Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

DJP Rilis Ketentuan Baru Terkait Pengecualian Pembayaran PPh PHTB

A+
A-
15
A+
A-
15
DJP Rilis Ketentuan Baru Terkait Pengecualian Pembayaran PPh PHTB

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memperbarui tata cara pengecualian pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PHTB). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (28/12/2023).

Tata cara pengecualian pembayaran PPh dari PHTB tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-8/PJ/2023. Dengan peraturan baru tersebut, PER-28/PJ/2009 dan PER-30/PJ/2009 kemudian dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Dalam PER-8/PJ/2023 ini, tata cara permohonan pengecualian pembayaran PPh PHTB melalui surat keterangan bebas (SKB) diperbarui, terutama dalam hal dokumen yang wajib dilampirkan oleh pemohon SKB.

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Contoh, untuk orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan.

Untuk pemohon dengan kriteria tersebut, dokumen yang harus dilampirkan ialah salinan dokumen perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan.

Lalu, untuk orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, dokumen yang harus dilampirkan ialah salinan dokumen yang menunjukkan orang pribadi atau badan bukan merupakan subjek pajak.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Selain mengenai PER-8/PJ/2023, terdapat pula ulasan mengenai pandangan menteri keuangan terkait dengan tax ratio dan tax buoyancy. Ada pula ulasan mengenai rencana DJBC menerapkan CEISA 4.0 tahap ke-7 di 10 KPPBKC.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya

Naikkan Rasio Pajak, Sri Mulyani: Tax buoyancy Harus di Atas 1

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menjaga tax buoyancy berada di atas 1. Tax buoyancy merupakan sebuah indikator untuk mengukur respons atau elastisitas penerimaan pajak terhadap kondisi ekonomi yang direfleksikan oleh pertumbuhan ekonomi.

"Momentum [pertumbuhan penerimaan pajak] ini akan terus memperbaiki tax ratio. Buoyancy-nya atau kenaikan dari kenaikan penerimaan pajak ketimbang kenaikan volume ekonomi selalu di atas satu. Itu menyebabkan tax ratio-nya selalu naik," ujarnya.

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Sri Mulyani menyatakan tax buoyancy pada 2021 tercatat sebesar 1,94. Kemudian, tax buoyancy pada 2022 sebesar 1,92. Pada tahun ini, tax buoyancy diperkirakan mencapai 1,26. (kontan.co.id)

PMK Baru! Kemenkeu Tetapkan Biaya Operasional Pemungutan PBB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan biaya operasional pemungutan (BOP) atas setiap jenis pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dipungut oleh pemerintah pusat.

BOP atas PBB perkebunan ditetapkan 5,4% dari penerimaan PBB sektor tersebut. Lalu, BOP PBB perhutanan sebesar 5,85% dan BOP PBB sebesar 6,3% diberlakukan atas PBB pertambangan migas, pertambangan panas bumi, pertambangan minerba, dan sektor lainnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

"BOP adalah biaya yang meliputi kegiatan pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Ditjen Pajak (DJP)," bunyi Pasal 1 angka 4 PMK 142/2023. (DDTCNews)

DJBC Mulai Terapkan CEISA 4.0 Tahap ke-7 secara Penuh di 10 KPPBC Ini

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan keputusan baru terkait dengan penerapan secara penuh (mandatory) CEISA 4.0 tahap ke-7.

KEP-181/BC/2023 menyatakan CEISA 4.0 diterapkan secara mandatory di 10 kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai (KPPBC). Adapun penerapan CEISA 4.0 ini berlaku untuk layanan impor dan ekspor, ekspor, dan tempat penimbunan berikat (TPB).

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

"Untuk memberikan kepastian hukum dalam mengimplementasikan CEISA 4.0, diperlukan ketentuan yang menetapkan penerapan secara penuh (mandatory) CEISA 4.0," bunyi salah satu pertimbangan KEP-181/BC/2023. (DDTCNews)

Tekan Ketimpangan Lewat Pajak, Anies Sasar 100 Orang Terkaya Indonesia

Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan akan mengoptimalkan pengenaan pajak terhadap 100 orang terkaya Indonesia dalam rangka menekan ketimpangan.

Menurut Anies, 100 orang terkaya Indonesia memiliki kekayaan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kekayaan 100 juta orang Indonesia lainnya.

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

"Ini sebuah gambaran ketimpangan. Jadi, rumus kita adalah membesarkan yang kecil tanpa mengecilkan yang besar," katanya. (DDTCNews, Kompas)

AEO Kini Bisa Dapat Perlakuan Kepabeanan Tertentu, Begini Detailnya

Perlakuan kepabeanan tertentu yang diberikan terhadap Authorized Economic Operator (AEO) kini dibedakan menjadi 2 jenis. Keduanya meliputi perlakuan kepabeanan bersifat umum dan/atau khusus.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 137/2023. Beleid tersebut akan berlaku efektif mulai 11 Januari 2024. Berlakunya PMK 136/2023 ini akan sekaligus mencabut beleid AEO terdahulu, yaitu PMK 227/2014.

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

"Perlakuan kepabeanan tertentu … berupa perlakuan kepabeanan bersifat umum dan/atau khusus," demikian bunyi Pasal 20 ayat (2) PMK 227/2014. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, PER-8/PJ/2023, pengecualian pembayaran pajak, PPh, PHTB, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Terima LHP dari BPK, Jokowi Kembali Soroti Perizinan yang Masih Rumit

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya