Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 24 Juli 2024 | 09:15 WIB
KURS PAJAK 24 JULI 2024 - 30 JULI 2024
Rabu, 17 Juli 2024 | 10:59 WIB
KURS PAJAK 17 JULI 2024 - 23 JULI 2024
Kamis, 11 Juli 2024 | 17:38 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK
Rabu, 10 Juli 2024 | 09:25 WIB
KURS PAJAK 10 JULI 2024 - 16 JULI 2024
Fokus
Reportase

Tren Kinerja VAT Gross Collection Ratio di Indonesia

A+
A-
2
A+
A-
2
Tren Kinerja VAT Gross Collection Ratio di Indonesia

PPN merupakan salah satu jenis pajak yang berkontribusi besar terhadap penerimaan, tak terkecuali di Indonesia. Pada 2022, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.716,8 triliun. Dari nilai tersebut, PPN berkontribusi Rp687,6 triliun atau sekitar 40%.

Di tengah tren penurunan tarif PPh badan yang berlaku di berbagai negara akibat kompetisi tarif, tak mengherankan bila banyak yurisdiksi yang makin mengandalkan PPN untuk memenuhi kebutuhan penerimaannya.

Salah satu indikator yang banyak digunakan untuk mengukur kinerja PPN pada suatu yurisdiksi ialah value added tax (VAT) gross collection ratio, yang dihitung dengan membagi realisasi penerimaan PPN dengan tarif PPN yang dikalikan konsumsi rumah tangga.

Baca Juga: Insentif PPnBM DTP untuk Pembelian Mobil Dikaji Kembali

Berdasarkan data penerimaan pajak yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan dan data produk domestik bruto (PDB) dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencetak VAT gross collection ratio sebesar 61,52% pada 2022.


Pada 2020 dan 2021, Indonesia mencatatkan VAT gross collection ratio masing-masing sebesar 51,61% dan 59,76%. Meski terdapat tren kenaikan, Indonesia sebenarnya pernah mencetak VAT gross collection ratio cukup tinggi pada 2018, yaitu 64,93%.

Baca Juga: Belum Ada Kegiatan Komersial, Pengusaha Boleh Ajukan Pengukuhan PKP

Tren positif tersebut juga sejalan dengan perubahan ketentuan PPN melalui UU No. 7/2021. Contoh, berlakunya aturan PPN besaran tertentu, dinaikkannya tarif PPN menjadi 11%, dan adanya kewajiban exchanger untuk memungut PPN atas transaksi aset kripto.

Melalui UU 7/2021 juga, barang dan jasa yang selama ini dikecualikan dari PPN berdasarkan Pasal 4A UU PPN kini ditetapkan sebagai barang kena pajak (BKP)/jasa jena pajak (JKP). Namun, BKP/JKP baru itu tetap mendapat fasilitas, berupa dibebaskan atau tidak dipungut PPN berdasarkan PP 49/2022.

Selain itu, PP 49/2022 juga memberikan ruang bagi menteri keuangan untuk mengevaluasi fasilitas PPN. Bila hasil evaluasi menunjukkan fasilitas pembebasan PPN atau PPN tidak dipungut sudah tidak layak diberikan maka fasilitas tersebut dapat dicabut.

Baca Juga: Penyusunan RAPBN 2025 Sudah Perhitungkan Tarif PPN 12 Persen

Selain VAT gross collection ratio, cara mengukur kinerja penerimaan PPN juga bisa dilakukan dengan indikator-indikator lainnya. Contoh, VAT ratio, yang dihitung dengan membagi realisasi penerimaan PPN dengan PDB.

Kemudian, VAT efficiency ratio, dihitung dengan realisasi penerimaan PPN dibagi tarif PPN dikalikan PDB. Lalu, C – efficiency ratio, yang dihitung dengan membagi realisasi penerimaan PPN dengan tarif PPN yang dikalikan total konsumsi.

Seluruh indikator itu, kecuali VAT ratio, bertendensi mengukur seberapa produktif atau efisien kinerja PPN berdasar basis pajak, yaitu PDB, konsumsi rumah tangga, dan total konsumsi.

Baca Juga: Lawan Transaksi Wajib Pajak Cabang, Begini Isi NPWP di e-Faktur 4.0

Asumsi utama yang digunakan dalam ketiga perhitungan itu terletak pada tidak adanya pengecualian, tarif yang berlaku sama (single rate), serta patuhnya pembayar pajak (IMF, 2010).

Dari ketiganya, VAT gross collection ratio dianggap lebih mendekati kenyataan ketimbang VAT efficiency ratio dan C – efficiency ratio, karena memakai basis konsumsi privat, swasta, dan rumah tangga (Vazquez & Bird, 2011). (rig)

Baca Juga: Masih Ada PPN Ditanggung Pemerintah 50%, Jangan Lupa Daftarkan BAST

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : narasi data, statistik pajak, penerimaan pajak, PPN, VAT gross collection ratio

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 17 Juli 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Sebut Bangun Peradaban Butuh Institusi Pajak yang Bersih

Rabu, 17 Juli 2024 | 09:21 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Sektor Hulu Migas Setor ke Negara Rp5.045 Triliun, Kedua Setelah Pajak

Selasa, 16 Juli 2024 | 12:00 WIB
FILIPINA

Susun APBN 2025, Filipina Pastikan Tak Ada Kenaikan Tarif Pajak

Senin, 15 Juli 2024 | 16:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Ditarget Tumbuh 14,5%, Ditopang PPh Nonmigas dan PPN

berita pilihan

Sabtu, 27 Juli 2024 | 10:00 WIB
PAJAK INTERNASIONAL

Soal Pajak Kekayaan Global 2 Persen, Sri Mulyani: G-20 Belum Sepakat

Sabtu, 27 Juli 2024 | 09:30 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Pembeli Tak Beri NIK, PKP Tak Bisa Asal Bikin Faktur Pajak Digunggung

Sabtu, 27 Juli 2024 | 08:30 WIB
KABUPATEN ACEH TENGGARA

ASN Hingga Kades Diminta Jadi Panutan Pajak, Tunggakan Segera Dibayar

Jum'at, 26 Juli 2024 | 21:11 WIB
HARI PAJAK 2024

Lagi, DDTCNews Terima Penghargaan dari Ditjen Pajak

Jum'at, 26 Juli 2024 | 21:00 WIB
DITJEN PAJAK

Peringati Hari Pajak, DJP Gelar Malam Apresiasi dan Penghargaan 2024

Jum'at, 26 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Serahkan BKP ke Orang Pribadi, Faktur Pajak Tak Boleh Diisi Nama Toko

Jum'at, 26 Juli 2024 | 18:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Perseroan Terbuka dan Publik?

Jum'at, 26 Juli 2024 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Klaim Pemerintah Belum Bahas Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor

Jum'at, 26 Juli 2024 | 17:30 WIB
KONSENSUS PAJAK GLOBAL

OECD: 40 Negara Sudah Siap Terapkan Pajak Minimum Global 15 Persen