Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Mencermati Incidental Benefit dalam Transfer Pricing

A+
A-
2
A+
A-
2
Mencermati Incidental Benefit dalam Transfer Pricing

ISTILAH incidental benefit terdapat dalam konteks transfer pricing. Istilah itu mengacu pada manfaat yang dihasilkan atas jasa, yang tujuan awalnya hanya ditujukan kepada salah satu perusahaan dalam suatu grup perusahaan, tetapi diterima oleh anggota grup lain secara tidak langsung.

Aktivitas jasa yang memberikan incidental benefit menjadi salah satu aktivitas yang tidak dapat dialokasikan dan ditagihkan oleh pemberi jasa kepada penerima jasa.Contoh dari incidental benefit adalah ketika suatu induk perusahaan melakukan restrukturisasi usaha.

Misalnya, akuisisi anak perusahaan dengan tujuan efisiensi. Secara tidak langsung, anak perusahaan tersebut juga mengalami efisiensi sehingga anak perusahaan mendapatkan manfaat atas akuisisi tadi. Atas manfaat yang diterima oleh anak perusahaan tersebut, biaya jasanya tidak dapat ditagihkan oleh induk perusahaan (OECD, 2017).

Kasus Microsoft
UNTUK lebih memahami topik incidental benefit, ada sebuah kasus yang dapat menggambarkan suatu aktivitas jasa intra-grup yang memberikan incidental benefit, yaitu kasus Microsoft Denmark ApS (Microsoft Denmark).

Microsoft Denmark adalah anggota grup perusahaan multinasional Microsoft yang berlokasi di Denmark, yang juga merupakan sister company dari Microsoft Ireland Operation Limited (MIOL) di Irlandia.

MIOL bertanggung jawab atas penjualan, produksi, distribusi, dan logistik atas software di wilayah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMEA). Berdasarkan kesepakatan antara keduanya, Microsoft Denmark diminta MIOL untuk menyediakan jasa pemasaran dan jasa pendukung atas penjualan software di wilayah Denmark.

Sehubungan dengan penjualan lisensi software, Grup Microsoft membagi penjualannya kepada penjual ritel dan Original Equipment Manufacturers (OEM). OEM dibagi lagi menjadi tiga kategori: (i) multinational OEM (MNA OEM), perusahaan yang memproduksi lebih dari 100.000 komputer per tahun; (ii) named accounts, perusahaan yang memproduksi 5.000 hingga 100.000 komputer per tahun; dan (iii) system builders, perusahaan yang memproduksi komputer hingga 5.000 per tahun.

Aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh Microsoft Denmark adalah dalam bentuk pendidikan dan pelatihan kepada penjual ritel dan OEM dengan kategori named accounts dan system builders. Aktivitas pemasaran untuk OEM dengan kategori MNA OEM dilakukan oleh Microsoft Licensing GP, entitas anak Microsoft lain yang bertanggung jawab atas penjualan software di luar wilayah EMEA.

Lebih lanjut, aktivitas pemasaran yang dilakukan Microsoft Denmark secara tidak langsung meningkatkan preferensi MNA OEM atassoftware Microsoft, yang seharusnya Microsoft Licensing GP-lah yang melakukan aktivitas pemasaran tersebut. Dengan meningkatnya preferensi konsumen atas produk Microsoft, pendapatan yang didapatkan Grup Microsoft pun menjadi meningkat.

Sehubungan dengan meningkatnya pendapatan Grup Microsoft tersebut, otoritas pajak Denmark beranggapan bahwa Microsoft Denmark seharusnya mendapatkan kompensasi lebih atas aktivitas pemasaran yang telah dilakukan.

Namun, dari sisi Microsoft Denmark, kompensasi yang didapatkan adalah wajar karena sesuai dengan perjanjian yang disepakati, yaitu biaya (cost) ditambah margin 15%. Terkait dengan meningkatnya pendapatan yang diterima oleh entitas anak Microsoft selain MIOL, hal itu merupakan incidental benefit (Wittendorff, 2018).

Dengan adanya koreksi yang ditetapkan oleh otoritas pajak Denmark, Microsoft Denmark lalu mengajukan banding kepada National Tax Tribunal. National Tax Tribunal memiliki pendapat yang sama dengan Microsoft Denmark bahwa kompensasi yang diterima oleh Microsoft Denmark adalah wajar.

National Tax Tribunal menyatakan bahwa aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh Microsoft Denmark tidak memiliki pengaruh atas meningkatnya pendapatan Grup Microsoft secara keseluruhan, tetapi karena merek Microsoft itu sendiri. Ketika kasus ini sampai pada level Eastern High Court pun, Microsoft Denmark tetap memenangkan kasus ini (Wittendorff, 2018).

Dua Isu
KASUS yang terjadi pada Microsoft Denmark adalah suatu contoh dari adanya incidental benefit atas jasa intra-grup yang telah dilakukan. Terkait dengan kompensasi yang didapatkan oleh Microsoft Denmark pun sudah wajar dikarenakan telah sesuai dengan kesepakatan perjanjian antara Microsoft Denmark dan MIOL. Otoritas pajak Denmark pun tidak dapat membuktikan secara konkret bahwa kenaikan pendapatan secara grup adalah benar karena aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh Microsoft Denmark.

Lebih lanjut, sehubungan dengan analisis transfer pricing terhadap jasa intra-grup, terdapat dua isu utama yang harus diperhatikan.Pertama, menentukan apakah jasa benar-benar telah dilakukan oleh penyedia jasa dan memberikan manfaat bagi penerima jasa. Kedua, menentukan harga wajar atas jasa yang diberikan sesuai dengan manfaat yang diterima oleh penerima jasa (Feinschreiber dan Kent, 2002).

Analisis penentuan kewajaran transaksi dapat ditinjau dari ada atau tidak adanya nilai ekonomis yang dapat meningkatkan posisi atau kapasitas komersial penerima jasa. Dalam menentukan ada-tidaknya nilai ekonomis itu, perlu dipertimbangkan apakah pihak independen dalam kondisi yang serupa membutuhkan dan bersedia membayar jasa tersebut.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : incidental benefit, transfer pricing, analisis transfer pricing

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 22 Februari 2024 | 11:15 WIB
LITERATUR PAJAK

Promo Gajian! Ada Harga Spesial untuk Buku Transfer Pricing DDTC

Kamis, 22 Februari 2024 | 09:45 WIB
SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Lagi, Profesional DDTC Raih Sertifikasi Internasional Bidang Pajak

Rabu, 21 Februari 2024 | 17:07 WIB
KEPATUHAN PAJAK

DJP: Koreksi Transfer Pricing Harus Berangkat dari TPDoc Wajib Pajak

Rabu, 21 Februari 2024 | 13:41 WIB
PMK 172/2023

Kewajiban TP Doc Hanya untuk WP Bertransaksi Afiliasi, DJP Ungkap Ini

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya