Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 24 Juli 2024 | 09:15 WIB
KURS PAJAK 24 JULI 2024 - 30 JULI 2024
Rabu, 17 Juli 2024 | 10:59 WIB
KURS PAJAK 17 JULI 2024 - 23 JULI 2024
Kamis, 11 Juli 2024 | 17:38 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK
Rabu, 10 Juli 2024 | 09:25 WIB
KURS PAJAK 10 JULI 2024 - 16 JULI 2024
Fokus
Reportase

'Mengapa Pembayar Pajak Harus Menerima Perlakuan Berbeda?'

A+
A-
7
A+
A-
7
'Mengapa Pembayar Pajak Harus Menerima Perlakuan Berbeda?'

H.O.S. Tjokroaminoto.

PEMANDANGAN di hadapan Tjokroaminoto terlampau asing bagi akal pikirnya. Hiruk pikuk di halaman kantor bendahara umum Karesidenan Madiun, pagi itu, tak pelak mengusik emosi.

Di halaman balai besar milik gubernemen, terlihat pribumi-pribumi berpeluh, duduk menadah sengatan matahari yang tergelincir meninggalkan timur. Tubuh ceking seorang bebau, pengurus desa, berbayang jatuh di sebelah kakinya yang terlipat menyila. Mereka pasrah menunggu giliran untuk menyerahkan pajak yang terkumpul dari para petani.

Muka Tjokroaminoto jelas tampak kesal. Orang-orang itu, bebau itu, diperlakukan tak adil oleh kompeni. Kaki mereka dibiarkan kesemutan berlama-lama tertekuk menempel tanah, sementara orang-orang Eropa diberi bangku. Padahal, mau pribumi atau Eropa, tujuannya sama-sama membayar pajak.

Baca Juga: Sistem Pemungutan Pajak di Bawah Raja Airlangga

"Mengapa si Kromo [seorang pembayar pajak] harus menerima perlakuan yang berbeda, dan harus merasa sakit dan tidak ditawari untuk duduk di bangku?" ungkap H.O.S Tjokroaminoto lewat tulisannya dalam surat kabar Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch Indie tertanggal 18 Januari 1916.

Perkara bangku itu saja cukup membuat seorang Tjokroaminoto meluapkan protesnya lewat koran-koran berbahasa Melayu dan Belanda. Pemimpin Centraal Sarekat Islam (CSI) itu tak terima pembayar pajak pribumi diperlakukan berbeda dengan Eropa.

Lewat Sarekat Islam (SI), Tjokroaminoto menuntut pemerintah kolonial memberikan pelayanan yang sama kepada bebau-bebau yang menyetorkan pajaknya. Toh tarif pajak yang berlaku saat itu juga sudah dianggap mencekik rakyat. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sudah dipaksa bayar pajak, hidup tetap saja sengsara.

Baca Juga: Pemungutan Pajak pada Era Kerajaan Sriwijaya

Tuntutan kesetaraan layanan kepada wajib pajak di awal abad ke-20 itu hanya satu dari rentetan desakan yang dilancarkan oleh Tjokroaminoto lewat Sarekat Islam. Hingga akhirnya, apa yang dikhawatirkan Belanda benar-benar terjadi: SI menjelma menjadi gerakan politik.

Melalui isu-isu kaum pinggiran, serta didukung basis keagamaan yang kuat, Sarekat Islam segera menjadi organisasi massa pribumi terbesar di Hindia Belanda.

Tjokroaminoto juga berhasil menarik minat kaum terpelajar untuk berguru kepadanya. Sebut saja Semaoen, Koesno (Soekarno), Alimin, Darsono, Moesso, dan Kartosoewiryo. Besarnya pengaruh Tjokroaminoto di Jawa membuat Belanda menjulukinya sebagai Raja Jawa Tanpa Mahkota.

Baca Juga: Sistem Tanam Paksa: Jurus Kolonial Belanda Mengejar ‘Surplus APBN’

Tjokroaminoto mengisi kembali kursi Ratu Adil yang sempat kosong selama 90 tahun lamanya, sejak terakhir kali diduduki oleh Pangeran Diponegoro.

Protes Tjokroaminoto kepada pemerintah kolonial agar pembayar pajak pribumi diberlakukan setara dengan warga Belanda tampaknya masih relevan dengan kondisi saat ini. Perlakuan dan pelayanan oleh fiskus jelas tidak boleh dibedakan berdasarkan kelas ekonomi wajib pajak.

Tantangan-tantangan mengenai kesetaraan pelayanan dijawab pemerintah melalui digitalisasi proses bisnis dan administrasi pajak di Indonesia. Sebagai bagian dari reformasi pajak, era otomatisasi ini tertuang dalam agenda pembaruan sistem inti administrasi pajak (PSIAP) atau yang lebih dikenal dengan coretax administration system.

Baca Juga: ‘Apa yang Diharapkan Jika Pegawai Pajak Hanya Nongkrong di Kantor?’

Digitalisasi pajak bertujuan membangun administrasi pajak yang mudah dan andal. Tanpa adanya tatap muka, digitalisasi juga menutup adanya potensi perbedaan layanan yang diberikan kepada setiap wajib pajak.

Dalam publikasi berjudul Indonesia Embraces the Next Stage of Tax Digitisation: What Can be Expected?, dua founder DDTC, yakni Darussalam dan Danny Septriadi, memaparkan bahwa pemanfaatan teknologi dalam pelayanan pajak berpeluang menciptakan keadilan. Caranya, dengan memastikan seluruh segmentasi wajib pajak terlibat sesuai proporsi kewajibannya.

Tak cuma itu, digitalisasi pajak juga menekan celah tindak korupsi.

Baca Juga: ‘Keluarga Ultra-Kaya Perlu Family Office dengan Privasi Tinggi’

Berbeda dengan kejadian 100 tahun lampau, pelayanan pajak kini diberikan bukan berdasarkan status sosial-ekonominya.

Pekerjaan rumah pemerintah untuk menegakkan sistem pajak berkeadilan memang masih banyak. Namun, rambu-rambunya sudah makin terlihat melalui langkah reformasi yang kini tengah berjalan.

Kendati konsep keadilan perpajakan masih berproses, semua wajib pajak kini punya posisi yang setara untuk mengakses pelayanan prima dari pemerintah. Kekesalan Tjokroaminoto tentang 'si Kromo' yang lesehan beralas tanah tak perlu terjadi lagi. (sap)

Baca Juga: Pengampunan Pajak Era Soekarno, Seperti Apa?


Sumber:
1. Marihandono, et al, 2015. H.O.S. Tjokroaminoto: Penyemai Pergerakan Kebangsaan dan Kemerdekaan, Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional
2. Junisar, Hurri, Heri Priyatmoko, 2017. Jejak Pajak Indonesia Abad ke-7 Sampai 1966, Jakarta: Ditjen Pajak

Baca Juga: Pajak Tinggi Kesultanan Banten untuk Kapal-Kapal Belanda

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kutipan, sejarah, tokoh, H.O.S. Tjokroaminoto, Sarekat Islam, Soekarno

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 20 Januari 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Pajak-Pajak yang Dipungut Kadipaten Mangkunegaran di Era 1900-an

Selasa, 31 Oktober 2023 | 14:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Peserta Piala Dunia U-17 Berdatangan, Ini Layanan yang Diberikan DJBC

Sabtu, 21 Oktober 2023 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Jenis Tanah Perdikan yang Dibebaskan Pajak di Era Mataram Islam

Kamis, 19 Oktober 2023 | 12:30 WIB
SEJARAH PAJAK INDONESIA

4 Jenis Tanah Perdikan yang Dibebaskan Pajak di Era Mataram Islam

berita pilihan

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Watermark di Cetakan SPT e-Faktur Desktop Tak Bisa Dihapus, Buat Apa?

Sabtu, 27 Juli 2024 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN FISKAL

Saingan Malaysia-Singapura, RI Evaluasi Fasilitas Fiskal KEK di Batam

Sabtu, 27 Juli 2024 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

Ramai Soal Cukai Nih, Yuk Simak 4 Karakter Barang yang Bisa Kena Cukai

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:45 WIB
BEA CUKAI SUMATERA UTARA

Kejar-kejaran dengan Kapal, Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan Ban Bekas

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

WP Grup Bakal Dipusatkan ke 1 KPP, DJP Siapkan Aturannya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 13:00 WIB
MALAYSIA

Kurangi Penarikan Utang, Malaysia Maksimalkan Penerimaan Pajak

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:05 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Siapa Saja WP Grup Pembayar Pajak Terbesar RI? DJP Ungkap 20 Daftarnya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:00 WIB
KABUPATEN PANGANDARAN

Awasi Kepatuhan Pajak, Pemkab Pasang Ratusan Alat Perekam Transaksi

Sabtu, 27 Juli 2024 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Pemerintah Bakal Perluas Cakupan BPDPKS, Begini Alasannya

Sabtu, 27 Juli 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sistem Pemungutan Pajak di Bawah Raja Airlangga