Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pajak Minimum Global, Isu Penting Kontestasi Politik Indonesia 2024?

A+
A-
15
A+
A-
15
Pajak Minimum Global, Isu Penting Kontestasi Politik Indonesia 2024?

KONTESTASI politik Indonesia akan memasuki babak baru. Pemilihan anggota legislatif, presiden, dan kepala daerah bakal dilakukan serentak pada 2024.

Meskipun baru dilaksanakan pada tahun depan, gaung euforia pemilihan langsung sudah mulai menggema di seluruh nusantara. Berbagai gagasan ekonomi bermunculan sebagai program andalan para kandidat.

Bagaimana menjadikan Indonesia mandiri dalam pengisian pundi-pundi APBN? Bagaimana menyiapkan langkah strategis untuk menghimpun penerimaan pajak? Pertanyaan-pertanyaan itu bisa saja diangkat sebagai program andalan para calon kontestan pemilu. Jika dibedah secara lebih spesifik, program kerja yang disiapkan bisa mencakup strategi menghimpun penerimaan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan beberapa jenis pajak domestik lainnya.

Meskipun demikian, isu perpajakan sebenarnya tidak terbatas pada strategi mengumpulkan pajak pada lingkup domestik saja. Lebih luas lagi, isu perpajakan juga mencakup strategi Indonesia untuk memastikan penerimaan pajak yang seharusnya terutang di Indonesia tidak diakuisisi yurisdiksi lain.

Pajak minimum global sebesar 15% yang akan dikenakan kepada grup perusahaan multinasional telah disepakati oleh yuriadiksi-yurisdiksi anggota Inclusive Framework dari The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), termasuk Indonesia.

Kebijakan tersebut memang bersifat common approach, yang artinya suatu yurisdiksi tidak wajib untuk menerapkan pajak minimum global. Namun, jika suatu yurisdiksi memilih untuk menerapkannya maka harus dilakukan secara konsisten sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama.

Dalam hal yurisdiksi memilih untuk tidak menerapkannya maka yurisdiksi tersebut harus menerima ketentuan bahwa yurisdiksi lain akan menerapkan pajak minimum global sehingga akan memengaruhi penerimaan pajak dari grup perusahaan multinasional di yurisdiksi tersebut.

Lantas, mengapa isu ini penting bagi Indonesia?

Pertama, Indonesia saat ini tengah membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota baru. Karenanya, negara membutuhkan keterlibatan investasi asing. Terkait dengan hal tersebut, penerapaan pajak minimum global di Indonesia sebesar 15% akan membatasi berbagai skema insentif perpajakan yang ada sebagai magnet investasi di Indonesia.

Kedua, terdapat pro dan kontra di pemerintahan saat ini terkait dengan aspek kebijakan perpajakan. Indonesia merupakan satu dari 20 yurisdiksi yang menjadi Global Forum’s Steering Group OECD periode 2023-2025. Hal ini akan membatasi ruang gerak Indonesia sebagai suatu yurisdiksi untuk menunda atau tidak menerapkan pajak minimum gloal yang telah disepakati. Sementara dari sisi investasi, Indonesia masih membutuhkan dana pembangunan IKN dengan skema insentif sebagai magnetnya.

Ketiga, kebijakan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT) sebagai upaya pencegahan pengenaan pajak grup perusahaan multinasional di luar yurisdiksi tetap akan membatasi pemberian insentif perpajakan sebagai daya tarik investasi.

Keempat, isu penundaan penerapan pajak minimum global juga telah diangkat di KTT Asean tahun ini di Jakarta.

Kemudian, apa strategi yang bisa ditawarkan kepada para kontestan pemilu 2024 agar penerimaan pajak di Indonesia tidak tergerus akibat penerapan pajak minimum global?

Pertama, Indonesia tetap menerapkan pajak minimum global pada 2024 dengan kosekuensi pemberian skema insentif perpajakan menjadi terbatas. Strategi ini akan lebih mudah bagi Indonesia sebagai salah satu yurisdiksi yang secara formal telah menyepakati ketentuan pajak minimum global di tingkat Inclusive Framework OECD.

Tantangan selanjutnya, berkaitan dengan iklim investasi yang perlu dijaga agar modal pembangunan IKN bisa terpenuhi. Di sinilah strategi para kontestan akan diadu dalam menciptakan iklim investasi yang baik tanpa ketergantungan insentif perpajakan sebagai magnet.

Koordinasi antarkementerian atau lembaga sangat dibutuhkan, tidak hanya dari Kementerian Keuangan yang menaungi Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal sebagai insitusi yang menerima delegasi untuk membuat peraturan perpajakan di Indonesia.

Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Pasar Modal (BKPM) pun mendapat tugas besar dalam menciptakan iklim investasi Indonesia yang lebih kondusif. Saat ini ease of doing business Indonesia berada di peringkat ke-73, masih kalah dari Vietnam, Brunei Darussalam, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Peningkatan iklim investasi yang kondusif sangat diperlukan agar Indonesia memiliki taring kuat dalam menarik investasi asing tanpa perlu insentif pajak berlebih.

Kedua, dalam hal Indonesia memang masih membutuhkan skema insentif perpajakan sebagai magnet untuk menarik investasi untuk pembangunan IKN, strategi penundaan implementasi pajak minimum global merupakan langkah tepat. Namun, apakah bisa jika hanya dilakukan Indonesia secara individu?

Penundaan implementasi pajak minimum global hanya akan efektif dilakukan jika ada kesepakatan dari banyak negara, terutama negara berkembang seperti negara-negara di Asia dan Afrika yang masih membutuhkan insentif perpajakan dalam menarik investasi. Lobi-lobi internasional dan peningkatan kerja sama regional sangat dibutuhkan sebagai langkah bersama menunda penerapan kebijakan pajak minimum global.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023, pajak, pemilu 2024, pajak dan politik, artikel lomba, lomba menulis, pajak minimum global

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Abed

Jum'at, 06 Oktober 2023 | 22:06 WIB
mantappps
1

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya