Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pengertian dan Pemotong Pajak

A+
A-
2
A+
A-
2
Pengertian dan Pemotong Pajak

PAJAK penghasilan (PPh) Pasal 26 merupakan kebijakan perpajakan yang berhubungan dengan wajib pajak luar negeri. Badan usaha apapun yang berlokasi di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran baik berupa gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya kepada wajib pajak luar negeri diwajibkan untuk membayar PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut.

Diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh), PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri (orang pribadi maupun badan) dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT).

Pasal 2 ayat (4) UU PPh menjelaskan orang pribadi atau badan dikategorikan sebagai subjek pajak luar negeri apabila memenuhi syarat berikut:

Baca Juga: Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?
  1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; atau
  2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

Pemotong PPh Pasal 26

Pemotong PPh Pasal 26 terdiri dari badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

Adapun penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain.

Baca Juga: Fungsi SPT bagi Wajib Pajak, PKP dan Pemotong Sesuai UU KUP

Wajib pajak orang pribadi atau badan yang dapat menjadi pemotong PPh Pasal 26 harus mendaftarkan diri terlebih dahullu untuk menjadi Pemotong PPh Pasal 26. Pendaftaran sebagai pemotong PPh Pasal 26 dapat dilakukan pada saat pendaftaran NPWP atau setelah pendaftaran NPWP.

Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dapat mengetahui apakah menjadi Pemotong PPh Pasal 26 dengan melihat SKT (Surat Keterangan Terdaftar) yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak pada waktu pendaftarran NPWP.

Pemotongan pajak atas wajib pajak luar negeri bersifat final, namun atas penghasilan sebagaimana di maksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh, dan atas penghasilan wajib pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau BUT, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat di kreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan.

Baca Juga: Terima Dana Sponsorship Kena Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Berikut penghasilan tertentu yang dipotong PPh Pasal 26 namun tidak bersifat final, yaitu:

  1. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
  2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
  3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau BUT.

Pembahasan selanjutnya, akan dijelaskan mengenai objek pajak PPh Pasal 26 dan tarif pajak serta dasar pengenaan pajak PPh Pasal 26.*

Baca Juga: Uang Bulanan Suami untuk Istri yang Statusnya Pisah Harta, Objek PPh?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kelas pajak, pajak penghasilan, pph pasal 26, pemotong pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 26 Juni 2024 | 15:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Objek Pajak atas Keuntungan karena Penjualan atau Pengalihan Harta

Selasa, 25 Juni 2024 | 13:30 WIB
PAJAK PENGHASILAN

Anak Belum Berusia 18 Tahun tapi Punya Penghasilan, Wajib Bayar Pajak?

Selasa, 25 Juni 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Keuntungan dari Pembebasan Utang Debitur Kecil Tidak Dikenakan Pajak

Senin, 24 Juni 2024 | 13:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Jenis Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya