Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Ketentuan UU HPP Relevan dengan Pengenaan Pajak Minimum Global

A+
A-
9
A+
A-
9
Ketentuan UU HPP Relevan dengan Pengenaan Pajak Minimum Global

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pengenaan pajak minimum global (global minimum tax) untuk korporasi perlu disambut baik sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi tekanan kompetisi pajak.

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan kehadiran pajak minimum global sebesar 15% juga akan berpotensi mengurangi daya tawar negara-negara yang selama ini dikelompokkan sebagai tax haven.

“Dalam kaitannya dengan UU HPP, tetap dipertahankannya tarif PPh badan sebesar 22% juga kian relevan. Hal ini dikarena risiko pengalihan laba berkurang dengan adanya skema tarif pajak minimum,” ujarnya, Selasa (12/10/2021).

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Seperti diketahui, melalui UU HPP, pemerintah dan DPR sepakat untuk membatalkan penurunan tarif PPh badan dari 22% menjadi 20%. Simak pula ‘Tarif PPh Badan Batal Turun ke 20%, Ini Alasan Pemerintah’.

Sebanyak 136 negara/yurisdiksi, termasuk Indonesia, yang mewakili 90% produk domestik bruto (PDB) global telah menyepakati solusi dua pilar (two-pillar solution) untuk mengatasi tantangan pajak dari digitalisasi ekonomi. Mereka membuat kesepakatan penting (the landmark deal).

Mereka bergabung dalam pernyataan solusi dua pilar atau Statement on the Two-Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalisation of the Economy. Hal ini memperbarui dan menyelesaikan kesepakatan politik pada Juli 2021 untuk mereformasi aturan pajak internasional. Simak ‘Bersiap Menyambut Arsitektur Baru Pajak Internasional’.

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Pajak minimum global masuk pada Pilar 2. Tarif 15% akan berlaku untuk perusahaan dengan pendapatan di atas EUR 750 juta. Skema ini diperkirakan menghasilkan US$150 miliar tambahan pendapatan pajak global tiap tahun.

Negara yang telah menyepakati solusi dua pilar akan menandatangani konvensi multilateral selama 2022 dengan implementasi efektif pada 2023. Dengan demikian, perusahaan multinasional dipastikan akan dikenai tarif pajak minimum 15% pada 2023.

Pilar 2, sambung Bawono, bersifat common approach yang tidak wajib diimplementasikan. Skenario pajak minimum global hanya diterapkan bagi negara yang menyetujui atau dalam situasi ketika terdapat interaksi dengan negara lain yang sudah menerapkan hal tersebut.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

“Singkat kata, setuju atau tidak, setiap negara akan terdampak dan tunduk dengan aturan main tersebut,” imbuh Bawono. Simak pula ‘Mencermati Kesepakatan Pajak Minimum Global’.

Pilar 2 akan diberlakukan bagi perusahaan multinasional dengan nilai penghasilan bruto sebesar EUR750 juta (Rp11 triliun) per tahun. Namun demikian, terdapat pengecualian bagi sektor tertentu serta jenis penghasilan tertentu.

Pajak minimum global akan memaksa seluruh perusahaan multinasional (dengan penghasilan bruto global Rp11 triliun per tahun) untuk membayar pajak secara efektif minimal 15% di manapun mereka beroperasi.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

“Perlu dipahami bahwa tarif pajak efektif berbeda dengan tarif PPh badan yang diatur secara umum melalui undang-undang. Tarif pajak efektif nilainya bisa jadi lebih rendah, semisal dengan adanya fasilitas atau perlakuan pajak tertentu,” jelas Bawono.

Penggunaan tarif efektif, sambungnya, untuk mencegah praktik penggerusan basis pajak dan pengalihan laba ke negara dengan tarif pajak rendah. Jika ternyata tarif pajak efektif negara tujuan investasi lebih rendah dari 15%, atas selisih tarif tersebut dapat dipajaki oleh negara domisili (income inclusion rule/IIR).

Selain itu, terdapat pula skema undertaxed payment rule (UTPR). Dalam skema ini, biaya yang dibayar perusahaan multinasional di negara domisili kepada afiliasinya di negara dengan tarif pajak efektif di bawah 15% menjadi non-deductible.

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Terkait dengan manfaatnya terhadap penerimaan pajak Indonesia tentu perlu dihitung lebih lanjut. Upaya pencapaian konsensus global terhadap tantangan pajak yang muncul dari digitalisasi ekonomi pernah diulas dalam Fokus 'Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital'. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pajak minimum global, pajak, OECD, konsensus global, global minimum tax, UU HPP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Minggu, 07 Juli 2024 | 17:00 WIB
KPP PRATAMA CURUP

Kegiatan Membangun Sendiri Dilakukan Bertahap, Begini Aturan PPN-nya

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya