Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Koreksi Fiskal atas Biaya Bunga Pinjaman

A+
A-
12
A+
A-
12
Koreksi Fiskal atas Biaya Bunga Pinjaman

BESARNYA penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Ketentuan tersebut diamanatkan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 36/2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) beserta penjelasannya.

Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

Ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU PPh beserta penjelasannya tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.45/2019 (PP 94/2010 jo PP 45/2019).

Pasal 13 PP 94/2010 jo PP 45/2019 mengatur bahwa pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan BUT adalah termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan tiga ketentuan yang tidak bersifat akumulatif.

Baca Juga: Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Pertama, penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Kedua, penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. Ketiga, penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU PPh dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh.

Lebih lanjut, sesuai ketentuan yang di atur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan berupa bunga deposito, tabungan, serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diterima baik oleh wajib pajak badan maupun wajib pajak orang pribadi merupakan objek pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final.

Pengenaan PPh final ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 123/2015 tentang Perubahan atas PP No. 131/2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (PP 123/2015).

Baca Juga: Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Dengan pengenaan pajak yang bersifat final maka biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wajib pajak, atau dengan kata lain tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal.

Namun demikian, terdapat pengecualian terkait dengan perlakuan biaya bunga yang dibayar atau terutang dalam hal wajib pajak menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga deposito atau tabungan lainnya.

Hal itu ditegaskan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-46/PJ.4/1995 (SE-46/1995). Ketentuan tersebut memberikan penegasan terkait biaya yang boleh dibebankan secara fiskal (deductible expense) maupun biaya yang tidak dapat dibebankan secara fiskal (non deductible expense) terkait dengan bunga pinjaman.

Baca Juga: E-Bupot 21/26, DJP: Kalau Sudah Pemadanan, Sebaiknya Pakai NPWP Ini

Dalam butir angka 3 SE-46/1995 dinyatakan:

“Dapat terjadi bahwa dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya langsung atau tidak langsung berasal dari pinjaman atau dana yang berasal dari pihak ketiga yang dibebani biaya bunga. Apabila hal tersebut terjadi wajib pajak dapat memperkecil penghasilan kena pajak secara tidak wajar, karena bunga yang terutang atau dibayar atas pinjaman tersebut dikurangkan sebagai biaya, sedangkan bunga yang diterima atau diperoleh yang berasal dari penempatan dana dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak karena telah dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 15%."

Sehubungan dengan hal di atas, SE-46/1995 kemudian memberi penegasan terkait cara menghitung koreksi biaya bunga pinjaman, antara lain sebagai berikut.

Baca Juga: PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Pertama, apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya maka bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya.

Kedua, apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya maka bunga atas pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.

Contoh Kasus

Baca Juga: Terima Dana Sponsorship Kena Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Pada 2019 PT. A mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan batas maksimum senilai Rp200.000.000 dan tingkat bunga pinjaman 20%. Dari jumlah tersebut telah diambil pada Februari senilai Rp125.000.000, pada Juni diambil lagi senilai Rp25.000.000 dan sisanya (Rp50.000.000) diambil pada Agustus.

Di samping itu, wajib pajak mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito dengan perincian sebagai berikut:

  • Februari s.d Maret senilai Rp25.000.000
  • April s.d Agustus senilai Rp46.000.000
  • September s.d Desember senilai Rp50.000.000

Dengan demikian bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Uang Bulanan Suami untuk Istri yang Statusnya Pisah Harta, Objek PPh?
  1. Rata-rata pinjaman per bulan:Dari perhitungan di atas, rata-rata pinjaman per bulan adalah Rp1.800.000.000/12 = Rp150.000.000.
  2. Rata-rata deposito per bulan:

Dari perhitungan di atas, rata-rata deposito per bulan adalah Rp480.000.000/12 = Rp40.000.000.

Berdasarkan perhitungan rata-rata pinjaman dan deposito per bulan maka biaya bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal adalah sebagai berikut:

= 20% x (Rp150.000.000 - Rp40.000.000,00)

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

= Rp22.000.000.

Ketentuan Lain

Dalam butir angka 5 SE-46/1995, terdapat ketentuan pengecualian di mana wajib pajak tidak perlu melakukan penghitungan kembali atas biaya pinjaman yang dapat dibebakan secara fiskal. Dalam hal ini, bunga yang dibayarkan atau terutang atas pinjaman wajib pajak dari pihak ketiga dapat dibebankan sebagai biaya (deductible expense) sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, apabila memenuhi ketentuan berikut:

Baca Juga: Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?
  • dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang atas jasanya dikenakan PPh yang bersifat final,
  • adanya keharusan bagi wajib pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sepanjang jumlah deposito dan tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan tersebut: misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan di bank pemerintah,
  • dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut dananya berasal dari tambahan modal dan sisa laba setelah kena pajak.

Dari ketentuan SE-46/1995 di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, wajib pajak diperkenankan untuk menempatkan dana pinjaman dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya baik secara langsung atau tidak langsung, tetapi wajib pajak perlu melakukan penghitungan kembali terkait dengan biaya pinjaman yang dapat dibebankan secara fiskal.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kelas pajak, rekonsiliasi fiskal, biaya pajak, PPh, koreksi fiskal, biaya, bunga pinjaman

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 01 Juli 2024 | 11:43 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong di e-Bupot 21/26, Pemotong PPh Tidak Repot Kirim Manual

Senin, 01 Juli 2024 | 10:55 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Update Lagi! E-Bupot 21/26 Versi 2.0 Dirilis di DJP Online

Senin, 01 Juli 2024 | 08:53 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Belum Saklek Terapkan NIK sebagai NPWP, Jadinya Berlaku Gradual

Minggu, 30 Juni 2024 | 14:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Aplikasi e-Bupot Diperbarui, Bupot PPh 21 Terkirim Otomatis ke Pegawai

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya