Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

'Mengapa Pembayar Pajak Harus Menerima Perlakuan Berbeda?'

A+
A-
7
A+
A-
7
'Mengapa Pembayar Pajak Harus Menerima Perlakuan Berbeda?'

H.O.S. Tjokroaminoto.

PEMANDANGAN di hadapan Tjokroaminoto terlampau asing bagi akal pikirnya. Hiruk pikuk di halaman kantor bendahara umum Karesidenan Madiun, pagi itu, tak pelak mengusik emosi.

Di halaman balai besar milik gubernemen, terlihat pribumi-pribumi berpeluh, duduk menadah sengatan matahari yang tergelincir meninggalkan timur. Tubuh ceking seorang bebau, pengurus desa, berbayang jatuh di sebelah kakinya yang terlipat menyila. Mereka pasrah menunggu giliran untuk menyerahkan pajak yang terkumpul dari para petani.

Muka Tjokroaminoto jelas tampak kesal. Orang-orang itu, bebau itu, diperlakukan tak adil oleh kompeni. Kaki mereka dibiarkan kesemutan berlama-lama tertekuk menempel tanah, sementara orang-orang Eropa diberi bangku. Padahal, mau pribumi atau Eropa, tujuannya sama-sama membayar pajak.

Baca Juga: Pajak Tinggi Kesultanan Banten untuk Kapal-Kapal Belanda

"Mengapa si Kromo [seorang pembayar pajak] harus menerima perlakuan yang berbeda, dan harus merasa sakit dan tidak ditawari untuk duduk di bangku?" ungkap H.O.S Tjokroaminoto lewat tulisannya dalam surat kabar Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch Indie tertanggal 18 Januari 1916.

Perkara bangku itu saja cukup membuat seorang Tjokroaminoto meluapkan protesnya lewat koran-koran berbahasa Melayu dan Belanda. Pemimpin Centraal Sarekat Islam (CSI) itu tak terima pembayar pajak pribumi diperlakukan berbeda dengan Eropa.

Lewat Sarekat Islam (SI), Tjokroaminoto menuntut pemerintah kolonial memberikan pelayanan yang sama kepada bebau-bebau yang menyetorkan pajaknya. Toh tarif pajak yang berlaku saat itu juga sudah dianggap mencekik rakyat. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sudah dipaksa bayar pajak, hidup tetap saja sengsara.

Baca Juga: Pemungutan Pajak Era Mesir Kuno, Pengemplang Bisa Dihukum Mati

Tuntutan kesetaraan layanan kepada wajib pajak di awal abad ke-20 itu hanya satu dari rentetan desakan yang dilancarkan oleh Tjokroaminoto lewat Sarekat Islam. Hingga akhirnya, apa yang dikhawatirkan Belanda benar-benar terjadi: SI menjelma menjadi gerakan politik.

Melalui isu-isu kaum pinggiran, serta didukung basis keagamaan yang kuat, Sarekat Islam segera menjadi organisasi massa pribumi terbesar di Hindia Belanda.

Tjokroaminoto juga berhasil menarik minat kaum terpelajar untuk berguru kepadanya. Sebut saja Semaoen, Koesno (Soekarno), Alimin, Darsono, Moesso, dan Kartosoewiryo. Besarnya pengaruh Tjokroaminoto di Jawa membuat Belanda menjulukinya sebagai Raja Jawa Tanpa Mahkota.

Baca Juga: Ada Kampanye Bayar Pajak di Era Presiden Soekarno, Apa Pesannya?

Tjokroaminoto mengisi kembali kursi Ratu Adil yang sempat kosong selama 90 tahun lamanya, sejak terakhir kali diduduki oleh Pangeran Diponegoro.

Protes Tjokroaminoto kepada pemerintah kolonial agar pembayar pajak pribumi diberlakukan setara dengan warga Belanda tampaknya masih relevan dengan kondisi saat ini. Perlakuan dan pelayanan oleh fiskus jelas tidak boleh dibedakan berdasarkan kelas ekonomi wajib pajak.

Tantangan-tantangan mengenai kesetaraan pelayanan dijawab pemerintah melalui digitalisasi proses bisnis dan administrasi pajak di Indonesia. Sebagai bagian dari reformasi pajak, era otomatisasi ini tertuang dalam agenda pembaruan sistem inti administrasi pajak (PSIAP) atau yang lebih dikenal dengan coretax administration system.

Baca Juga: Jenis-Jenis Pungutan Pajak di Bawah Kekuasaan Daendels

Digitalisasi pajak bertujuan membangun administrasi pajak yang mudah dan andal. Tanpa adanya tatap muka, digitalisasi juga menutup adanya potensi perbedaan layanan yang diberikan kepada setiap wajib pajak.

Dalam publikasi berjudul Indonesia Embraces the Next Stage of Tax Digitisation: What Can be Expected?, dua founder DDTC, yakni Darussalam dan Danny Septriadi, memaparkan bahwa pemanfaatan teknologi dalam pelayanan pajak berpeluang menciptakan keadilan. Caranya, dengan memastikan seluruh segmentasi wajib pajak terlibat sesuai proporsi kewajibannya.

Tak cuma itu, digitalisasi pajak juga menekan celah tindak korupsi.

Baca Juga: ‘Pegawai Pajak Harus Dipisahkan dari Pengaruh Politik’

Berbeda dengan kejadian 100 tahun lampau, pelayanan pajak kini diberikan bukan berdasarkan status sosial-ekonominya.

Pekerjaan rumah pemerintah untuk menegakkan sistem pajak berkeadilan memang masih banyak. Namun, rambu-rambunya sudah makin terlihat melalui langkah reformasi yang kini tengah berjalan.

Kendati konsep keadilan perpajakan masih berproses, semua wajib pajak kini punya posisi yang setara untuk mengakses pelayanan prima dari pemerintah. Kekesalan Tjokroaminoto tentang 'si Kromo' yang lesehan beralas tanah tak perlu terjadi lagi. (sap)

Baca Juga: Menurut Sejarah, Pajak Ternyata Punya Kaitan Erat dengan Pemberontakan


Sumber:
1. Marihandono, et al, 2015. H.O.S. Tjokroaminoto: Penyemai Pergerakan Kebangsaan dan Kemerdekaan, Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional
2. Junisar, Hurri, Heri Priyatmoko, 2017. Jejak Pajak Indonesia Abad ke-7 Sampai 1966, Jakarta: Ditjen Pajak

Baca Juga: Mengenal Pajak Usaha yang Dikenakan ke Pedagang di Era Mataram Kuno

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kutipan, sejarah, tokoh, H.O.S. Tjokroaminoto, Sarekat Islam, Soekarno

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 30 September 2023 | 10:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Jenis Pajak yang Dipungut pada Era Kerajaan Mataram Islam

Sabtu, 26 Agustus 2023 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Jenis-jenis Pajak yang Dipungut di Era Kerajaan Majapahit

Kamis, 20 Juli 2023 | 12:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Kesalahan pada Data Impor, DJBC Sarankan Ajukan Redress Manifest

Jum'at, 14 Juli 2023 | 10:30 WIB
RADIUS PRAWIRO:

'Wajib Pajak Hitung Sendiri Jumlah Pajak yang Harus Dibayar'

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama