Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

PK ke MA Sudah Terlalu Banyak, Waktunya Indonesia Adopsi Sistem Baru

A+
A-
1
A+
A-
1
PK ke MA Sudah Terlalu Banyak, Waktunya Indonesia Adopsi Sistem Baru

Binziad Kadafi dalam peluncuran buku Peninjauan Kembali: Koreksi Kesalahan dalam Putusan.

JAKARTA, DDTCNews - Buku karya Binziad Kadafi yang bertajuk Peninjauan Kembali: Koreksi Kesalahan dalam Putusan terbitan KPG diluncurkan pada hari ini, Senin (10/7/2023).

Dalam buku ini, Kadafi menawarkan fondasi baru mengenai sistem peninjauan kembali (PK) di Indonesia.

"Buku ini menegaskan fungsi PK untuk menjaga finalitas putusan, tidak hanya mengoreksi kesalahan. Untuk itu, buku ini menjembatani PK dengan ne bis in idem," ujar Kadafi.

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Kadafi menerangkan PK seyogianya adalah upaya hukum luar biasa untuk memeriksa ulang perbuatan pidana yang sudah diputus dengan putusan berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, alasan dari PK seharusnya luar biasa pula.

Namun, karakter luar biasa ini tidak tercermin pada kenyataan di lapangan. Faktanya, MA justru selalu kebanjiran perkara PK.

"Pada 2022 saja ada 9.519 permohonan PK yang masuk MA. 64% di antaranya memang perkara pajak, tetapi dari 3.400-an PK nonpajak yang masuk ke MA bila dibandingkan dengan 2021 peningkatannya sampai 66,5%. Pada pidana, rata-rata jumlah PK dalam 9 tahun terakhir mencapai 565 per tahun," ujar Kadafi.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Adapun jumlah PK pajak pada 2022 tercatat bertumbuh sebesar 80,85% bila dibandingkan dengan jumlah PK pajak pada tahun sebelumnya.

Bukannya berbeda dengan upaya hukum lainnya, PK seringkali hanya menjadi upaya hukum ketiga setelah kasasi. Adapun alasan PK yang paling banyak diajukan adalah kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.

"Belakangan PK dijadikan pengganti banding biasa. Strategi ini banyak dipilih karena KUHAP menjamin putusan PK harus lebih ringan atau minimal sama sanksinya dibandingkan dengan putusan awal yang dimintakan PK," ujar Kadafi.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Banyak terpidana yang tidak memilih untuk mengajukan banding dan kasasi, justru malah meng-inkracht-kan putusan di tingkat pertama agar bisa langsung diajukan PK.

Akibat tingginya arus PK ke MA, makin banyak putusan PK yang bermasalah. "Soal syarat materiil, ada yang menerapkan novum secara ketat, ada yang menerapkan secara longgar. Ada yang menafsirkan putusan saling bertentangan secara longgar, ada yang secara ketat," ujar Kadafi.

Guna memberikan fondasi baru dalam sistem PK, Kadafi berargumen alasan materiil dari PK harus terdiri dari novum, putusan yang saling bertentangan, falsum, dan pernyataan terbukti tanpa kesalahan. Menurut Kadafi, alasan-alasan inilah yang sesuai dengan asas ne bis in idem.

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

"Kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata sebaiknya dihapus dari alasan PK, karena dia hanya melibatkan soal question of law dan sama sekali tidak menyentuh soal fakta atau question of fact," ujar Kadafi.

Melalui bukunya, Kadafi juga menawarkan opsi bagi negara untuk memohonkan PK atas putusan yang merugikan berdasarkan alasan materiil baru, yakni falsum. Contoh terjadinya falsum adalah ketika hakim atau aparat penegak hukum menerima suap.

Merujuk pada praktik di Belanda, negara dalam hal ini diwakili oleh Procureur Generaal. Adapun Procureur Generaal adalah lembaga khusus di bawah mahkamah agung Belanda yang dalam kerjanya melibatkan banyak lembaga lain.

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Kadafi juga mengusulkan agar PK diajukan ke MA dan bila PK diterima maka permohonan PK tersebut akan diajukan kepada judex facti.

Pemeriksaan PK secara materiil dan substantif akan dilakukan oleh judex facti, yakni pengadilan tinggi yang terdekat dari locus delicti. "Tujuannya adalah agar bisa dilakukan pemeriksaan faktual dengan hukum acara yang berlaku mutatis mutandis," ujar Kadafi.

Akhirnya, pengadilan tinggi tersebut yang nantinya memutuskan apakah PK dikabulkan atau ditolak serta menyediakan ganti rugi bagi terpidana atau korban. (sap)

Baca Juga: Target Pajak Diperkirakan Tidak Tercapai, Shortfall Rp66,9 Triliun

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : penegakan hukum, Binziad Kadafi, peninjauan kembali, PK, MA, kasasi

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 06 Juli 2024 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Proses Pengembalian Setoran Pajak Dioptimalkan, Begini Penjelasan DJP

Sabtu, 06 Juli 2024 | 08:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Harga Komoditas Merosot, RI Perlu Cari Strategi Jaga Penerimaan Pajak

Sabtu, 06 Juli 2024 | 08:05 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Sudah 7 Layanan Resmi Pakai NIK sebagai NPWP, Siap-Siap Bertambah!

Sabtu, 06 Juli 2024 | 08:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Makan Siang Gratis Butuh Rp71 Triliun, DPR Pastikan Tak Bebani Fiskal

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya