Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Bersiap Resesi?

A+
A-
3
A+
A-
3
Bersiap Resesi?

Presiden Joko Widodo menyampaikan pengarahan saat pemberian bantuan modal kerja di halaman Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (24/7/2020). Presiden Jokowi menerbitkan  Inpres No. 6/2020 untuk memastikan pandemi Covid-19 segera mereda. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pool/wsj)
 

BADAN Pusat Statistik (BPS), Rabu (5/8/2020) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2020. Angkanya -5,32% (yoy). Ini kontraksi yang lebih dalam dari prediksi manapun, baik itu prediksi Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, maupun lembaga atau ekonom nonpemerintah.

Seluruh pengeluaran sepanjang kuartal II/2020 terkontraksi, mulai dari konsumsi rumah tangga yang terpelanting -5,51%, pembentukan modal tetap bruto -8,61%, ekspor -11,66%, impor -16,96%, konsumsi pemerintah -6,9%, dan konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga -7,76%.

Dengan demikian, secara kumulatif pertumbuhan ekonomi semester I/2020 mencapai -1,26% (yoy), karena pada kuartal I/2020 pertumbuhan ekonomi 2,97% (yoy). Secara teknikal, Indonesia belum memasuki periode resesi. Masih tergantung pada pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020.

Baca Juga: Terima LHP dari BPK, Jokowi Kembali Soroti Perizinan yang Masih Rumit

Merespons situasi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan menambah stimulus untuk menggenjot daya beli masyarakat. "Ini yang kami lakukan dan kami all out. Kami berharap dunia usaha dan stakeholders sama-sama memulihkan ekonomi,” tegasnya.

Fenomena seperti di Indonesia ini juga terjadi di berbagai negara. Singapura pada kuartal II/2020 sudah resmi memasuki resesi, karena perekonomiannya menyelam hingga -12,6% (yoy). Begitu pula Filipina, Korea Selatan, Hong Kong, Jerman, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

Pada saat bersamaan, total kasus infeksi Covid-19 di Indonesia hingga pukul 12.00 Rabu (5/8/2020) sudah mencapai 116.871 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 73.889 korban dinyatakan sembuh dan 5.452 korban atau 4,7% dinyatakan meninggal, sisanya menjalani perawatan.

Baca Juga: Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Pengumuman BPS itu muncul setelah akhir Juli lalu Presiden Joko Widodo merilis Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Perpres ini sekaligus membubarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Sebagai gantinya, muncul Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 di bawah Menko Perekonomian. Ketua pelaksananya Menteri BUMN. Komite ini membawahi Satgas Penanganan Covid-19 dan Komite Pemulihan Ekonomi. Pengurus komite ini didominasi orang-orang di bidang ekonomi.

Sepekan berikutnya, Presiden merilis Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Di inpres ini, Presiden meminta kepala daerah membuat sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.

Baca Juga: Jokowi Klaim IKN Bakal Dukung Sektor Pertanian Daerah Sekitarnya

Sanksi itu dapat dikenakan kepada individu, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum. Sanksi dapat berupa teguran lisan atau teguran tertulis; kerja sosial; denda administratif; atau penghentian/penutupan sementara penyelenggaraan usaha.

Presiden melalui inpres tersebut juga menginstruksikan para menteri dan kepala lembaga, gubernur, serta bupati/wali kota mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat pencegahan dan pengendalian pandemi Covid-19.

Sinyal yang kita tangkap dari Perpres 82/2020 adalah Presiden hendak menempatkan upaya memperbaiki ekonomi di atas upaya memperbaiki kesehatan. Namun, melalui Inpres No. 6/2020 Presiden ingin memastikan agar pandemi Covid-19 dapat segera mereda.

Baca Juga: Asumsi Makro APBN 2025 Disepakati, Ekonomi Diproyeksi Tumbuh 5,1-5,5%

Tentu, sulit membuat prioritas dalam situasi seperti ini. Namun, memerintah pada dasarnya adalah membuat prioritas. Tinggal bagaimana memitigasi risikonya. Apakah lebih banyak mengerem (kesehatan), atau menginjak gas (ekonomi), keduanya punya risiko yang saling berkaitan.

Kasus di Kota Bekasi, yang wali kotanya nekat melawan perintah Provinsi Jawa Barat dan tetap membuka tempat hiburan dengan alasan penerimaan pajak hiburan, adalah potret bagaimana ekonomi lebih dikedepankan daripada kesehatan, meski aspek kesehatan tidak otomatis diabaikan.

Namun, yang kita tahu, cara terbaik menyeimbangkan kesehatan dan ekonomi adalah mengendalikan pandemi. Karena itu, aspek kesehatan harus tetap diutamakan. Ia tidak boleh disingkirkan atas nama kepentingan ekonomi. Dalam jangka panjang, pendekatan ini jauh lebih sehat untuk ekonomi.

Baca Juga: Integrasi NIK-NPWP Berlaku 2 Hari Lagi, Pihak Lain Diberi Kelonggaran

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resesi, pertumbuhan ekonomi, tajuk, presiden jokowi

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Aisyah Jasmine Yogaswara

Kamis, 13 Agustus 2020 | 08:19 WIB
Dengan adanya pandemi yang melanda bukan hanya indonesia, namun juga dunia, tentu di banyak negara resesi bukan hal yang jarang ditemui. Namun, meskipun melihat adanya potensi resesi di Indonesia, saya pribadi merasa bukan hal yang bijaksana berusaha meningkatkan penerimaan pajak terutama melalui bi ... Baca lebih lanjut

Cikal Restu Syiffawidiyana

Kamis, 06 Agustus 2020 | 19:18 WIB
Resesi adalah bagian terburuk yang sangat mungkin terjadi di masa pandemic seperti saat ini. Tidak hanya Indonesia, negara lainpun mengalami hal yang sama. Di Indonesia, sektor pariwisata menjadi sumbangan pemasukan yang besar bagi negara. Tapi karena pandemic saat ini, kunjungan wisatawan mancanega ... Baca lebih lanjut
1

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 16 Mei 2024 | 09:30 WIB
PERTUMBUHAN EKONOMI

Waspadai Dinamika Ekonomi Global terhadap Perdagangan RI, Ini Kata BKF

Sabtu, 11 Mei 2024 | 09:00 WIB
PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL

Begini Analisis BKF Soal Pertumbuhan Ekonomi hingga Akhir Tahun

Jum'at, 10 Mei 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Minta IMF Beri Asistensi untuk Kejar Peningkatan Tax Ratio

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya