Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Lewat UU HPP, DJP Pastikan Ketentuan Sanksi Lebih Adil dan Sederhana

A+
A-
4
A+
A-
4
Lewat UU HPP, DJP Pastikan Ketentuan Sanksi Lebih Adil dan Sederhana

Dirjen Pajak Suryo Utomo. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah memperluas ultimum remedium tindak pidana perpajakan hingga tahap persidangan dari yang sebelumnya hanya pada tahap penyidikan.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan perubahan besaran sanksi administrasi pajak pada UU HPP akan membuatnya lebih mudah dan sederhana. Menurutnya, ketentuan tersebut pada akhirnya juga akan lebih mencerminkan keadilan bagi wajib pajak.

"Ada spirit kemudahan, kesederhanaan, dan less cost of compliance terhadap beberapa kesalahan, baik itu sengaja maupun tidak sengaja," katanya dalam sosialisasi UU HPP di Indonesia bagian timur, Selasa (19/4/2022).

Baca Juga: Perkuat Penegakan Hukum Pajak, Kanwil DJP Kunjungi Kantor Polda

Suryo mengatakan ketentuan sanksi pajak pada UU HPP mengubah peraturan sebelumnya yang tertuang dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pada UU HPP, pemerintah akan mengedepankan ultimum remedium sebagai upaya penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan pemulihan kerugian pendapatan negara.

Dalam hal ini, wajib pajak yang sengaja melakukan tindak pidana akan disanksi lebih berat ketimbang yang alpa atau tidak sengaja. Perubahan itu juga selaras dengan semangat yang tertuang dalam UU Cipta Kerja sehingga kedua peraturan tersebut saling berkaitan.

Suryo memaparkan perubahan ketentuan sanksi administrasi pajak melalui UU HPP akan lebih mencerminkan asas keadilan bagi wajib pajak.

Baca Juga: Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Misalnya pada sanksi PPh kurang bayar dan PPh kurang dipotong, terdapat sanksi dengan menggunakan suku bunga acuan dan uplift factor pada saat pemeriksaan dan wajib pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) atau membuat pembukuan. Sementara pada ketentuan yang lama, sanksi yang dikenakan sebesar 50% dan 100%.

Melalui UU HPP, pemerintah dan DPR sepakat menurunkan sanksi pemeriksaan dan wajib pajak tidak menyampaikan SPT/membuat pembukuan dari semula sebesar 50% dan 100% menjadi 75% dan sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor 20%.

Kemudian, terdapat penurunan sanksi keberatan dan banding dari yang awalnya sebesar 100% dan 50% menjadi hanya sebesar 60% dan 30%. Sebelumnya, UU Cipta Kerja juga telah menurunkan tarif sanksi administrasi bunga.

Baca Juga: Fungsi SPT bagi Wajib Pajak, PKP dan Pemotong Sesuai UU KUP

Selain itu, perubahan juga terjadi pada sanksi setelah upaya hukum tetapi keputusan keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP. Sanksi atas keberatan pada UU HPP turun menjadi 30% dari sebelumnya 50%.

Sementara sanksi atas banding turun menjadi 60% dari sebelumnya 100%. Adapun pada peninjauan kembali, sanksinya kini diatur 60% dari sebelumnya tidak ada.

"UU HPP adalah complement [pelengkap] terhadap UU Cipta Kerja, jadi tidak bisa sendirian. Karena beberapa kemudahan yang ada di UU Cipta Kerja juga diteruskan di UU HPP ini, salah satu contohnya adalah sanksi atas kesalahan dimurahkan," ujarnya. (sap)

Baca Juga: Saat NIK-NPWP Diterapkan Penuh, DJP: WP Jangan Ada yang Tertinggal

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : UU HPP, sanksi administrasi pajak, ultimum remedium, UU KUP, tindak pidana pajak, penegakan hukum, Suryo Utomo

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 22 Juni 2024 | 14:00 WIB
KANWIL DJP JAWA TENGAH II

Buntut Tak Setor PPN, Terdakwa Ini Didenda Rp4,29 Miliar

Kamis, 20 Juni 2024 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP Ingatkan Lagi Konsekuensi Jika WP Belum Padankan Data NIK-NPWP

Selasa, 18 Juni 2024 | 14:00 WIB
KANWIL DJP JAWA TENGAH I

DJP Blokir Rekening Penunggak secara Serentak, Saldonya Rp51 Miliar

Sabtu, 15 Juni 2024 | 15:27 WIB
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Jasa Psikolog dan Psikiater Bebas PPN

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya