Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Jadi Objek Pajak, Ini Kata DJP Soal PPh Pasal 21 Ditanggung Perusahaan

A+
A-
32
A+
A-
32
Jadi Objek Pajak, Ini Kata DJP Soal PPh Pasal 21 Ditanggung Perusahaan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Dengan adanya rezim baru perlakuan pajak atas natura dan/atau kenikmatan, fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemberi kerja menjadi objek pajak bagi karyawannya. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (12/7/2023).

Fasilitas PPh ditanggung pemberi kerja menjadi salah satu bentuk kenikmatan yang merupakan objek pajak. Di sisi lain, pemberi kerja dapat membiayakan fasilitas PPh ditanggung pemberi kerja tersebut. Perlakuan tersebut menjadi sama dengan skema fasilitas PPh ditunjang pemberi kerja.

“Dengan adanya PP 55/2022 dan PMK 66/2023 memang tidak ada lagi dikotomi antara PPh yang ditanggung perusahaan dan ditunjang perusahaan. Mekanismenya jadi sama-sama seperti ditunjang perusahaan,” ujar Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Dian Anggraeni.

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Selain mengenai perlakuan pajak natura dan/atau kenikmatan, ada pula ulasan terkait dengan peraturan baru menyangkut transfer pricing. Kemudian, ada pula bahasan mengenai kinerja fiskal.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

PPh Natura dan/atau Kenikmatan

Dian mengatakan pemerintah akan menerbitkan peraturan baru mengenai fasilitas PPh ditunjang pemberi kerja tersebut. “Akan ada aturan yang mengatur lebih detail mengenai tunjangan PPh ini. Yang jelas sekarang adalah semua adalah tunjangan, tidak ada lagi ditanggung,” ujar katanya.

Dengan terbitnya UU HPP dan PMK 66/2023, natura dan/atau kenikmatan menjadi objek PPh bagi karyawan. Pemberi kerja berkewajiban untuk memotong PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan mulai masa pajak Juli 2023.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (4) PMK 66/2023, atas natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh pada masa pajak Januari 2023 sampai dengan masa pajak Juni 2023 dikecualikan dari pemotongan oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian/imbalan.

Namun, Pasal 24 PMK 66/2023 memuat ketentuan atas natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh pada 1 Januari 2023 –30 Juni 2023 yang belum dilakukan pemotongan PPh oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian/imbalan.

”Atas PPh yang terutang [terkait natura dan/atau kenikmatan pada 1 Januari 2023 –30 Juni 2023] wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan oleh penerima dalam Surat Pemberitahuan PPh,” bunyi penggalan Pasal 24 PMK 66/2023. (DDTCNews)

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Saat Pemotongan PPh Natura dan/atau Kenikmatan

Sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) PMK 66/2023, untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk natura, pemotongan PPh dilakukan pada akhir bulan terjadinya pengalihan atau terutangnya penghasilan (sesuai dengan peristiwa yang terjadi lebih dahulu).

Untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan, pemotongan PPh dilakukan pada akhir bulan terjadinya penyerahan hak/bagian hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan oleh pemberi. Simak ‘Ini 6 Contoh Simulasi Saat Pemotongan Pajak Natura dan Kenikmatan’. (DDTCNews)

Pembebanan Biaya Telepon Seluler, Pulsa, dan Kendaraan

Dengan adanya rezim baru perlakuan pajak atas natura dan/atau kenikmatan dalam PP 55/2022 dan PMK 66/2023, ketentuan pembebanan sebesar 50% untuk biaya telepon seluler, pulsa, dan kendaraan pada KEP-220/PJ/2002 menjadi tidak berlaku.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan PMK 66/2023 memang tidak mencabut KEP-220/PJ/2022. Namun, ketentuan dalam kepdirjen tersebut sudah tidak sejalan dengan aturan yang lebih tinggi, baik PMK, PP, maupun undang-undang.

“Walaupun PMK 66/2023 tidak mencabut, tetapi secara implisit dalam aturannya dan secara filosofis ini sudah mencabut," katanya. (DDTCNews)

Biaya 3M

Meski natura dan/atau kenikmatan yang diterima sepanjang 2022 dikecualikan dari objek PPh bagi penerimanya, biaya yang timbul akibat pemberian natura dan/atau kenikmatan tetap bisa dibiayakan oleh pemberinya.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan natura dan kenikmatan yang diberikan pada 2022 dapat dibiayakan oleh pemberi sepanjang memenuhi definisi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M).

"Bisa dibiayakan oleh pemberi kerja sepanjang terkait pekerjaan dan jasa (biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan)," ujar Dwi. (DDTCNews)

Penyediaan TP Doc

Pemerintah bakal mengharuskan wajib pajak untuk menyerahkan transfer pricing documentation (TP Doc) dalam waktu maksimal 1 bulan terhitung sejak Ditjen Pajak (DJP) memintanya. Menurut otoritas, jangka waktu tersebut seharusnya dapat dipenuhi wajib pajak.

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

"Saat SPT disampaikan, wajib pajak sudah menyampaikan kesanggupannya bahwa TP Doc tersedia. Maka ketika kami minta, harusnya tidak ada alasan. Satu bulan sudah bisa disampaikan," ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional III DJP Khodori Eko Purwanto. (DDTCNews)

Penerimaan Bea dan Cukai

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I/2023 mencapai Rp135,4 triliun, turun 18,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi tersebut setara dengan 44,7% dari target Rp303,2 triliun. Menurutnya, kinerja tersebut dipengaruhi turunnya penerimaan bea keluar dan cukai. Adapun, kinerja setoran bea masuk tetap positif.

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

"Kepabeanan dan cukai yang kontraksi cukup dalam karena adanya cukai mengalami penurunan produksi cukup signifikan," katanya. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, berita pajak, pajak, PPh Pasal 21, natura, kenikmatan, UU HPP, PMK 66/2023, Ditjen Pajak, DJP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya