Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Penerima Fasilitas PPh Terkait KEK Ini Tak Pakai PPh Final PP 55/2022

A+
A-
8
A+
A-
8
Penerima Fasilitas PPh Terkait KEK Ini Tak Pakai PPh Final PP 55/2022

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak badan yang memperoleh fasilitas pajak penghasilan (PPh) terkait dengan kawasan ekonomi khusus (KEK) tidak bisa memakai rezim PPh final UMKM 0,5%. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (17/1/2023).

Ketentuan itu diatur dalam Pasal 57 ayat (2) PP 55/2022. Pasal tersebut memerinci kriteria wajib pajak yang tidak termasuk dalam kelompok dengan peredaran bruto tertentu dan dikenai PPh bersifat final. Salah satunya adalah wajib pajak badan yang memperoleh fasilitas PPh PP 40/2021.

“Wajib pajak badan yang memperoleh fasilitas pajak penghasilan berdasarkan … Pasal 75 dan Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus beserta perubahan atau penggantinya,” bunyi Pasal 57 ayat (2) huruf c angka 3 PP 55/2022.

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Adapun sesuai dengan Pasal 75 PP 40/2021, badan usaha dan/atau pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama dapat memperoleh pengurangan PPh badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan utama yang dilakukan.

Kemudian, sesuai dengan Pasal 78 PP 40/2021, badan usaha dan/atau pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama yang tidak memperoleh pengurangan PPh badan Pasal 75 atau melakukan investasi pada kegiatan lainnya dapat memperoleh fasilitas PPh yang meliputi:

  • pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman modal yang dilakukan;
  • penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
  • pengenaan PPh atas dividen sebesar 10%, kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah; dan
  • kompensasi kerugian selama 10 tahun.

Sebagai informasi, dalam PP 23/2018, ketentuan mengenai wajib pajak penerima fasilitas PPh berdasarkan PP 40/2021 tersebut tidak ada. Sekarang, dengan berlakunya PP 55/2022, PP 23/2018 dicabut. Simak pula ‘PP 23/2018 Dicabut, Bagaimana Penghitungan Waktu PPh Final UMKM?’.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Selain mengenai PP 55/2022, ada pula bahasan terkait dengan uji coba (piloting) penggunaan Sistem Aplikasi Registrasi Kepabeanan seiring dengan diterbitkannya Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor KEP-222/BC/2022.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Wajib Pajak yang Tidak Dapat Pakai Rezim PPh Final PP 55/2022

Selain wajib pajak badan yang memperoleh fasilitas PPh berdasarkan pada Pasal 75 dan Pasal 78 PP 40/2021, wajib pajak badan yang mendapat fasilitas PPh berdasarkan Pasal 31A UU PPh dan PP 94/2010 juga tidak dapat menggunakan rezim PPh final PP 55/2022.

Kemudian, ada wajib pajak yang memilih dikenai PPh berdasarkan pada tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (orang pribadi) atau dikenai PPh berdasarkan pada Pasal 17 ayat (1) UU PPh dengan mempertimbangkan Pasal 31E UU PPh (badan).

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Ada pula wajib pajak berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa wajib pajak orang pribadi berkeahlian khusus, yang menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4) PP 55/2022.

Kemudian, ada wajib pajak bentuk usaha tetap (BUT) yang juga tidak masuk sebagai wajib pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu dan dikenai PPh bersifat final. (DDTCNews)

Uji Coba Sistem Aplikasi Registrasi Kepabeanan

Melalui KEP-222/BC/2022, dirjen bea dan cukai menyatakan pelaksanaan piloting sistem aplikasi registrasi kepabeanan dalam sistem CEISA 4.0 dimulai pada 2023. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan pelayanan registrasi kepabeanan bagi pengguna jasa.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Uji coba implementasi sistem aplikasi tersebut dilaksanakan Direktorat Teknis Kepabeanan dengan mengikutsertakan pengguna jasa terkait. Uji coba itu juga dikoordinasikan oleh Direktorat Teknis Kepabeanan dengan Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai.

Layanan yang akan diuji coba memakai sistem aplikasi itu berupa permohonan registrasi kepabeanan dan perubahan data registrasi kepabeanan oleh pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), pengangkut, dan pengusaha dalam free trade zone (FTZ) mulai 2 Januari 2023.

Selama uji coba sistem aplikasi, pelayanan permohonan registrasi kepabeanan dan perubahan data registrasi kepabeanan oleh PPJK, pengangkut, dan pengusaha dalam FTZ dilakukan melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW). (DDTCNews)

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Pelaporan SPT Tahunan PNS

DJP mengingatkan wajib pajak yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Jika sudah mendapatkan bukti potong dari instansi tempat kerja, PNS dapat melaporkan SPT Tahunan PPh melalui e-filing pada DJP Online.

Untuk mengisi SPT Tahunan, diperlukan data-data pendukung yang dapat diperoleh dari sejumlah dokumen. Pertama, bukti potong 1721-A2. Kedua, bukti pemotongan pajak lain serta dokumen lain. Ketiga, dokumen identitas. Simak ‘Untuk PNS, Ini Imbauan dari Ditjen Pajak Soal Pelaporan SPT Tahunan’. (DDTCNews)

Konsultan Pajak

UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) turut mengatur tentang profesi konsultan pajak. Dalam undang-undang ini, konsultan pajak dikategorikan sebagai profesi penunjang sektor keuangan.

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Dalam melakukan kegiatan usaha di sektor keuangan, profesi penunjang sektor keuangan diwajibkan untuk memberikan jasa yang independen.

Untuk menyediakan jasa bagi sektor industri keuangan, profesi penunjang sektor keuangan wajib memperoleh izin dari kementerian, lembaga, atau otoritas terkait. Untuk konsultan pajak, permohonan izin diajukan ke Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan.

Bila jasa diberikan ke sektor pasar modal, bank, dan industri keuangan nonbank (IKNB), konsultan pajak juga harus terdaftar di OJK. Bila jasa diberikan ke pelaku usaha ada sektor pasar uang, pasar valas, dan penyelenggara jasa pembayaran, konsultan pajak harus terdaftar di Bank Indonesia (BI). (DDTCNews)

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Fasilitas Perpajakan Pembentukan PIKK

UU 4/2023 tentang PPSK)memungkinkan pemerintah untuk memberikan insentif pajak guna mendukung pembentukan perusahaan induk konglomerasi keuangan (PIKK).

Merujuk pada Pasal 206 ayat (1) UU 4/2023, setiap orang yang mengendalikan konglomerasi keuangan wajib membentuk PIKK. Adapun pihak pengendali konglomerasi keuangan bisa menunjuk perusahaan yang bertindak sebagai PIKK dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.

“Pembentukan PIKK, termasuk proses pengalihan aset dalam pembentukan PIKK, dapat diberikan fasilitas perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan,” bunyi Pasal 211 UU 4/2023. (DDTCNews)

Baca Juga: Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Tingkat Kemiskinan

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada September 2022, tingkat kemiskinan mencapai 9,57% atau naik tipis dari posisi pada Maret 2022 sebesar 9,54%. Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kenaikan biaya produksi pertanian menjadi faktor pemicu.

Margo mengatakan PHK kebanyakan terjadi di sektor padat karya, seperti industri tekstil, alas kaki, dan perusahaan teknologi. Penyesuaian harga BBM pada September 2022 mengakibatkan meningkatnya biaya produksi pertanian. (DDTCNews/Kontan)

Neraca Perdagangan 2022 Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada sepanjang 2022 mengalami surplus senilai US$54,45 miliar. Surplus ini berasal dari ekspor senilai US$291,98 miliar dan impor US$237,52 miliar. Khusus Desember 2022, surplus neraca perdagangannya senilai US$3,89 miliar.

Baca Juga: Target Pajak Diperkirakan Tidak Tercapai, Shortfall Rp66,9 Triliun

"Neraca perdagangan Indonesia sampai Desember 2022 mencatatkan surplus 32 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ujar Kepala BPS Margo Yuwono. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Kata Jokowi Soal APBN 2023

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pandangannya terkait dengan fokus pemanfaatan APBN 2023. Hal ini disampaikannya saat membuka Sidang Kabinet Paripurna perdana pada tahun ini dengan topik APBN di Istana Negara, Senin (16/1/2023).

APBN 2023 akan difokuskan untuk kegiatan-kegiatan dan program produktif. Targetnya, penciptaan lapangan kerja sebanyak-banyaknya dan pengentasan kemiskinan. Selain itu, APBN 2023 juga disiapkan untuk mengantisipasi gejolak politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) pada 2024.

Baca Juga: Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Selain itu, Jokowi juga berharap APBN 2023 bisa mengoptimalkan transfer ke daerah, termasuk dana desa. Menurut Jokowi, transfer daerah masih punya peranan sangat besar untuk mendorong perekonomian daerah.

"Selain itu, juga APBD harus sinkron dengan APBN artinya sinkron dengan prioritas nasional yang telah saya kira bolak-balik saya sampaikan terutama terkaitan dengan ekonomi kerakyatan dan ekspor dan berkaitan dengan investasi," ujar presiden. (DDTCNews) (kaw)

Baca Juga: APBN Defisit Rp77,3 Triliun pada Semester I/2024, Ini Kata Sri Mulyani

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, berita pajak, pajak, UMKM, PPh badan, PPh final, PP 23/2018, UU HPP, PP 55/2022, KEK, PP 40/2021

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya