai Wajib Pajak, Akuntan Publik, Konsultan Pajak, atau pihak lain, tetapi juga terhadap mereka yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Bentuk Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

TERDAPAT 9 bentuk tindak pidana perpajakan berupa kesengajaan yang diatur dalam Pasal 39 UU KUP. Sesuai dengan Penjelasan Pasal 39 ayat (1) UU KUP, perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara.

Dalam perbuatan atau tindakan tersebut termasuk pula setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan PKP.

Pertama, sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Sesuai dengan Pasal 2 UU KUP, setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif memiliki kewajiban melakukan pendaftaran NPWP dan pengukuhan PKP.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Syarat subjektif terpenuhi jika telah sesuai dengan kriteria subjek pajak dalam UU PPh. Sementara syarat objektif terpenuhi ketika subjek pajak telah memiliki penghasilan melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau diwajibkan melakuan pemotongan atau pemungutan pajak.

Kedua, sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP. Salah satu bentuknya adalah jika wajib pajak setelah dikukuhkan sebagai PKP menerbitkan faktur pajak yang tidak sah atau tidak berdasarkan transaksi sebenarnya untuk diperjualbelikan kepada pihak lain.

Ketiga, sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Jika wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, dengan sengaja melanggar ketentuan menyampaikan SPT yang diatur dalam Pasal 3 UU KUP akan dikategorikan melakukan tindak pidana pajak ini.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Keempat, sengaja menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. SPT yang benar dan lengkap harus sesuai dengan kriteria yang diatur dalam Pasal 3 UU KUP.

Berikut bunyi penggalan Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU KUP:

… yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:

  1. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

  2. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan; dan

  3. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

Kelima, sengaja menolak untuk dilakukan pemeriksaan. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29 UU KUP, dirjen pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Keenam, sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Ketentuan penyelenggaraan pembukuan dan pencatatan diatur dalam Pasal 28 UU KUP.

Ketujuh, sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain. Hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat (4) UU KUP.

Kedelapan, sengaja tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia. Jangka waktu penyimpanan buku, catatan, dan dokumen diatur dalam Pasal 28 ayat (11) UU KUP, yakni 10 tahun.

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Kesembilan, sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Dalam sistem pajak di Indonesia dikenal mekanisme withholding tax, yaitu skema pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Ketentuannya diatur dalam Pasal 20 UU PPh, seperti pemotongan PPh 21, PPh 23, PPh 26, dan pemungutan PPh 22.

Atas tindak pidana pajak bentuk kedua dan keempat juga diatur dalam konteks lain pada Pasal 39 ayat (3) UU KUP. Dikenakan pula atas percobaan melakukan kedua bentuk tindak pidana tersebut dalam rangka mengajukan permohonan restitusi, kompensasi pajak, dan pengkreditan pajak.

Berikut bunyi Penjelasan Pasal 39 ayat (3) UU KUP:

Baca Juga: Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi pajak dan/atau kompensasi pajak atau pengkreditan pajak yang tidak benar sangat merugikan negara. Oleh karena itu, percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri.

Hal yang perlu digarisbawahi adalah bentuk-bentuk perbuatan atau tindakan yang telah disebutkan dapat dikatakan tindak pidana perpajakan jika menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Sanksi Tindak Pidana Perpajakan Pasal 39 UU KUP

SANKSI yang dikenakan terhadap tindak pidana perpajakan berupa kesengajaan dalam Pasal 39 UU KUP ini diatur dalam 2 bentuk, yakni sanksi pidana denda dan sanksi pidana penjara. Atas 9 tindak pidana tersebut dikenakan sanksi yang sama, kecuali yang diatur dalam Pasal 39 ayat (3) UU KUP.

Sanksi pidana kurungan yang diatur tidak dapat digantikan dengan pidana denda. Begitu pun sebaliknya. Hal ini dikarenakan sanksi dalam pasal ini menggunakan kata ‘dan’ sehingga berlaku kumulatif.

Baca Juga: Target Pajak Diperkirakan Tidak Tercapai, Shortfall Rp66,9 Triliun


Pada kelas seri selanjutnya akan diulas mengenai detail lain ketentuan pidana perpajakan yang telah masuk dalam definisi sesuai dengan PMK 239/2014 s.t.d.d PMK 18/2021. Ikuti terus Kelas Tindak Pidana Perpajakan di sini. (Fauzara/kaw)

Baca Juga: Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Kelas Tindak Pidana Perpajakan, kelas pajak, pajak, tindak pidana perpajakan, pidana pajak, DDTCNews, DJP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya