Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

BKF Beberkan 4 Alasan Wajib Pajak Memilih Simpan Uang di Luar Negeri

A+
A-
8
A+
A-
8
BKF Beberkan 4 Alasan Wajib Pajak Memilih Simpan Uang di Luar Negeri

Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Joni Kiswanto dalam acara DJP Tax Live. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews – Joni Kiswanto, Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengungkapkan ada 4 alasan wajib pajak kerap menaruh uangnya di luar negeri, disimpulkan dari literasi perpajakan internasional.

Pertama, tarif pajak rendah seperti di negara-negara yang kerap disebut sebagai suaka pajak atau tax haven country. Tarif pajak yang ditawarkan bahkan bisa mencapai 0% bagi korporasi.

“Otomatis wajar ya orang taruh uang di sana, karena nggak mau dipotong pajak gede-gede,” kata Joni dalam acara Tax Live: Ungkap Pajak Untuk Indonesia, dikutip Sabtu (19/2/2022).

Baca Juga: Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Dia mencontohkan Singapura dengan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan yang berlaku sebesar 17%. Secara geografis, Singapura juga dekat dengan Indonesia sehingga posisinya strategis bagi wajib pajak dalam negeri untuk menaruh uangnya.

Selain Singapura, Joni menyebut negara-negara lain yang kerap jadi tujuan penghindaran pajak yakni Hong Kong dan Swiss yang tarif pajak korporasinya 16%. Lalu, Cayman Island yang bagikan membanderol PPh Badan 0%.

“Kalau itu digunakan di negara tersebut untuk buka usahanya bisnis baru kan dapat penghasilan juga, dan kena pajaknya otomatis kecil juga di sana. Jadi mereka prefer taruh uang di sana,” kata Joni.

Baca Juga: Tidak Padankan NIK Jadi NPWP, Status NPWP Berubah Jadi Non-Aktif?

Alasan kedua, Joni menyampaikan banyak wajib pajak juga yang mempertimbangkan insentif pajak yang diberikan kepada dunia usaha.

Ketiga, faktor stabilitas ekonomi dan politik. “Tidak ada orang yang mau taruh uangnya di negara yang lagi kacau, nanti tidak bisa diambil,” ucap Joni.

Keempat, terkait dengan keamanan dan kerahasiaan data. Joni mengatakan di tax haven country biasanya data dan informasi wajib pajaknya akan dilindungi dan dirahasiakan.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak Daerah, Pemkot Sasar Pujasera atau Food Court

“Itu pasti akan lebih nyaman lagi terutama yang dananya ilegal dari korupsi atau perdagangan yang ilegal. Inilah kira-kira faktor yang membuat orang lebih suka taruh uangnya di luar negeri,” kata Joni.

Sementara itu, Joni mengatakan pemerintah Indonesia sudah berupaya agar tarif pajak dalam negeri lebih kompetitif. Salah satunya, dengan menurunkan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% yang berlaku sejak 2020.

“Memang belum setara karena tarif diatur dalam Undang-Undang (UU) banyak yang perlu dipertimbangkan. Tidak bisa serta-merta kita ikutan tarif 17%. Ada kajian di sana berapa tarif yang masih mungkin diterapkan untuk masih bisa bersaing dengan negara lain,” ujar Joni.

Baca Juga: Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

Sementara itu, dari sisi kerahasiaan data, Joni menyebut hal ini tampaknya akan sulit diwujudkan bagi wajib pajak. Sebab, berbagai negara sudah berkomitmen melakukan pertukaran data, misalnya negara-negara yang tergabung dalam G-20.

“Kalau faktor kerahasiaan agak sulit, karena antar negara trennya sudah buka-bukaan antar informasi negara. Jadi sepanjang kita memberikan competitiveness tapi tanpa harus melanggar dari koridor UU,” imbuhnya. (sap)

Baca Juga: Kumpulkan Data Pengusaha, Petugas Pajak Kunjungi Dinas Pariwisata

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pengawasan pajak, kepatuhan pajak, pemeriksaan pajak, KPDL, basis data, rasio pajak, SP2DK, KP2KP, penyuluhan pajak, tax haven, suaka pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 30 Juni 2024 | 15:30 WIB
KEPATUHAN PAJAK

KPK Ingatkan Pelaku Usaha Pertambangan untuk Patuh Pajak

Minggu, 30 Juni 2024 | 12:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Kepatuhan Kooperatif, Penerapan CRM Perlu Didukung dengan TCF

Sabtu, 29 Juni 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Meski NIK-NPWP Sudah Valid, WP Perlu Update Data Jika Ada Perubahan

Kamis, 27 Juni 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pemadanan NIK-NPWP Tidak Bikin Status WP yang Non-Aktif Jadi Aktif

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya