Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Partisipasi Publik Saat Perumusan Aturan Pajak Makin Krusial, Mengapa?

A+
A-
3
A+
A-
3
Partisipasi Publik Saat Perumusan Aturan Pajak Makin Krusial, Mengapa?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Partisipasi publik menjadi salah satu aspek yang makin krusial dalam perumusan aturan, terutama terkait dengan pajak. Terlebih, reformasi pajak yang biasa diikuti dengan perubahan aturan pada tataran global dan domestik masih sangat dinamis.

Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji setuju dengan pernyataan Wamenkeu Suahasil Nazara tentang perlunya partisipasi publik lebih luas dan transparan dalam penyusunan aturan. Simak ‘Belajar dari UU Ciptaker, Publik Perlu Terlibat Saat Penyusunan Aturan’.

“Partisipasi publik dalam proses perumusan undang-undang beserta turunannya kian jadi keharusan. Terlebih, dalam bidang pajak, kekuasaan mengenakan pajak sejatinya harus dibatasi undang-undang sebagai hasil interaksi dari berbagai pemangku kepentingan, khususnya yang diwakili legislatif,” ujar Bawono, Rabu (6/7/2022).

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Seluruh pemangku kepentingan, sambung Bawono, juga perlu mencermati tren global. Saat ini, ada kecenderungan peningkatan tax bargaining. Artinya, akan muncul suatu tarik-menarik kepentingan dan suara publik (wajib pajak) harus didengar.

Partisipasi publik tidak hanya diperlukan untuk menjamin akseptabilitas, tetapi juga menakar dampak perubahan perilaku wajib pajak. Dalam konteks reformasi pajak yang masih dinamis, partisipasi publik dapat memastikan suatu aturan solid secara gagasan dan feasible untuk diimplementasikan.

“Singkatnya, suatu produk hukum sebaiknya tidak hanya diuji pada saat implementasinya, tetapi justru sejak awal proses perumusan,” imbuh Bawono.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Meskipun berperan makin krusial dalam perumusan aturan, partisipasi publik tetap membutuhkan rambu-rambu yang jelas agar prosesnya tidak berlarut-larut atau mencegah munculnya bargaining tidak sehat.

Dalam hal ini, perlu adanya prinsip transparansi, proses yang terlembagakan, keterlibatan stakeholders yang relevan, durasi waktu yang memungkinkan pengumpulan masukan berkualitas dari publik, serta akuntabilitas.

Dari sisi materi yang disampaikan oleh publik, menurut Bawono, sebiasa mungkin berbasis pada konsep dan aspek akademis. Selain itu, pengalaman empiris serta keselarasan dengan international best practices juga diperlukan.

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Seperti diberitakan sebelumnya, Wamenkeu Suahasil Nazara menilai partisipasi publik terhadap penyusunan aturan perlu diperkuat. Penguatan itu diperlukan setelah berkaca dari pengalaman revisi Undang-Undang (UU) Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) melalui penerbitan UU 13/2022.

UU 13/2022 lahir atas arahan dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ketika melakukan uji materi terhadap 11/2020 tentang UU Cipta Kerja. Setelah dilakukan perubahan UU PPP, selanjutnya, pemerintah dan DPR juga akan melakukan revisi UU Cipta Kerja.

Terkait dengan UU Cipta Kerja, Bawono menilai ketentuan dalam klaster kemudahan berusaha bidang perpajakan sudah relatif baik dan bisa diterima publik. Hal ini dikarenakan mayoritas ketentuan menunjukkan keberpihakan kepada wajib pajak, terutama menyangkut kepastian hukum dan daya dorong ekonomi.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Kendati demikian, momentum revisi UU Cipta Kerja tetap dapat dimanfaatkan pemerintah untuk kembali menelaah sejumlah pasal yang masih menimbulkan pertanyaan di lapangan.

Beberapa aspek yang bisa ditelaah kembali seperti pengaturan PPh atas imbal hasil produk asuransi tertentu, pembatasan pengkreditan pajak masukan PPN dari PKP belum berproduksi, hingga keselarasan penghapusan pajak dividen luar negeri dengan ketentuan Controlled Foreign Companies (CFC).

“Momentum ini bisa digunakan untuk mendengarkan pandangan dari stakeholders terkait,” kata Bawono. (kaw)

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : partisipasi publik, pajak, perpajakan, aturan pajak, undang-undang, legislasi

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya