Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Begini Ketentuan Tarif PBJT atas Konsumsi Tenaga Listrik di UU HKPD

A+
A-
1
A+
A-
1
Begini Ketentuan Tarif PBJT atas Konsumsi Tenaga Listrik di UU HKPD

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Tenaga listrik merupakan salah satu objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota sehingga dikecualikan dari objek pajak pertambahan nilai (PPN).

Berdasarkan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) tentang tenaga listrik yang dimaksud ialah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu pembangkit tenaga listrik yang didistribusikan untuk bermacam peralatan listrik.

“Konsumsi tenaga listrik yang menjadi objek PBJT adalah penggunaan tenaga listrik oleh pengguna akhir,” bunyi Pasal 52 ayat (1) UU No. 1/2022 tentang HKPD, dikutip pada Selasa (6/12/2022).

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

UU HKPD juga mengatur beberapa jenis konsumsi tenaga listrik yang dikecualikan dari objek PBJT. Pertama, konsumsi tenaga listrik oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan penyelenggara negara lainnya.

Kedua, konsumsi tenaga listrik pada tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas timbal balik. Ketiga, konsumsi tenaga listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis.

Keempat, konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi terkait. Kelima, konsumsi tenaga listrik lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Namun, terdapat tarif PBJT khusus atas konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri atau sumber lain. Contoh, tarif PBJT konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri dan pertambangan migas ditetapkan paling tinggi 3%.

Sementara itu, tarif PBJT untuk konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri ditetapkan paling tinggi 1,5%. Adapun penetapan tarif PBJT khusus atas konsumsi tenaga listrik tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah. (Fikri/rig)

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : UU HKPD, objek PBJT, konsumsi tenaga listrik, pajak daerah, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Terima LHP dari BPK, Jokowi Kembali Soroti Perizinan yang Masih Rumit

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya