Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Ini Alasan Perlunya Tambahan Tax Bracket PPh Orang Pribadi

A+
A-
5
A+
A-
5
Ini Alasan Perlunya Tambahan Tax Bracket PPh Orang Pribadi

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Penambahan tax bracket baru dengan tarif 35% bagi orang pribadi yang memiliki penghasilan kena pajak (PKP) di atas Rp5 miliar per tahun merupakan langkah krusial. Setidaknya terdapat 3 alasan yang mendasari pentingnya penambahan tax bracket.

Pertama, untuk lebih meningkatkan keadilan. Pemerintah memandang tarif pajak progresif yang saat ini digunakan untuk menghitung pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) kurang memberikan keadilan kepada masyarakat. Pasalnya, rentang tax bracket Indonesia masih terlalu luas.

“Rentang lapisan yang terlalu luas menjadi faktor utama ketidakadilan. Sebagai contoh, dalam lapisan (bracket) terakhir, individu dengan penghasilan Rp510 juta per tahun dikenai tarif yang sama dengan individu berpenghasilan Rp20 miliar per tahun, yaitu sebesar 30%,” tulis pemerintah dalam Naskah Akademik RUU Ketentuan Umum Perpajakan (NA RUU KUP), dikutip pada senin (5/6/2021).

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Penambahan tax bracket baru juga dapat mempertahankan progresivitas sistem PPh OP hingga ke individu berpenghasilan sangat tinggi. PPh OP didesain dengan menggunakan tarif progresif sebagai bentuk perwujudan fungsi distribusi pendapatan.

Melalui skema ini, dimungkinkan terjadinya pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi seiring dengan naiknya penghasilan masyarakat. Namun, saat ini, progresivitas tarif PPh OP di Indonesia berhenti pada tarif 30% atau bagi individu yang memiliki PKP di atas Rp500 juta.

Berdasarkan pada data internal DJP dalam NA KUP, mayoritas populasi wajib pajak OP saat ini paling banyak berada pada lapisan pertama, yaitu 84,0% dari total populasi. Ada sebanyak 8,81 juta wajib pajak OP yang memiliki PKP senilai Rp0 – Rp50 juta.

Baca Juga: Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Selanjutnya, populasi yang terdapat pada lapisan kedua adalah sebesar 12,1% atau sebanyak 1,27 juta wajib pajak OP. Kemudian, populasi wajib pajak yang berada pada lapisan ketiga adalah sebesar 2,3% atau sebanyak 240.313 wajib pajak OP dengan PKP di atas Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta.

Kemudian, populasi pada lapisan keempat adalah sebesar 1,64% atau sebanyak 166.728 wajib pajak OP dengan PKP di atas Rp500 juta. Hal ini berarti tidak sampai 4% wajib pajak yang memiiki PKP di atas 250 juta setahun atau dikenakan tarif 25%.

Kedua, penerimaan PPh OP yang belum optimal. Kontribusi PPh OP pada 2017-2018 hanya 20,04% dari total penerimaan PPh. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan kontribusi PPh badan yang mencapai 79,96%.

Baca Juga: Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Struktur tersebut menggambarkan kontribusi PPh OP hingga sat ini masih belum ideal. Apalagi pada negara-negara maju, penerimaan PPh OP jauh mendominasi di atas penerimaan PPh badan.

Berdasarkan pada data OECD yang dikutip Kementerian Keuangan dalam NA RUU KUP, PPh di mayoritas negara-negara maju menjadi penyumbang utama dari total penerimaan pajak dengan nilai rata-rata 70%.


Baca Juga: E-Bupot 21/26, DJP: Kalau Sudah Pemadanan, Sebaiknya Pakai NPWP Ini

Ketiga, tarif tertinggi PPh OP masih terbilang rendah. Berdasarkan pada data yang dikutip Kemenkeu dalam NA RUU KUP, Filipina, Thailand dan Vietnam menerapkan top tarif di atas 30%. Negara-negara OECD rata-rata menerapkan tarif 41,22% dan negara-negara Uni Eropa rata-rata 37,14%

Selain itu, jumlah tax bracket di Indonesia termasuk sedikit jika dibandingkan dengan negara lain. Adapun negara lain rata-rata menerapkan 7 tax bracket sehingga lebih memberikan keadilan (fairness) terhadap kemampuan membayar wajib pajak.

Sementara itu, berdasarkan pada data yang dihimpun DDTC Fiscal Research, tarif teratas PPh OP di Indonesia masih di bawah rata-rata dunia sebesar 31,3% maupun G20 sebesar 39,2%. Selanjutnya, berdasarkan data dari IBFD, mayoritas negara memiliki 4 hingga 5 tax bracket. Simak selengkapnya dalam artikel ‘Menuju Tarif PPh Orang Pribadi Lebih Progresif’. (kaw)

Baca Juga: PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : revisi UU KUP, tax bracket, PPh orang pribadi, PPh

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Geovanny Vanesa Paath

Kamis, 08 Juli 2021 | 11:01 WIB
Terkait mengenakan pajak yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kaya, selain dengan menaikkan tax bracket, pemerintah juga dapat membuat kebijakan lain untuk mengenakan pajak kepada orang yang berpenghasilan tinggi khususnya atas pendapatan yang sifatnya pasif.
1

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 01 Juli 2024 | 11:43 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong di e-Bupot 21/26, Pemotong PPh Tidak Repot Kirim Manual

Senin, 01 Juli 2024 | 10:55 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Update Lagi! E-Bupot 21/26 Versi 2.0 Dirilis di DJP Online

Senin, 01 Juli 2024 | 08:53 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Belum Saklek Terapkan NIK sebagai NPWP, Jadinya Berlaku Gradual

Minggu, 30 Juni 2024 | 14:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Aplikasi e-Bupot Diperbarui, Bupot PPh 21 Terkirim Otomatis ke Pegawai

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya