Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Perlukah Memiliki National Tax Relief Disaster Act?

A+
A-
3
A+
A-
3
Perlukah Memiliki National Tax Relief Disaster Act?

BERDASARKAN Data Informasi Bencana Indonesia Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2010–2019 (DIBI BNPB, 2019), dalam satu dekade terakhir tercatat sekitar 17.178 kejadian bencana alam di Indonesia.

Kejadian bencana yang masih segar dalam ingatan masyarakat adalah tsunami yang terjadi pada penutup tahun 2018 di Selat Sunda dan sekitarnya. Kejadian tersebut direspons positif pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan menerbitkan keputusan KEP-370/PJ/2018.

Melalui keputusan ini, DJP menetapkan keadaan kahar (force majeure) sehingga wajib pajak yang berada atau memiliki usaha di wilayah terdampak bencana tersebut memiliki kemudahan administrasi pajak.

Kemudahan itu berupa pengecualian dari pengenaan sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)Masa atau SPT Tahunan dan pembayaran pajak atau utang pajak yang akan jatuh tempo serta mendapatkan perpanjangan batas waktu untuk pengajuan permohonan upaya hukum.

Di tahun yang sama, hal serupa juga dilakukan DJP pascaterjadinya bencana alam besar di Lombok, Nusa Tenggara Barat dan Donggala, Sulawesi Tengah dengan menerbitkan KEP-209/PJ/2018 dan KEP-271/PJ/2018.

Kemudahan yang diberikan oleh otoritas pajak kepada wajib pajak tersebut perlu dilakukan karena wajib pajak berhak menerima reaksi positif dan simpati lebih apabila menjadi korban bencana alam atau keadaan kahar (force majeure) lainnya (Barber, 2016).

Konsep serupa telah diterapkan oleh otoritas pajak Inggris (Her Majesty's Revenue and Customs) yang memiliki diskresi untukmenunda pembayaran atas penagihan pajak kepada wajib pajak dalam hal terjadi bencana alam atau keadaan kahar (force majeure) lain yang diatur di dalam Finance Act 2008 (Maas, 2017).

Namun, adakah kemudahan pajak lain yang pemerintah berikan demi meringankan beban wajib pajak korban bencana alam, mengingat ada banyak aspek perpajakan yang terdampak atau terkait dengan kejadian bencana?

Pada dasarnya, terdapat peraturan keringanan lain sebagaimana diatur Pasal 6 ayat (1) huruf i UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang memberikan fasilitas pengurang penghasilan bruto bagi wajib pajak yang mengeluarkan biaya sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional.

Selain itu, juga Pasal 4 ayat (1) PMK No. 82/PMK.03/2017 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang memberikan fasilitas keringanan pengurangan PBB paling tinggi 100% dari PBB yang terutang dalam hal objek pajak terkena dampak bencana alam.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan pemerintah sudah memiliki upaya positif dengan memberikan simpati lebih berupa kemudahan kepada para wajib pajak korban bencana alam. Namun, faktanya masih terdapat aspek pajak yang belum diatur secaraterperinci.

Jika dilakukan komparasi, Amerika Serikat (AS) memiliki regulasi yang dapat mengatur para wajib pajak korban bencana alam yang terjadi di seluruh wilayah AS melalui satu regulasi, yaitu National Disaster Tax Relief Act.

Salah satu kelebihan yang mencolok dari regulasi tersebut adalah terdapat sedikitnya 30 aspek pajak yang diatur secara terintegrasi di dalam National Disaster Tax Relief Act. Di antaranya mengenai pengurangan pajak terkait dengan biaya pengobatan korban bencana alam.

Kemudian, pembebanan biaya perusahaan terkait bencana alam, akumulasi net operating loss selama 5 tahun akibat bencana alam, kredit pajak terkait dengan biaya rehabilitasi bangunan yang terkena bencana alam, dan beberapa aspek pajak lainnya.

Sebagaimana disampaikan oleh Wang (2014), melalui penerapan National Disaster Tax Relief Act wajib pajak akan lebih mendapatkan kepastian dan keadilan hukum yang dibutuhkannya ketika menjadi korban bencana alam.

Dengan demikian, penerapan National Disaster Tax Relief Act dapat menjadi acuan yang positif untuk pemerintah pusat dalam menyusun regulasi kedepannya demi memberikan kepastian dan keadilan hukum yang lebih baik bagi wajib pajak.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : bencana, pajak, kepastian hukum, analisis pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Minggu, 07 Juli 2024 | 17:00 WIB
KPP PRATAMA CURUP

Kegiatan Membangun Sendiri Dilakukan Bertahap, Begini Aturan PPN-nya

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya