Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Selasa, 02 Juli 2024 | 15:00 WIB
PANDUAN PAJAK PEMULA
Senin, 01 Juli 2024 | 18:12 WIB
KAMUS PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Data & Alat
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

A+
A-
3
A+
A-
3
Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa koreksi positif peredaran usaha dan koreksi negatif atas harga pokok penjualan (HPP).

Otoritas pajak melakukan koreksi atas peredaran usaha wajib pajak. Otoritas berpendapat bahwa ada sebagian arus kas masuk yang tidak dapat dianggap sebagai utang. Hal itu dikarenakan dalam surat pengakuan utang yang dibuat oleh wajib pajak tidak terdapat nominal pinjaman yang jelas.

Selain itu, otoritas pajak juga melakukan koreksi negatif atas HPP. Dalam hal ini, otoritas pajak berpendapat bahwa jika sebagian arus kas keluar dianggap sebagai pelunasan utang tidaklah tepat. Atas arus kas keluar tersebut merupakan pembelian yang dilakukan Termohon PK.

Baca Juga: Belum Semua Layanan Pajak Mengakomodasi NIK, NPWP 16 Digit, dan NITKU

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan sebagian arus kas masuk tersebut berstatus pinjaman dan tidak seluruhnya merupakan penjualan. Selain itu, adanya arus kas keluar tidak seluruhnya merupakan pembelian, tetapi ada juga pengambilan prive, pelunasan utang, dan pengeluaran lainnya.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga: DJP Sebut Masih Ada 670.000 NIK yang Belum Padan dengan NPWP

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa sebagian koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak tepat.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT-34574/PP/M.IV/14/2011 tanggal 25 Oktober 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Februari 2012.

Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, adanya koreksi positif peredaran usaha senilai Rp3.344.225.670. Kedua, adanya koreksi negatif harga pokok penjualan senilai Rp889.757.801 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga: Koreksi DPP PPN atas Harga Jual Polyester dan Nylon Film

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini terdapat 2 pokok sengketa yang menyebabkan pajak terutang menjadi kurang bayar. Pertama, berkaitan dengan koreksi positif peredaran usaha.

Hasil pengujian arus kas telah memperhitungkan adanya aliran kas masuk yang bukan merupakan penjualan. Namun, Pemohon PK tidak setuju dengan penyesuaian yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mengklasifikasikan arus kas masuk sebagai penerimaan pinjaman, penerimaan lain-lain, dan setoran tunai dari kas.

Sebab, atas arus kas yang dianggap sebagai pinjaman tersebut tidak disertai alat bukti yang cukup. Selain itu, dalam surat pengakuan utang tidak disebutkan nominal pinjaman yang diajukan kepada kreditur. Dengan demikian, penyesuaian yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak tepat.

Baca Juga: Padankan NIK-NPWP di Kantor Pajak, WP Perlu Bawa KTP, KK, dan Ponsel

Kedua, terkait dengan koreksi negatif HPP, Pemohon PK dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sama-sama menggunakan pengujian arus kas terhadap rekening Termohon PK. Akan tetapi, menurut Pemohon PK, tindakan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menganggap sebagian arus kas keluar sebagai pelunasan utang tidaklah tepat.

Perlu dipahami bahwa atas arus kas keluar tersebut merupakan pembelian yang dilakukan Termohon PK. Berdasarkan pertimbangan di atas, koreksi positif peredaran usaha dan koreksi negatif HPP yang dilakukan Pemohon PK dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan koreksi peredaran usaha dan HPP yang tercantum dalam SKPKB yang diterbitkan oleh Pemohon PK. Terkait koreksi positif peredaran usaha, Termohon PK tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK bahwa seluruh aliran kas masuk tersebut adalah penjualan.

Baca Juga: Sesuai Jadwal, NIK Gantikan NPWP secara Penuh Mulai Senin Besok

Pada faktanya, atas aliran kas masuk ke rekening Termohon PK tidak semuanya merupakan penjualan. Sebagian aliran kas masuk tersebut merupakan pinjaman yang diberikan dari pihak ketiga. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat pengakuan utang yang sah secara hukum.

Terkait pokok sengketa kedua, Termohon PK telah menegaskan bahwa aliran kas keluar tidak seluruhnya merupakan pembelian. Sebab, sebagian arus kas keluar tersebut merupakan pembayaran utang, prive, dan pengeluaran lainnya yang dilakukan Termohon PK.

Selain itu, Termohon PK juga telah memperhitungkan nilai saldo persediaan awal dan akhir yang akan menentukan nilai HPP. Berdasarkan pertimbangan di atas, Termohon PK berkesimpulan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan dan harus dibatalkan.

Baca Juga: Begini Ketentuan NIK yang Dipakai Jadi NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. PUT-34574/PP/M.IV/14/2011 yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Setidaknya terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan permohonan PK atas koreksi positif peredaran usaha senilai Rp3.344.225.670 dan koreksi negatif harga pokok penjualan senilai Rp889.757.801 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, Termohon PK telah mengakui bahwa pengujian arus kas dan general ledger serta bukti-bukti lain yang dinyatakan sudah tepat dan benar oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Baca Juga: Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Oleh karena itu, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Baca Juga: Soal Pajak, Tim Prabowo-Gibran Dalami Rencana Tarif PPN 12%
(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, peredaran usaha, harga pokok penjualan, hpp

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 31 Mei 2024 | 10:27 WIB
ANALISIS PAJAK

Menimbang Akseptabilitas Publik dalam Implementasi Pajak Karbon

Kamis, 30 Mei 2024 | 14:45 WIB
KEBIJAKAN PUBLIK

Integrasi NIK-NPWP, Laporan Pajak Bisa Jadi Acuan Penentu Bansos

Rabu, 29 Mei 2024 | 14:00 WIB
PENGADILAN PAJAK

Apa yang Jadi Dasar Pengambilan Putusan Sidang Pengadilan Pajak?

Selasa, 28 Mei 2024 | 19:03 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Bikin Daya Beli Turun, PPP Minta Pemerintah Tunda PPN 12 Persen

berita pilihan

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:41 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Terkait e-Bupot 21/26, DJP Kirim Email Blast ke Beberapa Wajib Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:30 WIB
PROVINSI BENGKULU

Godok Aturan Teknis, Pemprov Bakal Pungut Pajak Alat Berat Mulai 2025

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:00 WIB
APBN 2024

DPR Setujui Pemberian PMN kepada BUMN senilai Rp28,28 Triliun

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:47 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Evaluasi PDN, Jokowi: Back Up Semua Data Biar Tidak Terkaget-kaget

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:30 WIB
KABUPATEN BLORA

Pemkab Siapkan Hadiah untuk Pengusaha dan Konsumen yang Patuh Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Strategi Turunkan Harga Obat dan Alkes, Insentif Perpajakan Disiapkan

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Masih Lesu Terhadap Mayoritas Negara Mitra