Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Penguatan Pilar Reformasi Perpajakan Dorong Kepatuhan Sukarela

A+
A-
4896
A+
A-
4896
Penguatan Pilar Reformasi Perpajakan Dorong Kepatuhan Sukarela

REFORMASI perpajakan merupakan hal penting dalam mendorong budaya dan iklim perpajakan yang mendukung penerimaan negara. Di negara dengan rasio pajak yang relatif rendah dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asean, reformasi perpajakan selalu menjadi agenda penting pada setiap kontestasi politik Indonesia.

Dengan keterbatasan kapasitas fiskal APBN dalam memenuhi belanja negara dan batasan maksimum defisit yang diperkenankan oleh undang-undang (UU), penerimaan perpajakan memiliki peran vital dalam menggerakkan roda pemerintahan dan kehidupan bernegara.

Reformasi perpajakan di Indonesia telah dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang dan terus dilakukan secara berkelanjutan. Tonggak reformasi besar yang dilakukan dimulai pada 1983/1984, yang ditandai dengan diberlakukannya sistem self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.

Pada periode tersebut, terbit paket UU perpajakan meliputi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Meterai, menggantikan sistem dan peraturan warisan zaman kolonial.

Reformasi selanjutnya dilakukan dalam skala yang lebih kecil melalui pembenahan sistem administrasi perpajakan, penyempurnaan regulasi, penguatan institusi dan sumber daya manusia, serta ekstensifikasi basis pajak.

Terakhir, pada 2016, pemerintah mencanangkan reformasi perpajakan dengan agenda utama mencakup lima pilar yaitu organisasi, sumber daya manusia (SDM), teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, dan regulasi.

Pada 2019, Indonesia akan menggelar pesta demokrasi untuk memilih siapa yang akan memegang tongkat kepemimpinan lima tahun ke depan. Dengan pertumbuhan kelas menengah yang tinggi, beberapa ekonom memprediksi Indonesia akan menjadi negara dengan kapasitas ekonomi terbesar kelima pada 2045.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah perlu mengambil strategi dan kebijakan yang tepat dalam memaksimalkan fungsi APBN sebagai stimulus fiskal. Reformasi perpajakan perlu dilakukan dalam berbagai aspek, sesuai dengan lima pilar yang menjadi agenda utama.

Pilar Reformasi Perpajakan

Dari sisi regulasi, pemerintah perlu diatur agar pajak tidak menimbulkan distorsi dalam perekonomian. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menyumbang 60,34% produk domestik bruto (PDB) perlu diperhatikan agar potensi pajak tergali dengan optimal.

Pengaturan perpajakan bagi bisnis digital perlu diatur untuk memberikan kemudahan sekaligus meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Underground economy yang selama ini masih sulit tersentuh perlu mendapat perhatian otoritas pajak. Insentif fiskal perlu diberikan untuk mendorong investasi tanpa mengurangi penerimaan pajak secara agregat.

Dari sisi kelembagaan organisasi, peran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai otoritas perlu ditingkatkan dengan memberikewenangan yang lebih besar dalam penegakan hukum pajak dan peningkatan kepatuhan sukarela (voluntary compliance).

Contoh best practice kelembagaan otoritas pajak dapat dilihat di Finlandia. Di negara tersebut, masyarakat mengurus surat kelahiran, pernikahan, hingga kematian di kantor pajak. Hal ini menunjukkan betapa sentralnya peran otoritas pajak dalam kehidupan bermasyarakat di negara tersebut.

Untuk Indonesia, pemerintah dapat meningkatkan peran DJP, antara lain melalui prasyarat pemenuhan kewajiban perpajakan bagi masyarakat pemohon layanan atau akses fasilitas publik tertentu. Selain itu, kerja sama antarinstansi pemerintah perlu ditingkatkan dalam pertukaran data dan informasi.

Selanjutnya, dari aspek SDM, kapasitas fiskus dalam era disruptif harus ditingkatkan. Pemeriksa pajak dan account representativesebagai ujung tombak penerimaan pajak, perlu menguasai kompetensi terkait penggunaan teknologi informasi. Hal ini penting dalam melakukan pemeriksaan pajak, pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan, dan penggalian potensi.

Big data analysis sebagai salah satu sarana untuk mencapai hal tersebut perlu diimplementasikan agar potensi pajak tergali dengan optimal. Audit yang dilakukan tidak cukup dilakukan pascaterbitnya laporan keuangan. Continuous tax audit terhadap wajib pajak tertentu dengan skala transaksi dan potensi penerimaan yang besar dapat diadopsi. Pembangunan kultur yang membuat pegawai pajak nyaman dan jujur dalam bekerja merupakan syarat lain agar reformasi perpajakan terlaksana dengan optimal.

