Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

UU HPP Sudah Terbit, Perubahan UU KUP Ini Resmi Berlaku

A+
A-
35
A+
A-
35
UU HPP Sudah Terbit, Perubahan UU KUP Ini Resmi Berlaku

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah resmi mengundangkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 29 Oktober 2021. Dengan demikian, perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang dimuat dalam UU HPP juga resmi berlaku.

Seperti diketahui, UU HPP mengubah ketentuan pada berbagai undang-undang perpajakan, termasuk KUP. Namun, jadwal pemberlakuan perubahan ditetapkan berbeda-beda. Berdasarkan pada Pasal 19, perubahan UU KUP mulai berlaku sejak tanggal UU HPP diundangkan.

“Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan [29 Oktober 2021],” demikian bunyi Pasal 19 UU HPP, dikutip pada Kamis (4/11/2021).

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Berikut ini perincian perubahan UU KUP yang dimuat dalam UU HPP.

Pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wajib pajak orang pribadi (WPOP)

Ketentuan penggunaan NIK sebagai NPWP WPOP tercantum dalam Pasal 2 ayat (1a) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP. Namun, Ditjen Pajak (DJP) menegaskan integrasi data NIK dan NPWP tidak serta merta membuat WNI langsung memiliki kewajiban membayar pajak. Simak ‘Pemberlakuan NIK sebagai NPWP, Begini Perinciannya Menurut DJP’.

Pemberian kesempatan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) meski telah dilakukan pemeriksaan

UU HPP mengubah Pasal 8 ayat (4) UU KUP. Perubahan ini membuat wajib pajak kini hanya punya kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT sepanjang dirjen pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Simak ‘UU HPP, Pengungkapan Ketidakbenaran SPT Maksimal Sebelum SPHP Terbit’.

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Penurunan besaran sanksi dalam Pasal 13 ayat (3) UU KUP

UU HPP mengubah besaran sanksi administrasi sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dalam Pasal 13 ayat (3) UU KUP. Perubahan tersebut membuat sanksi yang dikenakan dalam Pasal 13 ayat (3) kini lebih rendah dan tidak hanya berupa kenaikan. Simak ‘Sanksi Administrasi Pajak Pasal 13 ayat (3) UU KUP Diturunkan’.

Pengaturan asistensi penagihan pajak global

Melalui Pasal 20A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, pemerintah mengatur ketentuan pelaksanaan bantuan penagihan pajak dengan negara/yurisdiksi mitra. Ketentuan lebih lanjut perihal bantuan penagihan pajak ini akan diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK. Simak ‘DJP Bisa Minta Bantuan Negara Mitra untuk Penagihan Pajak’.

Penurunan besaran sanksi terkait permohonan keberatan atau banding wajib pajak

Perubahan besaran sanksi tersebut tertuang dalam Pasal 25 dan Pasal 27 UU KUP s.t.d.t.d. UU HPP. Adanya perubahan ini membuat sanksi atas keberatan turun menjadi 30% dari sebelumnya 50%. Sementara sanksi atas banding turun menjadi 60% dari sebelumnya 100%.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Selain itu, melalui Pasal 27 tersebut, pemerintah mengatur pengenaan sanksi denda sebesar 60% apabila putusan peninjauan kembali (PK) menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Simak ‘UU KUP Direvisi, Sanksi Denda Keberatan dan Banding Jadi Lebih Ringan’.

Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding

Melalui Pasal 27C UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, pemerintah mengatur kembali ketentuan MAP agar pelaksanaannya dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan MAP akan diatur dengan atau berdasarkan PMK. Simak ‘UU HPP Atur Ulang Ketentuan MAP, Begini Detailnya’.

Ketentuan Kompetensi Tertentu Bagi Kuasa Wajib Pajak

Melalui Pasal 32 ayat (3a) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, pemerintah mengharuskan kuasa wajib pajak untuk memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan. Kompetensi tertentu tersebut antara lain jenjang pendidikan tertentu, sertifikasi, dan/atau pembinaan oleh asosiasi atau Kementerian Keuangan. Simak ‘UU HPP Ubah Ketentuan Soal Kuasa Wajib Pajak’.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak

Pasal 32A UU s.t.d.t.d UU HPP memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menunjuk pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak. Adapun pihak lain yang dapat ditunjuk merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi. Simak ‘Menkeu Bisa Tunjuk Pihak Lain Jadi Pemotong/Pemungut Pajak’.

Penambahan Kewenangan Penyidik untuk Blokir/Sita Harta Kekayaan Tersangka Tindak Pidana Pajak

Penambahan wewenang itu tertuang dalam Pasal 44 ayat (2) huruf j UU KUP. Pasal tersebut memberikan wewenang kepada pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) DJP sebagai penyidik untuk melaksanakan penyitaan dan/atau pemblokiran harta kekayaan tersangka tindak pidana pajak. Simak ‘Penyidik DJP Bisa Sita dan Blokir Harta Tersangka Tindak Pidana Pajak’.

Penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan pemulihan kerugian penerimaan negara

UU HPP mengubah besaran sanksi denda yang harus dibayar wajib pajak/tersangka jika ingin penyidikan atas tindak pidana perpajakannya dihentikan (Pasal 44B UU KUP). Besaran sanksi denda tersebut kini dibuat berjenjang tergantung pada perbuatan yang dilakukan wajib pajak. Simak ‘Sanksi Penghentian Penyidikan Pasal 44B UU KUP Direvisi’.

Baca Juga: Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Pemerintah juga memperluas ultimum remedium tindak pidana perpajakan hingga tahap persidangan. Selain itu, pemerintah mengatur tidak adanya opsi menggantikan (subsider) pembayaran pidana denda dengan kurungan melalui Pasal 44C UU KUP s.t.d.t.d UU HPP. Simak ‘Diatur dalam UU HPP, Pidana Denda Tidak Dapat Diganti Kurungan’. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : UU HPP, pajak, UU KUP, NIK, NPWP, sanksi, keberatan, banding, MAP, Ditjen Pajak, DJP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Minggu, 07 Juli 2024 | 17:00 WIB
KPP PRATAMA CURUP

Kegiatan Membangun Sendiri Dilakukan Bertahap, Begini Aturan PPN-nya

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya