Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Perluas Basis Pajak, Sri Mulyani Revisi Aturan PPN atas LPG Tertentu

A+
A-
7
A+
A-
7
Perluas Basis Pajak, Sri Mulyani Revisi Aturan PPN atas LPG Tertentu

Tampilan awal salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 62/2022.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 62/2022 yang mengatur tentang pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan liquefied petroleum gas (LPG) tertentu.

PMK 62/2022 diterbitkan untuk memperluas basis pajak atas pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) tertentu. Selain itu, beleid yang berlaku mulai 1 April 2022 ini juga menggantikan PMK 220/2020.

“PMK 220/2022 belum dapat menampung perkembangan kebutuhan pengaturan pajak pertambahan nilai atas penyerahan liquefied petroleum gas tertentu sehingga perlu diganti,” bunyi salah satu pertimbangan PMK 62/2022, Rabu (6/4/2022).

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

LPG tertentu adalah LPG yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu yang penggunanya atau penggunaannya, kemasannya, volume, dan/atau harganya masih diberikan subsidi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang energi dan sumber daya mineral.

Berdasarkan PMK 62/2022, penyerahan LPG tertentu oleh PKP dikenai PPN. Adapun PPN untuk penyerahan LPG tertentu yang bagian harganya disubsidi dibayar oleh pemerintah. Sementara itu, PPN untuk bagian harga yang tidak disubsidi menjadi tanggungan pembeli.

PPN atas penyerahan LPG tertentu yang bagian harganya yang tidak disubsidi (ditanggung pembeli) dihitung dengan 2 cara berbeda tergantung pada titik serahnya.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Pertama, titik serah badan usaha. PPN terutang pada titik ini dihitung dengan mengalikan tarif PPN dengan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (DPP). Nilai lain sebagai DPP itu dihitung dengan formula 100 / (100 + tarif PPN) dikali harga jual eceran (HJE) LPG tertentu pada titik serah agen.

Kedua, titik serah agen atau pangkalan. PPN terutang pada titik ini dipungut dan disetor dengan besaran tertentu. Besaran tertentu tersebut berbeda antara titik serah agen dan pangkalan. Misal, pada titik serah agen besaran tertentu ditetapkan 1,1/101,1 dari selisih lebih antara harga jual agen dan HJE.

Contoh, PT ABC selaku agen menyerahkan 5.000 tabung LPG tertentu kepada CV XYZ yang telah ditunjuk oleh PT ABC sebagai pangkalan. Harga jual agen sebesar Rp14.000 per tabung. Sementara itu, HJE yang berlaku sebesar Rp12.750,00 per tabung.

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Dalam hal PT ABC telah dikukuhkan sebagai PKP maka penyerahan tersebut terutang PPN dengan penghitungan sebagai berikut: 5000 x 1,1/101,1 x (Rp14.000 - Rp12.750) = Rp68.001. PPN terutang sebesar Rp68.001 sudah termasuk dalam selisih lebih antara harga jual agen dan HJE.

Besaran tertentu sebesar 1,1/101,1 berlaku untuk tarif PPN 11%. Bila tarif PPN 12% resmi berlaku maka besaran tertentu PPN terutang atas penyerahan LPG tertentu menjadi 1,2/101,2.

Lebih lanjut, pada titik serah pangkalan besaran tertentu sebesar 1,1/101,1 (untuk tarif PPN 11%) dan 1,2/101,2 (untuk tarif PPN 12%) dihitung dari selisih lebih antara harga jual pangkalan dan harga jual agen. PMK 62/2022 juga menguraikan ketentuan faktur pajak dan pengkreditan pajak masukan atas penyerahan LPG tertentu. (rig)

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pmk 62/2022, LPG tertentu, PPN, ekstensifikasi pajak, besaran tertentu, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Terima LHP dari BPK, Jokowi Kembali Soroti Perizinan yang Masih Rumit

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya