Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pesan dari UU HPP: Perbaiki Kepatuhan dan Lawan Penghindaran Pajak

A+
A-
4
A+
A-
4
Pesan dari UU HPP: Perbaiki Kepatuhan dan Lawan Penghindaran Pajak

Partner of Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Berlakunya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) bakal berimbas pada aspek kepatuhan wajib pajak dan upaya pemerintah dalam menangkal praktik penghindaran pajak.

Soal aspek kepatuhan ini, Partner of Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji menyampaikan, bisa dibedah lebih mendalam melalui 3 pendekatan yakni penegakan hukum, sosiologis, dan psikologis.

Perombakan regulasi perpajakan yang sudah dilakukan dalam 2 tahun terakhir, menurut Bawono, sebenarnya sudah mengakomodir 3 pendekatan di atas dalam memperbaiki iklim kepatuhan. Kebijakan yang paling berdampak terhadap kepatuhan adalah transformasi administrasi perpajakan yang sedang digarap pemerintah.

Baca Juga: Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

"Hadirnya PSIAP [Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan] membuat administrasi makin mudah. Kemudian dalam UU Cipta Kerja telah dibuat penerapan sanksi yang proporsional," katanya dalam acara bertajuk 'Harmonisasi Pengaturan Pajak dan Digitalisasi Keuangan, Berdampak Baik?' pada Rabu (13/10/2021).

Tak berhenti di PSIAP, upaya perbaikan pun berlanjut melalui pengesahan UU HPP awal Oktober ini. UU HPP mengakomodir aspek kepatuhan melalui integrasi nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Hal tersebut menjadi langkah awal menuju skema satu data Indonesia atau lebih dikenal dengan single identity number.

Dia menyampaikan integrasi data NIK dan NPWP merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pasalnya, otoritas akan mendapatkan basis informasi yang lebih baik mengingat basis data NIK jauh lebih luas ketimbang NPWP.

Baca Juga: Tidak Padankan NIK Jadi NPWP, Status NPWP Berubah Jadi Non-Aktif?

"Dengan adanya UU ini [HPP] sebenarnya menjadi klop dengan rezim self assessment. DJP bertugas membina dan mengawasi kepatuhan. Tanpa data dan informasi maka akan sulit [melakukan pengawasan atas kepatuhan wajib pajak]," terangnya.

Selain itu, upaya meningkatkan kepatuhan juga diatur UU HPP melalui pembaruan Pasal 32A UU KUP, yakni penunjukan pihak lain sebagai pemotong, pemungut, penyetor, dan pelapor yang mencakup transasksi elektronik.

Tak cuma soal kepatuhan saja yang berpotensi meningkat, UU HPP juga mempersempit ruang praktik penghindaran pajak. Apalagi praktik ini ditaksir menggerus penerimaan pajak hingga Rp69 triliun per tahun berdasarkan laporan Tax Justice Network.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak Daerah, Pemkot Sasar Pujasera atau Food Court

Tarif PPh badan tetap yang dipertahankan di level 22% juga dirasa tidak berisiko mengingat adanya skema pajak efektif minimum global. Dengan demikian, ada dugaan bahwa praktik pengalihan laba ke yurisdiksi suaka pajak akan berkurang. Upaya memerangi penghindaran pajak juga didukung oleh aspek administrasi melalui bantuan penagihan pajak lintasnegara yang juga diatur dalam UU HPP.

Namun demikian, berbagai sinyal positif yang disampaikan lewat UU HPP tak lantas membuat pemerintah bebas pekerjaan rumah. Pemerintah juga perlu mendesain ketentuan pengganti Debt to Equity Ratio (DER) yang juga selaras dengan pemulihan ekonomi dan tidak mendistorsi pasar keuangan.

Lenyapnya klausul soal General Anti Avoidance Rule (GAAR) serta Alternative Minimum Tax (AMT) dalam UU HPP juga cukup disayangkan. Padahal, menurut Bawono, opsi tersebut diyakini bakal mengoptimalkan upaya melawan praktik penghindaran pajak. (sap)

Baca Juga: Saat NIK-NPWP Diterapkan Penuh, DJP: WP Jangan Ada yang Tertinggal

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : UU HPP, RUU KUP, kepatuhan pajak, tax ratio, rasio pajak, penghindaran pajak, tax avoidance, Bawono

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 27 Juni 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pemadanan NIK-NPWP Tidak Bikin Status WP yang Non-Aktif Jadi Aktif

Kamis, 27 Juni 2024 | 17:13 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Tak Cuma NIK-NPWP, NITKU Juga Mulai Digunakan Bulan Depan

Kamis, 27 Juni 2024 | 14:37 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Pihak Lain Boleh Tidak Terapkan NIK sebagai NPWP Hingga Akhir 2024

Kamis, 27 Juni 2024 | 11:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sesuai Jadwal, NIK Gantikan NPWP secara Penuh Mulai Senin Besok

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya