Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

GPN dan Perluasan Basis Pajak

A+
A-
6
A+
A-
6
GPN dan Perluasan Basis Pajak

Pimpinan Bank Indonesia (BI) dan sejumlah menteri kabinet berpose dalam peluncuran Gerbang Pembayaran Nasional, Senin (4/12/2017). (Foto: BI)

PEKAN lalu Bank Indonesia (BI) meluncurkan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Seremoni peluncurannya lumayan heboh. Ada Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan tentu saja para pejabat teras lembaga keuangan dan perbankan.

Dalam sesi sambutan, Menko Perekonomian mengungkapkan penasarannya tentang persiapan GPN yang terlalu lama, mengingat gagasannya sudah ada sejak 20 tahun silam. “Mungkin karena persoalan yang menyangkut teknologi ini lebih dulu pemain di lapangan daripada regulator,” katanya.

Dalam konteks perbankan, ia menjelaskan, ketika ada satu atau dua bank yang lebih dahulu masuk dan menggelontorkan banyak investasi ke sektor tersebut, situasinya agak sulit bagi regulator untuk mengubahnya karena ada faktor kompetisi dan kepentingan lainnya.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Karena itu, Darmin mengaku senang dan bersyukur GPN yang juga disebut dengan National Payment Gateway tersebut akhirnya bisa terealisasi. Apalagi, Darmin juga pernah 4 tahun menakhodai BI, 1 tahun sebagai Deputi Gubernur Senior, dan 3 tahun sebagai Gubernur BI.

Jika Darmin melihatnya dari konflik kepentingan itu, lain lagi Menkeu Sri Mulyani. Ia melihatnya dari sudut pandang pajak. “Teorinya, saya akan mendapat informasi mengenai transaksi itu. Ujungnya adalah itu database penting untuk kewajiban perpajakan,” katanya, juga dalam sambutan acara itu.

Secara umum, tidak ada yang salah dengan pernyataan Darmin atau Sri Mulyani. Tapi kami melihat, apa yang sebetulnya dirancang oleh GPN pada dasarnya sudah terjadi, meski belum sepenuhnya, dan belum efisien karena masih ada biaya. Karena itu, GPN ini bukan sesuatu yang istimewa alias biasa.

Baca Juga: Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Boleh dikatakan, tidak ada effort luar biasa di balik GPN ini. Semua mulus-mulus saja. Peraturan BI (PBI) mengenai GPN dirilis 21 Juni 2017, sedangkan beleid turunannya Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) terbit 20 September 2017, hingga kemudian di-launching 4 Desember 2017.

Namun, GPN tetap layak diapresiasi. Ia baik, tapi tidak istimewa. Ia baru dikatakan istimewa apabila data transaksi melalui ATM itu terkoneksi dengan data transaksi lain, serta data kependudukan yang integrasinya sedang berjalan melalui e-KTP. Dengan kata lain, single identification number (SIN).

GPN tentu bisa dilihat sebagai salah satu bagian dari infrastruktur terbangunnya sebuah sistem SIN. Bahkan lebih dari itu, sebuah Pusat Data Nasional, yang mengintegrasikan data transaksi keuangan privat (NPWP), transaksi keuangan publik (e-Audit), sekaligus data kependudukan (e-KTP).

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Inilah yang seharusnya diupayakan bersama-sama baik oleh Gubernur BI, Menko Perekonomian, dan Menteri Keuangan. Inilah peluang sekaligus kesempatan untuk membangkitkan kembali gagasan SIN yang terkubur 10 tahun silam, yang tentu akan sangat berguna bagi kepentingan negara.

Memang, tidak mudah mewujudkan hal itu. Namun, kita sudah memiliki konsensus tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan melalui UU No. 9 Tahun 2017 dan PMK No.70/PMK.03/2017—yang direvisi 2 pekan kemudian menjadi PMK No. 73/PMK.03/2017.

Dari situ kita tahu ada dua konteks dalam mendapatkan informasi tersebut. Pertama, untuk informasi yang akan dipertukarkan secara otomatis, berlaku Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2017 dan Pasal 17 PMK 73. Kedua, untuk informasi yang diminta DJP, berlaku Pasal 4 UU No. 9 Tahun 2017 dan Pasal 25 PMK 73.

Baca Juga: Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Pada konteks pertama, iformasi keuangan yang akan dipertukarkan bukanlah data transaksi via ATM/ EDC (electronic data capture), melainkan data sesuai Pasal 2 UU No. 9 Tahun 2017 dan Pasal 19 PMK 73, yaitu identitas, nomor rekening, bank, saldo (>Rp1 miliar), dan penghasilan lain terkait rekening.

Pada konteks kedua, informasi yang diminta DJP, dilakukan hanya dalam rangka pelaksanaan peraturan perpajakan, antara lain untuk pengawasan, ekstensifikasi; pemeriksaan; penagihan; pemeriksaan bukti permulaan; penyidikan; atau penyelesaian upaya hukum perpajakan

Sampai di sini bisa kita simpulkan, apabila BI mengintegrasikan seluruh data transaksi via ATM dan EDC, maka ini akan sangat membantu otoritas pajak, terutama dalam memperluas basis data pajak sesuai dengan kekuasaan yang diberikan Pasal 4 UU No. 9 Tahun 2017 dan Pasal 25 PMK 73.

Baca Juga: Target Pajak Diperkirakan Tidak Tercapai, Shortfall Rp66,9 Triliun

Tentu dibutuhkan langkah sistematis dan terstruktur untuk bisa meletakkan GPN dalam konteks SIN. Jika Gubernur BI, Menko Perekonomian dan Menkeu bahu-membahu mewujudkan itu, Insya Allah, rawe-rawe rantas malang-malang putung, kita semua niscaya akan berdiri memberikan dukungan!

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Sri Mulyani, Darmin Nasution, Perppu No. 1 Tahun 2017, UU No. 9 Tahun 2017 , AEoI, informasi perpaja

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 27 Juni 2024 | 16:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN Turun, Sri Mulyani Sebut Konsumsi Masyarakat Tetap Positif

Kamis, 27 Juni 2024 | 12:03 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Sri Mulyani Sebut Inflasi Terjaga Rendah, Ekonomi RI Masih Stabil

Kamis, 27 Juni 2024 | 11:35 WIB
PENERIMAAN PAJAK

PPh Badan Minus 35,7%, Profitabilitas Perusahaan Turun Signifikan

Kamis, 27 Juni 2024 | 11:25 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kontraksi Penerimaan Pajak Berlanjut Hingga Mei 2024, Begini Detailnya

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya