Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Persoalan Intangibles dan Metode Transfer Pricing

A+
A-
4
A+
A-
4
Persoalan Intangibles dan Metode Transfer Pricing

TRANSFER pricing dalam transaksi aset tidak berwujud (intangibles) selalu menjadi isu menarik, khususnya bagi perusahaan multinasional (multinational enterprises/MNEs). Globalisasi mendorong banyak MNEs menggunakan dan mengeksploitasi intangibles melalui perusahaan anak.

Intangibles dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak memiliki bentuk fisik atau aset keuangan, tetapi dapat dimiliki atau dikendalikan dengan tujuan dapat digunakan di masa depan dalam kegiatan komersial perusahaan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD, 2017).

Pendekatan intangibles pada transfer pricing dan akuntansi berbeda. Dalam beberapa kasus, intangibles tidak dicatat pada laporan keuangan, tetapi dicatat laporan internal.

Karena itu, intangibles perlu dipertimbangkan dalam perspektif transfer pricing agar MNEs dapat mengatribusikan alokasi laba secara wajar sesuai dengan kontribusi masing-masing entitas atau perusahaan anak dalam MNEs (Lang et al., 2019).

Namun, sulitnya menilai kewajaran atas transaksi terkait dengan intangibles menimbulkan berbagai permasalahan. Karena itu, diperlukan pedoman yang membahas khusus tentang intangibles.

OECD telah merilis pedoman intangibles dalam Transfer Pricing Guidelines (TPG) 2017. Pedoman ini mengadopsi definisi intangibles tepat menurut transfer pricing dan memastikan penentuan harga wajar atas intangibles dialokasikan tepat sesuai dengan pembentukan nilai MNEs (Lang et al., 2019).

Masalah penentuan harga yang wajar atas intangibles merupakan hal yang sangat penting dalam transfer pricing. Hal ini dikarenakan adanya risiko bahwa intangibles tidak mencerminkan nilai yang ‘berharga’ sesuai dengan manfaatnya pada masa depan (Markham, 2005).

TPG 2017 juga membantu MNEs menentukan alokasi laba wajar sesuai fungsi yang dijalankan, aset yang digunakan, dan risiko terkait dengan pengembangan, peningkatan, perawatan, perlindungan, dan eksploitasi (development, enhancement, maintenance, protection, and exploitation/DEMPE).

Namun, setelah TPG 2017 itu dirilis, persoalan intangibles masih tetap belum selesai. Karena itu, pada 29 Oktober 2018, WU Transfer Pricing Centre di Vienna menggelar Simposium Transfer Pricing dan Intangibles yang membahas berbagai perkembangan terkini persoalan intangibles (Dziwinski, 2019).

Empat Metode
BERBAGAI permasalahan atas transaksi intangibles memang membuat otoritas pajak di berbagai yurisdiksi kesulitan menentukan basis pemajakan yang wajar pada MNEs (PWC, 2014). Sejauh ini ada empat metode yang dapat digunakan dalam menentukan penghasilan kena pajak (IRS, 2009).

Pertama, comparable uncontrolled transaction. Kedua, comparable profits method atau sering dikenal sebagai transactional net margin method (TNMM). Ketiga, profit split method. Keempat, unspesified method. Berdasarkan beberapa kasus di India, menetapkan alokasi laba dengan profit split method merupakan metode yang paling tepat.

Profit split method dipilih karena dianggap sebagai metode yang mampu mencerminkan kontribusi dari masing-masing entitas asosiasi sehubungan dengan penciptaan nilai atas fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang ditanggung (Swain, 2018).

Lebih lanjut, profit split method terbagi dalam tiga jenis dan dapat diterapkan pada keadaan berbeda, antara lain (i) overall profit split method; (ii) contributory profit split method; dan (iii) residual profit split method (RPSM).

RPSM merupakan metode yang digunakan untuk menentukan harga wajar atas transaksi afiliasi yang melibatkan kontribusi non-rutin atas intangibles yang sifatnya unik sehingga sulit untuk menemukan harga dan keadaan yang sebanding.

Selanjutnya, setiap laba residual yang telah dikurangi laba dari kegiatan rutin dialokasikan kepada para pihak berdasarkan laba yang diperoleh perusahaan sebanding yang melaksanakan fungsi, menggunakan aset, dan menanggung risiko yang sebanding (Kalson, 2018).

Dalam hal penerapannya, RPSM adalah metode yang paling tepat dalam hal pencarian perjanjian pembanding atas transaksi pembayaran imbal hasil dari intangibles, yakni royalti. Hal iIni sejalan dengan putusan yang ditetapkan oleh Income Tax Appellate Tribunal Bangalore, India, terhadap kasus Google India.

Putusan tersebut secara tegas menyebutkan bahwa RPSM merupakan metode yang paling tepat dalam hal benchmarking menguji kewajaran pembayaran royalti oleh Google India kepada Google Irlandia (Swain, 2018).

Laba residu dapat dibagi berdasarkan analisis fakta dan keadaan yang mengindikasikan bahwa pendapatan sehubungan dengan penggunaan intangibles telah dialokasikan secara wajar dan sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak dalam hal penciptaan nilai dan pengembangan intangibles.

Perlu dicatat penerapan RPSM dalam analisis transaksi intangibles membutuhkan perbaikan dan pengembangan di masa yang akan datang untuk mengidentifikasi dan menentukan basis penerapan metode yang paling tepat sesuai dengan alokasi laba pada masing-masing MNEs.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : intangibles, transfer pricing, analisis transfer pricing

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 22 Februari 2024 | 11:15 WIB
LITERATUR PAJAK

Promo Gajian! Ada Harga Spesial untuk Buku Transfer Pricing DDTC

Kamis, 22 Februari 2024 | 09:45 WIB
SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Lagi, Profesional DDTC Raih Sertifikasi Internasional Bidang Pajak

Rabu, 21 Februari 2024 | 17:07 WIB
KEPATUHAN PAJAK

DJP: Koreksi Transfer Pricing Harus Berangkat dari TPDoc Wajib Pajak

Rabu, 21 Februari 2024 | 13:41 WIB
PMK 172/2023

Kewajiban TP Doc Hanya untuk WP Bertransaksi Afiliasi, DJP Ungkap Ini

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya