Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sengketa Jasa Pemeliharaan yang Tidak Dilaporkan dalam SPT

A+
A-
1
A+
A-
1
Sengketa Jasa Pemeliharaan yang Tidak Dilaporkan dalam SPT

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai jasa pemeliharaan kendaraan, mesin, serta pabrik yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT).

Otoritas pajak berpendapat terdapat objek PPh Pasal 23 yang tidak dilaporkan wajib pajak. Adapun objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong dan disetorkan ialah pembayaran jasa pemeliharaan kendaraan, mesin, serta pabrik.

Dalil wajib pajak yang menyatakan biaya senilai Rp156.077.334 merupakan pembelian bahan bangunan dan spare part tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan dalam buku besar wajib pajak tidak terdapat transaksi pembelian bahan bangunan dan spare part sebagaimana didalilkannya.

Baca Juga: Tidak Padankan NIK Jadi NPWP, Status NPWP Berubah Jadi Non-Aktif?

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan biaya senilai Rp156.077.334 yang dikoreksi otoritas pajak merupakan biaya pembelian bahan bangunan dan spare part dan bukan jasa pemeliharaan kendaraan, mesin, serta pabrik.

Dengan demikian, biaya tersebut tidak termasuk objek PPh Pasal 23. Adapun terhadap biaya jasa pemeliharaan kendaraan, mesin, serta pabrik sudah dipotong serta disetorkan seluruhnya kepada otoritas pajak.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak.

Baca Juga: Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan otoritas pajak tidak dapat menunjukkan bukti permohonan data pendukung kepada wajib pajak. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak berdasarkan bukti yang valid.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 41236/PP/M.III/12/2012 tanggal 8 November 2012, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Februari 2013.

Baca Juga: Terima Dana Sponsorship Kena Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 senilai Rp156.077.334.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan pada hasil pemeriksaan serta pengujian ekualisasi antara biaya-biaya dalam laporan laba/rugi dengan SPT Termohon PK, diketahui terdapat objek PPh Pasal 23 yang tidak dilaporkan senilai Rp156.077.334.

Adapun objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong dan disetorkan ialah pembayaran jasa pemeliharaan, perbaikan, dan pengangkutan. Dalil Termohon PK yang menyatakan biaya senilai Rp156.077.334 merupakan pembelian bahan bangunan dan spare part tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga: Sudah 7 Layanan Resmi Pakai NIK sebagai NPWP, Siap-Siap Bertambah!

Hal ini dikarenakan dalam buku besar Termohon PK tidak terdapat transaksi pembelian bahan bangunan dan spare part sebagaimana didalilkannya. Selain itu, pada saat keberatan pun Termohon PK tidak memberikan bukti pendukung sehingga tidak dapat membuktikan dalilnya tersebut. Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan koreksi PPh Pasal 23.

Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang telah dilakukan Pemohon PK. Dalam melakukan koreksi, Pemohon PK hanya menggunakan pendekatan ekualisasi dari nama akun ledger. Menurut Termohon PK, Pemohon seharusnya juga melakukan pemeriksaan terhadap dokumen transaksinya

Lebih lanjut, Termohon PK berpendapat biaya senilai Rp156.077.334 yang dikoreksi Pemohon PK merupakan biaya pembelian bahan bangunan dan spare part dan bukan jasa pemeliharaan kendaraan, mesin, serta pabrik.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Dengan demikian, biaya tersebut seharusnya tidak termasuk objek PPh Pasal 23. Adapun terhadap biaya jasa pemeliharaan kendaraan, mesin, serta pabrik sudah dipotong serta disetorkan seluruhnya kepada Pemohon PK.

Selain itu, Termohon PK juga sudah memberikan dokumen untuk mendukung dalilnya tersebut. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan laporan hasil pemeriksaan (LHP) Nomor LAP-73/WPJ.08/KP.0705/2009 tanggal 30 Maret 2009.

Dalam LHP tersebut, bukti yang telah diberikan Termohon PK ialah SPT PPh badan, bukti pemotongan pajak, akta pendirian, laporan keuangan, general ledger, dan bukti transaksinya.

Baca Juga: Nama Pengurus Tak Masuk Akta Pendirian, Boleh Tanda Tangan SPT Badan?

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 23 senilai Rp156.077.334 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung sudah melakukan pemeriksaan dan pengujian kembali. Berdasarkan pemeriksaan dan pengujian tersebut, Majelis Hakim Agung menyatakan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah tepat. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga: WP Cabang Buat Bupot dan Lapor SPT Masih di DJP Online Masing-Masing

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, PPh Pasal 23, jasa pemeliharaan, SPT

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 22 Juni 2024 | 10:15 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Ingat! NPWP Cabang Cuma Berlaku Sampai Juni, Bareng Integrasi NIK-NPWP

Jum'at, 21 Juni 2024 | 08:51 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

WP Tak Lapor SPT Tahunan Hingga Batas Perpanjangan, Bisa Diperiksa

Kamis, 20 Juni 2024 | 19:35 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Batas Perpanjangan SPT Tahunan Badan Hampir Habis, Bisa Ajukan Lagi?

Rabu, 19 Juni 2024 | 11:45 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP, Status SPT Kurang Bayar Bakal Berubah Real Time

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya