Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Ternyata Ini Alasan PMK Insentif Pajak Litbang Dirilis Paling Akhir

A+
A-
1
A+
A-
1
Ternyata Ini Alasan PMK Insentif Pajak Litbang Dirilis Paling Akhir

Analis Kebijakan Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Syarif Ibrahim Busono Adi saat memaparkan materi dalam sosialisasi PMK 153/2020, Senin (26/10/2020).

JAKARTA, DDTCNews – Peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai insentif pajak super deduction kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang) muncul paling akhir. Hal tersebut dikarenakan banyaknya aspek yang dipertimbangkan.

Analis Kebijakan Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Syarif Ibrahim Busono Adi mengatakan sejumlah pertimbangan dimaksudkan untuk menjamin keseimbangan antara pemberian insentif pajak yang tepat sasaran dan keberlangsungan penerimaan negara.

"Tantangan super deduction Litbang agar tepat sasaran ini meningkatkan jumlah pendaftaran paten di dalam negeri dan bisa mengurangi devisa keluar karena pembayaran Intellectual Property Rights (IPR)," katanya dalam sosialisasi daring Kemenperin mengenai PMK 153/2020, Senin (26/10/2020).

Baca Juga: Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Ibrahim memaparkan pendaftaran hak kekayaan intelektual baru berupa paten di Indonesia pada periode 2009-2018 masih sekitar 1.500. Angka tersebut tertinggal dari capaian Malaysia pada periode sama dengan pendaftaran sekitar 2.000 paten.

Pendaftaran paten baru di Singapura yang pada 2018 juga tercatat lebih dari 5.000. Sementara itu, negara seperti Jepang mencatatkan lebih dari 400.000 pendaftaran paten baru. Pada tahun yang sama, China mencatatkan 1,5 juta pendaftaran paten baru.

Agenda untuk menjamin insentif pajak yang tepat sasaran juga dihadapkan pada tantangan untuk menekan devisa keluar karena pembayaran IPR ke luar negeri. Menurutnya, Indonesia masih menjadi negara net importer IPR.

Baca Juga: Mulai Hari Ini! Warga Kota Bekasi, Ada Diskon Pajak PBB-P2 hingga 10%

Kondisi tersebut terlihat dari performa pada 2018. Pembayaran IPR ke luar negeri tercatat mencapai US$1,9 miliar. Sementara itu, ekspor pemanfaatan IPR pada tahun yang sama hanya mencapai US$50 juta.

"Jadi, devisa keluar karena pembayaran IPR seperti royalti itu masih besar dan ekspornya masih kecil dan cenderung stagnan di angka US$50 juta-US$60 juta," terangnya.

Oleh karena itu, desain kebijakan dirumuskan secara hati-hati untuk menjamin insentif tepat sasaran dengan indikator makin baiknya kinerja pendaftaran paten baru dan berkurangnya nilai impor IPR.

Baca Juga: Perkuat Penegakan Hukum Pajak, Kanwil DJP Kunjungi Kantor Polda

Salah satu contoh kebijakan untuk menjaga keseimbangan antara pemberian insentif tepat sasaran dan kesinambungan penerimaan negara adalah ketentuan pengurangan penghasilan bruto yang dibuat berjenjang. Tidak semua bisa bisa diklaim dalam satu tahun pajak yang sama. Simak artikel ‘Ini Maksimal Pembebanan Pengurangan Penghasilan Bruto Tiap Tahun Pajak’.

Selain itu, pemberian skema insentif juga dibuat secara berjenjang. Pada tahap pertama pelaku usaha yang memanfaatkan insentif diberikan pengurangan penghasilan bruto sebesar 100% dari biaya riil kegiatan Litbang.

Kemudian, tambahan pengurangan sebesar 200% bisa dimanfaatkan jika memenuhi empat kriteria utama. Pertama, tambahan diskon 50% jika hasil Litbang menghasilkan IPR yang didaftarkan di dalam negeri.

Baca Juga: Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi

Kedua, tambahan 25% jika hasil Litbang menghasilkan paten yang didaftarkan di luar negeri. Untuk memenuhi syarat kedua ini paten yang berada di luar negeri harus memiliki keterkaitan dengan paten yang terdaftar di dalam negeri.

Ketiga, tambahan pengurang penghasilan bruto sebesar 100% jika hasil paten sudah mencapai tahap komersialisasi. Keempat, tambahan diskon 25% jika hasil Litbang berupa paten dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga Litbang pemerintah atau lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.

"Jadi kebijakan super deduction secara gradasi dan jumlah pengurang yang dapat dimanfaatkan setiap tahun paling tinggi 40% menjadi cara pemerintah untuk memastikan kebijakan tepat sasaran dan menjaga kesinambungan kebijakan fiskal," imbuhnya. (kaw)

Baca Juga: E-Bupot 21/26, DJP: Kalau Sudah Pemadanan, Sebaiknya Pakai NPWP Ini

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : PMK 153/2020, PP 45/2019, super tax deduction, insentif pajak, litbang, R&D, DJP, BKF

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Penghasilan Orang Pribadi di Bawah PTKP Bisa Bebas PPh Final PHTB

Kamis, 04 Juli 2024 | 16:15 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sempurnakan Probis Pajak, Kemenkeu Siap Tindak Lanjuti Temuan BPK

Kamis, 04 Juli 2024 | 15:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

NITKU Digunakan Ditjen Pajak Bersama Pihak Lain

Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL

Melihat Porsi Belanja Perpajakan di Negara Anggota ADB

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya