Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

BPK Temukan Persoalan Soal Pencatatan Piutang Pajak DJP

A+
A-
1
A+
A-
1
BPK Temukan Persoalan Soal Pencatatan Piutang Pajak DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menemukan permasalahan dalam penatausahaan piutang pajak meski Ditjen Pajak (DJP) telah mengembangkan aplikasi taxpayer accounting modul revenue accounting system (TPA Modul RAS).

Sebagaimana dilaporkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2022 (LHP SPI dan Kepatuhan 2022), BPK menemukan adanya pengurang laporan piutang pajak yang berbeda dengan nilai pembayaran dalam MPN.

"Diketahui terdapat 320 transaksi pembayaran berupa NTPN sebesar Rp63,9 miliar, tetapi belum menjadi pengurang pada laporan piutang pajak," tulis BPK dalam LHP SPI dan Kepatuhan 2022, dikutip pada Minggu (25/6/2023).

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Atas temuan tersebut, DJP telah melakukan penelitian dan mengoreksi 103 transaksi senilai Rp17,15 triliun. Dengan demikian, masih terdapat 217 transaksi senilai Rp47,8 miliar yang perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut.

BPK juga menemukan data suspend senilai Rp21,06 miliar terkait dengan piutang pajak yang belum ditindaklanjuti DJP. Data ini perlu ditindaklanjuti KPP untuk mengetahui apakah transaksi tersebut telah valid memengaruhi saldo piutang pajak wajib pajak.

Kemudian, BPK juga mencatat adanya penyajian piutang yang belum sepenuhnya didukung dokumen sumber. Contoh, BPK menemukan selisih pencatatan piutang antara laporan piutang dan dokumen sumber senilai Rp1,71 triliun. Tak hanya itu, terdapat ketetapan atas piutang pajak senilai Rp85,8 miliar yang belum ditemukan di SIDJP.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Selanjutnya, BPK juga menemukan saldo awal piutang yang terindikasi belum dikurangkan dengan pelunasan dan pembatalan piutang pada tahun-tahun sebelumnya.

Terakhir, BPK menemukan ketetapan pajak yang terindikasi bernilai atau bernomor tak wajar. Contoh, BPK menemukan 419 ketetapan pajak berupa SKPKB dan STP bernilai 0, nomor ketetapan yang penerbitannya tidak berurutan, dan nomor ketetapan pajak yang dicatat ganda.

DJP Belum Optimal dalam Mengevaluasi TPA Modul RAS

Menurut BPK, masalah tersebut timbul karena Kanwil DJP belum optimal mengawasi dan menatausahakan piutang melalui pengendalian dokumen sumber. Direktorat TIK DJP juga dipandang belum optimal mengevaluasi aplikasi yang terkait dengan piutang perpajakan termasuk TPA Modul RAS.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Guna mengatasi masalah ini, DJP diminta untuk memutakhirkan data piutang pajak pada SIDJP dan TPA Modul RAS secara periodik. Adapun Kanwil DJP dan KPP perlu mengendalikan penatausahaan ketetapan dan piutang pajak termasuk menindaklanjuti data suspend.

Untuk diketahui, TPA Modul RAS adalah aplikasi yang digunakan oleh DJP untuk mencatat dan melaporkan transaksi perpajakan yang berkaitan dengan pendapatan pajak, piutang pajak, dan utang kelebihan pembayaran pendapatan pajak.

Mekanisme pencatatan transaksi dengan TPA RAS dimulai dari input sumber transaksi pada SIDJP berdasarkan menu masing-masing dokumen sumber.

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Data yang telah diinput pada SIDJP secara harian akan di posting pada TPA modul RAS dengan penjurnalan double entry yang akan membentuk saldo piutang pajak pada akhir periode pelaporan. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : BPK, piutang pajak, DJP, pajak, ditjen pajak, TPA Modul RAS, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Terima LHP dari BPK, Jokowi Kembali Soroti Perizinan yang Masih Rumit

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Minggu, 07 Juli 2024 | 17:30 WIB
IBU KOTA NUSANTARA

Jokowi Klaim IKN Bakal Dukung Sektor Pertanian Daerah Sekitarnya

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:00 WIB
PAJAK PENGHASILAN

Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?