Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Ketentuan Penyusutan dan Amortisasi Diubah, DJP: Keleluasaan untuk WP

A+
A-
95
A+
A-
95
Ketentuan Penyusutan dan Amortisasi Diubah, DJP: Keleluasaan untuk WP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memuat perubahan ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi yang ada dalam UU Pajak Penghasilan (PPh).

Ditjen Pajak (DJP) menyatakan dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh s.t.d.t.d UU HPP ditambahkan ketentuan mengenai penyusutan atau amortisasi bangunan dan aset tidak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun.

“Ini dilakukan untuk memberikan keleluasaan kepada wajib pajak melakukan penyusutan atau amortisasi bangunan dan aset tidak berwujud di atas 20 tahun,” tulis DJP dalam laman resminya, dikutip pada Kamis (9/12/2021).

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1), penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Harta berwujud itu kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai. Selain itu, harta berwujud itu dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Sesuai dengan Pasal 11 ayat (2), penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat. Penghitungan dilakukan dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. Pada akhir masa manfaat, nilai sisa buku disusutkan sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Dalam Pasal 11 ayat (6a) disebutkan apabila bangunan permanen mempunyai masa manfaat melebih 20 tahun, penyusutan dilakukan dalam bagian yang sama besar, sesuai dengan masa manfaat pada ayat (6) atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.

Adapun masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud yang ditetapkan dalam Pasal 11 ayat (6) sebagai berikut:


Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Selanjutnya, berdasarkan pada Pasal 11a ayat (1), amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat.

Penghitungan dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku. Kemudian, pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya itu termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill). Harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya itu dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Dalam Pasal 11a ayat (2a) disebutkan apabila harta tak berwujud mempunyai masa manfaat melebihi 20 tahun, amortisasi dilakukan sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk harta tak berwujud kelompok 4 atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.

Adapun masa manfaat dan tarif amortisasi yang ditetapkan dalam Pasal 11a ayat (2) sebagai berikut:


Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : UU HPP, pajak, DItjen Pajak, DJP, penyusutan, amortisasi, UU PPh

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya