Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sajikan Data di Akun Wajib Pajak, DJP Pakai Skema Prepopulated

A+
A-
8
A+
A-
8
Sajikan Data di Akun Wajib Pajak, DJP Pakai Skema Prepopulated

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) akan banyak menggunakan fitur atau skema prepopulated dalam pengembangan coretax administration system (CTAS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (25/7/2023).

Menurut Dirjen Pajak Suryo Utomo, dengan skema prepopulated, DJP berupaya memberikan kemudahan bagi wajib pajak, termasuk dalam penyusunan Surat Pemberitahuan (SPT). Terlebih, DJP sudah banyak mendapat data dan informasi wajib pajak dari pihak ketiga.

“Data dan informasi yang kita capture akan kita tuangkan dalam suatu SPT yang prepopulated. Itu akan dimunculkan dalam akun wajib pajak (taxpayer account). Jadi, wajib pajak tinggal lihat apakah sesuai. Kalau sesuai, tinggal submit,” ujarnya.

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Suryo mengatakan fitur prepopulated adalah sistem penyediaan data berdasarkan database yang telah dimiliki otoritas sebelumnya. Misalnya, untuk pengisian SPT Tahunan, data prepopulated dapat berasal dari bukti potong yang telah dilaporkan pemotong pajak.

Selain mengenai data prepopulated yang disajikan dalam akun wajib pajak, ada pula ulasan terkait dengan terbitnya PMK 72/2023 tentang Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud. Kemudian, ada bahasan tentang kinerja penerimaan pajak.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Wajib Pajak Tetap Perlu Mengecek Kembali

Fitur prepopulated akan memudahkan wajib pajak karena tinggal mencocokkan kebenaran data sebelum melaporkannya. Namun, wajib pajak tetap perlu mengecek kembali data prepopulated saat mengisi SPT Tahunan untuk memastikan tidak ada data yang keliru.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

"Kalau memang belum sesuai, silakan ditambahkan hal-hal yang mungkin belum ter-capture dalam sistem administrasi atau data yang disampaikan para pihak," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. (DDTCNews)

Data yang Dimiliki Ditjen Pajak

Dengan adanya reformasi perpajakan, wajib pajak dapat mengetahui posisi hak dan kewajiban perpajakan secara near real time. Terlebih, DJP tengah mempersiapkan taxpayer account management (TAM). Simak ‘Mulai 1 Mei 2024, DJP Implementasikan Akun Wajib Pajak’.

“Tadi kami sampaikan TAM, taxpayer account management. Jadi, Bapak-Ibu nanti bisa ngontrol orang pajak ini punya data apa terkait perusahaan saya sehingga Bapak-Ibu, confidence,” ujar Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP Imam Arifin.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Oleh karena itu, dia juga berharap wajib pajak juga secara jujur memberikan informasi kepada DJP. Adanya transparansi dari sisi informasi tersebut diharapkan juga berpengaruh pada ketepatan perlakuan (treatment). Simak ‘Dengan Akun Wajib Pajak, Perusahaan Bisa Tahu Data yang Dimiliki DJP’. (DDTCNews)

PMK Baru Soal Penyusutan dan Amortisasi

Kementerian Keuangan resmi menerbitkan PMK 72/2023. Beleid tersebut mengatur tentang penghitungan penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud untuk keperluan perpajakan.

PMK 72/2023 menjadi pelaksanaan Pasal 21 ayat (10) dan Pasal 22 ayat (5) PP 55/2022. PMK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 17 Juli 2023. Dengan berlakunya PMK 72/2023 maka PMK 248/2008, PMK 249/2008 s.t.d.d PMK 126/2012, dan PMK 96/2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (DDTCNews)

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Rancangan Peraturan Menyangkut PKKU

DJP sedang menyusun rancangan peraturan menteri keuangan (RPMK) tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU). DJP juga tengah mengevaluasi PMK 169/2015 mengenai penerapan debt to equity ratio (DER) untuk keperluan penghitungan PPh.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan RPMK PKKU disusun dalam rangka memperbaiki ketentuan penerapan PKKU yang berlaku saat ini.

"Untuk prinsip PKKU yang ini berlaku kita masih menggunakan PMK yang saat ini berlaku yakni PMK 22/2020. Jadi tidak ada kekosongan. PMK 22/2020 inilah yang kami coba evaluasi dan kita kalibrasi lagi, yang belum sesuai kita lakukan penyesuaian dan perbaikan," ujar Suryo. (DDTCNews)

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Pajak Digital

Director of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan kembali molornya implementasi Pilar 1 juga menandakan larangan tiap negara untuk menerapkan pajak layanan digital secara sepihak. Artinya, ada kesempatan yang hilang untuk mengenakan pajak.

Di sisi lain, mundurnya penerapan Pilar Satu ini akan memberikan waktu bagi setiap negara secara bersama-sama untuk menyepakati alokasi pemajakan yang lebih adil bagi pasar yurisdiksi. "Jadi terdapat kepastian karena melalui multilateral approach. Ini juga lebih kondusif bagi dunia usaha karena menjamin tax certainty (kepastian pajak),” katanya. (Kontan)

Penerimaan Pajak Semester I/2023

Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak pada semester I/2023 senilai Rp970,2 triliun. Angka tersebut setara dengan 56,5% dari target yang dipatok pemerintah, yakni Rp1.718 triliun.

Baca Juga: Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 9,9% (year on year/yoy). Menurutnya, kinerja pajak tersebut lebih cepat ketimbang belanja pemerintah pusat yang baru mencapai 39,7% dari pagu.

"Penerimaan jauh lebih cepat dalam mencapai target dibandingkan belanja negara yang masih di bawah 40%," katanya. Simak pula ‘Ada Pemilu, Dirjen Pajak Proyeksi Penerimaan PPh Korporasi Masih Kuat’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Cukai Rokok

Penurunan produksi hasil tembakau golongan 1 dan 2 memengaruhi kinerja penerimaan cukai. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada Januari—Juni 2023 senilai Rp102,38 triliun atau turun 12,6% secara tahunan.

Baca Juga: Target Pajak Diperkirakan Tidak Tercapai, Shortfall Rp66,9 Triliun

“[Penurunan kinerja penerimaan CHT] terutama karena produksi hasil tembakau dari golongan 1 dan 2 yang mengalami penurunan,” ujar Sri Mulyani.

Selain itu, sambungnya, tarif rata-rata tertimbang hanya naik 3,28% atau lebih rendah dari kenaikan normatif 10%. Hal ini disebabkan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) golongan 1—dengan tarif tinggi—yang masih menurun.

“Itu menyebabkan untuk produk terutama golongan yang lebih rendah, golongan 3, lebih diuntungkan,” kata Sri Mulyani. (DDTCNews)

Baca Juga: Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Restitusi Dipercepat

Kementerian Keuangan mencatat hingga 14 Juli 2023, sudah ada 1.895 wajib pajak orang pribadi yang memperoleh restitusi atas kelebihan pembayaran tanpa harus melalui proses pemeriksaan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan restitusi dipercepat kepada wajib pajak orang pribadi diberikan berdasarkan PER-5/PJ/2023. Restitusi dipercepat ini dibayarkan kepada wajib pajak orang pribadi dengan lebih bayar maksimal Rp100 juta.

"Sampai hari ini kami telah melakukan pengembalian kepada 1.895 wajib pajak, dan pengembangan sebesar Rp7,3 miliar," katanya. (DDTCNews/Kontan) (kaw)

Baca Juga: APBN Defisit Rp77,3 Triliun pada Semester I/2024, Ini Kata Sri Mulyani

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, berita pajak, pajak, akun wajib pajak, taxpayer account, TAM, DJP, prepopulated

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Minggu, 07 Juli 2024 | 17:00 WIB
KPP PRATAMA CURUP

Kegiatan Membangun Sendiri Dilakukan Bertahap, Begini Aturan PPN-nya

Minggu, 07 Juli 2024 | 15:30 WIB
UU KUP

Fungsi SPT bagi Wajib Pajak, PKP dan Pemotong Sesuai UU KUP

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:00 WIB
PAJAK PENGHASILAN

Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?