Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Bappenas: Indonesia Terjebak dalam Middle Income Trap Selama 30 Tahun

A+
A-
1
A+
A-
1
Bappenas: Indonesia Terjebak dalam Middle Income Trap Selama 30 Tahun

Pekerja melintasi pelican crossing di Jakarta, Senin (6/2/2022). Badan Pusat Statik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV tahun 2022 mencapai 5,31 persen secara tahunan (yoy), angka tersebut sesuai dengan target APBN 2022 yang dipatok pemerintah sebesar 5,1-5,3 persen (yoy). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Indonesia sudah terperangkap dalam jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap) selama 30 tahun terakhir. Fakta ini disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas) Suharso Monoarfa dalam rapat terbatas yang digelar bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Suharso mengungkapkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 20 tahun terakhir masih di level 4,01%. Setelah sempat terkontraksi akibat pandemi Covid-19, ekonomi Indonesia baru bisa bangkit dengan pertumbuhan di atas 5% pada 2022 lalu.

"Dalam skenario yang disusun Bappenas, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 6% agar mampu secara graduasi keluar dari middle income trap, karena kita sudah 30 tahun di middle income trap," kata Suharso dilansir Sekretariat Kabinet, dikutip pada Rabu (29/3/2023).

Baca Juga: Terima LHP dari BPK, Jokowi Kembali Soroti Perizinan yang Masih Rumit

Berdasarkan evaluasi, Bappenas mengidentifikasi sejumlah faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Dua di antaranya yang paling utama adalah rendahnya produktivitas faktor total sebagai salah satu parameter kualitas pertumbuhan ekonomi, serta ketimpangan per kapita antarprovinsi yang masih tinggi.

Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Suharso menilai pemerintah perlu memanfaatkan momentum demografi untuk menaikkan produk domestik bruto (PDB) per kapita secara cepat.

"Bonus demografi itu dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh setiap negara bangsa untuk melepaskan diri dari GNI per kapitanya yang rendah," kata Suharso.

Baca Juga: Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Indonesia bisa saja belajar dari Korea Selatan dalam menggenjot pendapatan per kapita dengan memanfaatkan bonus demografi. Ketika memasuki periode bonus demografi pascaperang Korea, yakni sekitar 1960-an, pendapatan per kapita Korea Selatan hanya US$3.530. Kini, angkanya melonjak menjadi US$35.000. Bonus demografi Korea Selatan sendiri diprediksi akan berakhir pada 2028.

Dengan beragam tantangan tersebut, pemerintah mulai menyusun Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Melalui RPJPN tersebut, Indonesia harus melakukan tranformasi untuk mendorong pembangunan yang lebih baik dan mencapai visi Indonesia Emas 2045: Negara Maritim yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan.

"Kami telah menyampaikan kerangka pikirnya, kami telah menyampaikan kisi-kisi yang dibahas, yang akan nanti menjadi naskah akademik di dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional," ujarnya.

Baca Juga: Jokowi Klaim IKN Bakal Dukung Sektor Pertanian Daerah Sekitarnya

RPJPN ini, lanjut Suharso, akan menjadi panduan seluruh komponen bangsa dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.

"Kita juga telah melakukan review terhadap capaian pembangunan selama 2 dekade sebelumnya. Kita juga memperhitungkan megatren global dan apa yang kita miliki sebagai modal dasar pembangunan, dan tentu tantangan-tantangan yang harus kita jawab ke depan dengan paradigma baru, terobosan baru, imperatif dan kohesif," imbuhnya.

Di dalam ratas, ujar Suharso, Presiden Jokowi mengingatkan jajarannya untuk memilih strategi besar dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Baca Juga: Asumsi Makro APBN 2025 Disepakati, Ekonomi Diproyeksi Tumbuh 5,1-5,5%

“RPJP itu sendiri adalah strategic direction yang menjadi pedoman untuk semua stakeholder tetapi memang diperlukan sebuah strategi besar yang kita akan pilih dalam rangka melakukan itu. Nah yang ditawarkan oleh Bappenas adalah transformasi sosial ekonomi dan tata kelola,” kata Jokowi. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : perekonomian nasional, pertumbuhan ekonomi, middle income trap, Jokowi, Bappenas

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 12 Juni 2024 | 16:03 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Meski Sulit Dicapai, Jokowi Tetap Targetkan Stunting Turun ke 14%

Rabu, 12 Juni 2024 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Target Jadi Negara Maju, Ekonomi RI Perlu Tumbuh 6% - 8% per Tahun

Minggu, 09 Juni 2024 | 17:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Jokowi Minta Energi Hijau di IKN Dioptimalkan, Ada Insentif Pajaknya

Minggu, 09 Juni 2024 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Anggaran Besar tapi Target Stunting Sulit Tercapai, Ini Kata Bappenas

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya