Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Penerapan Pajak Karbon Ditunda Lagi, Ini Keterangan Resmi BKF Kemenkeu

A+
A-
2
A+
A-
2
Penerapan Pajak Karbon Ditunda Lagi, Ini Keterangan Resmi BKF Kemenkeu

Ilustrasi. Gedung Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan kembali menunda penerapan pajak karbon. Namun demikian, pemerintah memastikan akan tetap memberlakukannya pada tahun ini.

Pajak karbon telah menjadi amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pajak karbon semestinya mulai diberlakukan pada April 2022, tetapi pemerintah memundurkan waktu menjadi Juli 2022. Sekarang, pemerintah memutuskan untuk menunda lagi, tidak berlaku mulai Juli 2022.

“Pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan pajak karbon yang awalnya direncanakan pada Juli 2022 ini,” tulis Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dalam keterangan resminya, Jumat (24/6/2022).

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Kendati demikian, BKF memastikan pajak karbon tetap akan dikenakan pertama kali pada badan yang bergerak di bidang PLTU batu bara dengan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi pada 2022 sesuai amanat UU HPP.

Pajak karbon diharapkan mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih pada aktivitas ekonomi hijau rendah karbon. Pemerintah juga tetap menjadikan penerapan pajak karbon pada 2022 sebagai capaian strategis (deliverables) yang menjadi contoh dalam pertemuan tingkat tinggi G-20.

“Termasuk bagian dari deliverables ini, pemerintah juga mendorong aksi-aksi mitigasi perubahan iklim lainnya, di antaranya melalui mekanisme transisi energi (energy transition mechanism/ETM),” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Skema ETM, di satu sisi, memensiunkan dini PLTU batu bara (phasing down coal). Di sisi lain, ada akselerasi pembangunan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi.

Dalam jangka menengah, pemerintah telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam kerangka komitmen yang telah ditetapkan (Nationally Determined Contributions/NDC) sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.

Dalam jangka panjang, tahun lalu, pemerintah telah menetapkan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (Long-Term Strategy For Low Carbon Climate Resilience/LTS-LCCR) pada 2050 dan target Emisi Nol Bersih (net zero emission) pada 2060 atau lebih cepat.

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Untuk mencapai berbagai komitmen tersebut, sambung Febrio, pemerintah telah melakukan berbagai upaya yang dibutuhkan, termasuk melalui bauran kebijakan (policy mix). Upaya ini juga terus diakselerasi untuk dapat mencapai target penanggulangan perubahan iklim lebih cepat.

Dari sisi pendanaan, pemerintah telah menggunakan skema belanja APBN/APBD dan sumber-sumber lainnya. Untuk lebih mendorong penguatan kapasitas pendanaan terkait iklim, pemerintah menerbitkan Perpres 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang mencakup pula pungutan atas karbon.

Pemerintah bersama DPR juga menerbitkan UU HPP yang di dalamnya termasuk mengatur mengenai kebijakan pajak karbon. Namun demikian, perekonomian nasional tengah menghadapi risiko global yang membayangi pemulihan.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

“Saat ini, fokus utama Pemerintah adalah menjaga perekonomian nasional dari rambatan risiko global yang salah satunya adalah peningkatan harga komoditas energi dan pangan global seiring terjadinya perang di Ukraina yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik,” jelas Febrio.

Dengan perkembangan tersebut, sambungnya, pemerintah memprioritaskan fungsi APBN untuk memastikan ketersediaan dan stabilisasi harga energi dan pangan di dalam negeri. Hal ini termasuk memberikan subsidi dan berbagai bentuk perlindungan sosial.

Pemerintah tetap berupaya mematangkan peraturan pendukung pemberlakuan pajak karbon. Hal ini dilakukan bersama dengan seluruh kementerian/lembaga, termasuk Kemenkeu.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Proses penyempurnaan peraturan pendukung dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.

“Proses pematangan skema pasar karbon termasuk peraturan teknisnya, yang sistemnya akan didukung oleh pajak karbon, masih membutuhkan waktu,” imbuhnya. (kaw)

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pajak karbon, UU HPP, carbon tax, Ditjen Pajak, DJP, pajak, BKF, Kemenkeu

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya