Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 24 Juli 2024 | 09:15 WIB
KURS PAJAK 24 JULI 2024 - 30 JULI 2024
Rabu, 17 Juli 2024 | 10:59 WIB
KURS PAJAK 17 JULI 2024 - 23 JULI 2024
Kamis, 11 Juli 2024 | 17:38 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK
Rabu, 10 Juli 2024 | 09:25 WIB
KURS PAJAK 10 JULI 2024 - 16 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sengketa DPP PPh Pasal 26 atas Technical Assistance Fee

A+
A-
1
A+
A-
1
Sengketa DPP PPh Pasal 26 atas Technical Assistance Fee

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif peredaran usaha atas pembayaran jasa technical assistance kepada X Co yang berkedudukan di Jepang.

Otoritas pajak melakukan koreksi atas objek PPh Pasal 26 terkait dengan pembayaran jasa technical assistance fee dan freight expense. Otoritas pajak menilai atas penghasilan yang diterima X Co atas jasa technical assistance fee dan freight expense terutang PPh Pasal 26 di Indonesia.

Dalam hal ini, wajib pajak tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yang mendukung argumennya dan juga tidak dapat menyertakan surat keterangan domisili (SKD) dari X Co.

Baca Juga: 4 Perkara yang Bisa Digugat oleh Wajib Pajak, Begini Perinciannya

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan transaksi technical assistance fee dan freight expense merupakan transaksi jasa dan pembelian barang yang dilakukan dengan X Co. Lebih lanjut, wajib pajak membayar sejumlah dana atas jasa dan barang yang diterimanya dari X Co.

Dengan demikian, merujuk pada ketentuan Pasal 26 UU PPh dan Pasal 7 P3B Indonesia-Jepang, penghasilan yang diterima oleh X Co terutang pajak di Jepang. Menurut ketentuan tersebut, wajib pajak tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan SKD kepada otoritas pajak.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Baca Juga: E-Faktur Desktop 4.0 Sudah Bisa Dipakai Malam Ini, Lakukan Update!

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak sudah tepat.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT-33578/PP/M.VI/13/2011 tertanggal 16 September 2012, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 3 Februari 2012.

Baca Juga: Sengketa atas Banding yang Tidak Memenuhi Syarat Formal

Pokok sengketa dalam perkara ini yaitu adanya koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 senilai Rp8.667.152.793 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat 2 jenis koreksi yang dilakukan. Adapun kedua koreksi tersebut menyebabkan pajak yang kurang dibayar.

Pertama, koreksi terkait dengan pembayaran technical assistance fee. Dalam transaksi ini, Pemohon PK menerima jasa dari X Co yang berkedudukan di Jepang. Kemudian, Pemohon PK melakukan pembayaran jasa kepada X Co.

Baca Juga: MK Tolak Judicial Review Pasal 78 UU Pengadilan Pajak

Menurut Pemohon PK, atas penghasilan pembayaran jasa tersebut tidak terutang PPh Pasal 26 di Indonesia, tetapi di Jepang. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, tidak diserahkannya SKD kepada Termohon PK tidak serta merta menimbulkan kewajiban pemungutan PPh Pasal 26 di Indonesia.

Untuk mendukung argumennya, Pemohon PK telah menyerahkan bukti-bukti pendukung terkait transaksi tersebut. Selain itu, Pemohon PK telah menyertakan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) yang menunjukkan komponen pembayaran technical assistance fee.

Kedua, koreksi terkait freight expense. Dalam hal ini, Pemohon PK membeli barang dari X Co yang berkedudukan di Jepang. Atas pembelian barang tersebut, Pemohon PK wajib membayar freight expense kepada X Co.

Baca Juga: 10 UU Perpajakan yang Saat Ini Berlaku di Indonesia, Kamu Harus Tahu!

Menurut Pemohon PK, penghasilan yang diterima oleh X Co tidak dikenakan pajak di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU PPh dan Pasal 7 P3B Indonesia–Jepang. Dengan kata lain, penghasilan yang diterima X Co tersebut terutang di Jepang. Oleh karena adanya ketentuan tersebut, Pemohon PK berpendapat tidak perlu menyerahkan SKD kepada Termohon PK.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menyimpulkan koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak dapat dibenarkan sehingga harus ditolak.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan argumen Pemohon PK. Menurut termohon PK, pada saat uji bukti, Pemohon PK tidak menyerahkan bukti-bukti yang dapat mendukung pendapatnya secara lengkap, baik untuk koreksi technical fee dan freight expense.

Baca Juga: Sengketa PBB Akibat Perbedaan Penetapan NJOP Bumi Perkebunan

Termohon PK menilai penghasilan yang diterima oleh X Co berupa technical fee dan freight expense terutang PPh Pasal 26 di Indonesia. Sebab, Pemohon PK tidak dapat menunjukkan SKD dari X Co yang dimaksud. Berdasarkan pada uraian di atas, koreksi yang dilakukan Termohon PK sudah benar sehingga dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. PUT-33578/PP/M.VI/13/2011 yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Setidaknya terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan permohonan PK atas koreksi DPP PPh Pasal 26 atas technical fee dan juga freight expense tidak dapat dibenarkan. Sebab, dalil-dalil yang diajukan Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Kedua, Pemohon PK tidak dapat menyerahkan bukti berupa SKD dari X Co ketika persidangan berlangsung. Oleh karena itu, koreksi Termohon PK tetap dipertahankan karena sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Oleh sebab itu, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pada kedua pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK yang diajukan tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Baca Juga: Koreksi DPP PPN atas Harga Jual Polyester dan Nylon Film

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, PPh Pasal 26

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 24 Mei 2024 | 15:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Luar Negeri Dapat Hadiah Perlombaan, Begini Perlakuan Pajaknya

Kamis, 23 Mei 2024 | 08:00 WIB
LEMBAGA PERADILAN

Undang Praktisi dan Akademisi, LeIP Gelar FGD Soal Pengadilan Pajak

Selasa, 21 Mei 2024 | 15:32 WIB
SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK

Sekretaris Pengadilan Pajak: Automasi Itu Mempermudah

Selasa, 21 Mei 2024 | 09:33 WIB
PENGADILAN PAJAK

Pokja Penyatuan Atap Pengadilan Pajak di MA Mulai Bekerja Pekan Ini

berita pilihan

Sabtu, 27 Juli 2024 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

Ramai Soal Cukai Nih, Yuk Simak 4 Karakter Barang yang Bisa Kena Cukai

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:45 WIB
BEA CUKAI SUMATERA UTARA

Kejar-kejaran dengan Kapal, Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan Ban Bekas

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

WP Grup Bakal Dipusatkan ke 1 KPP, DJP Siapkan Aturannya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:00 WIB
MALAYSIA

Kurangi Penarikan Utang, Malaysia Maksimalkan Penerimaan Pajak

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:05 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Siapa Saja WP Grup Pembayar Pajak Terbesar RI? DJP Ungkap 20 Daftarnya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:00 WIB
KABUPATEN PANGANDARAN

Awasi Kepatuhan Pajak, Pemkab Pasang Ratusan Alat Perekam Transaksi

Sabtu, 27 Juli 2024 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Pemerintah Bakal Perluas Cakupan BPDPKS, Begini Alasannya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sistem Pemungutan Pajak di Bawah Raja Airlangga

Sabtu, 27 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

GIIAS 2024 Turut Manfaatkan Fasilitas Kepabeanan, Apa Saja?

Sabtu, 27 Juli 2024 | 10:00 WIB
PAJAK INTERNASIONAL

Soal Pajak Kekayaan Global 2 Persen, Sri Mulyani: G-20 Belum Sepakat