Selanjutnya, dalam pengembangan proses bisnis, pemerintah bisa menjalankannya melalui pemberian kemudahan bagi wajib pajak dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Pengembangan layanan perpajakan berbasis platform elektronik harus terus ditingkatkan.

Jika selama ini telah diimplementasikan e-Registration, e-SPT, e-Faktur, e-filing, e-billing, e-Bupot, dan lainnya, ke depan DJP dapat mengembangkan layanan lain seperti permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB), Surat Keterangan Fiskal (SKF), dan restitusi pajak secara elektronik. Penyederhanaan proses birokrasi dan kemudahan dalam menjalankan kewajiban perpajakan dapat mendorong wajib pajak patuh secara sukarela.

Infrastruktur teknologi informasi (information technology/IT) juga perlu dibangun agar selaras dengan revolusi industri 4.0. Dalammenyusun cetak biru pengembangan IT, DJP perlu berwawasan selangkah lebih maju daripada wajib pajak. Infrastruktur IT harus dikembangkan secara komprehensif dan memenuhi kebutuhan DJP secara end to end.

Tidak boleh dilewatkan, perkembangan ekonomi digital perlu mendapat perhatian khusus dari DJP. Pergeseran pola transaksi berbasis digital yang muncul dari pesatnya sektor tersebut harus diimbangi dengan kapasitas IT yang mumpuni. Pesatnya perkembangan e-commerce dan fintech memerlukan perhatian serius dan strategi pemajakan yang tepat.

Terkait dengan hal tersebut, penguatan basis data juga perlu mendapat perhatian besar. Penerapan single identity number, seperti yang telah diwacanakan selama ini, harus segera direalisasikan agar data perpajakan dapat dimanfaatkan dengan optimal. Dengan basis data yang tunggal dan terintegrasi, potensi pajak yang selama ini kabur diharapkan dapat digali dengan optimal.

Kepatuhan Sukarela

Bagaimanapun, reformasi perpajakan seyogyanya tidak hanya dilakukan pada institusi perpajakan, tetapi juga terhadap wajib pajak selaku kontributor utama penerimaan negara. Reformasi perpajakan harus diarahkan untuk membangun budaya patuh pajak secara sukarela.

Pada tahap tersebut, pemerintah dapat mengambil contoh negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Swedia, dan Finlandia. Negara-negara tersebut mengenakan pajak dengan tarif yang sangat tinggi, bahkan dapat lebih dari 50% pendapatan yang diterima.Namun, rakyat dari negara-negara itu secara sukarela membayar pajak. Hal ini dilandasi kesadaran masyarakat akan manfaat pajak bagi pembangunan bangsa dan peningkatan kesejahteraan.

Konsep kepatuhan sukarela perlu ditanamkan pada masyarakat Indonesia. Pajak yang selama ini dianggap sebagai momok yang menakutkan harus diubah agar masyarakat sadar dan rela membayar pajak. Salah satu caranya dengan peningkatan kualitas layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, jaminan hari tua, dan perlindungan sosial.

Masyarakat harus didorong untuk patuh bukan karena takut dikenakan denda, diperiksa, disidik, atau dikenakan hukuman pidana. Kepatuhan harus didasari oleh pola pikir bahwa membayar pajak sebuah kerelaan demi kepentingan bersama. Lebih lanjut, kurikulum di sekolah dan perguruan tinggi perlu dikembangkan untuk membentuk budaya sadar pajak.

Siapapun presiden terpilih dalam pemilu 2019, agenda reformasi pajak harus dilanjutkan dan dikembangkan. Hal tersebut harus jalan dengan penyempurnaan, tidak hanya pada aspek infrastruktur fisik, tetapi juga pada aspek perilaku dan budaya. Aspek ini penting demi keberlanjutan fiskal yang lebih baik dan berujung pada peningkatan kesejahteraan rakyat sesuai tujuan berbangsa dan bernegara.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : lomba menulis artikel pajak, politik pajak, PKN STAN. kepatuhan sukarela

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 11 Januari 2019 | 16:37 WIB
LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Antara 'Lanjutkan' Jokowi-Ma'ruf dan 'Gebrakan' Prabowo-Sandi

Jum'at, 11 Januari 2019 | 16:20 WIB
LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

4 Strategi Lanjutkan Reformasi Pajak di Tahun Politik

Jum'at, 11 Januari 2019 | 16:16 WIB
LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Pajak Milik Bersama & Kampanye Pilpres 2019

Jum'at, 11 Januari 2019 | 16:00 WIB
LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Menyoal Obral Pajak Petahana di Kampanye Pilpres 2019

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya