Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pentingnya Menggenjot Penerimaan Pajak Saat Pandemi

A+
A-
10
A+
A-
10
Pentingnya Menggenjot Penerimaan Pajak Saat Pandemi

TAHUN 2020 menjadi tahun yang berat bagi Indonesia. Target pertumbuhan ekonomi 5% pupus ketika muncul pandemi Covid-19. Kegiatan ekonomi menjadi terhambat kala pembatasan jarak fisik diterapkan pemerintah. Gaya hidup pun berubah 180 derajat dengan istilah ‘new normal’.

Keadaan ini kemudian menjadikan ekonomi terempas, ditandai dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) triwulan III/2020 sebesar minus -3,49% hingga Indonesia masuk ke dalam resesi. Sayangnya, masih belum dapat diketahui kapan situasi ini akan berakhir.

Lemahnya daya beli masyarakat akibat penurunan pendapatan dan produktivitas menjadi faktor utama melemahnya ekonomi selain faktor kesehatan. Untuk menopang itu, pemerintah melakukan relaksasi berbagai kebijakan perpajakan. Akibatnya, penerimaan pajak pun ikut melemah.

Berdasarkan catatan DDTC Fiscal Research, usaha Pemerintah Indonesia dalam relaksasi pajak saat pandemi ini sejalan dengan tren global. Mulai dari kelonggaran administrasi, relaksasi withholding tax, hingga pembebasan pajak atas barang dan jasa tertentu.

Dengan lesunya ekonomi dan berbagai relaksasi itu, penerimaan perpajakan 2020 diperkirakan turun Rp403,1 triliun dari target Rp1.865,7 menjadi Rp1.462,7 triliun. Inilah sebenarnya yang menjadi ‘PR’ pemerintah untuk mengoptimalkan pajak guna mencegah resesi yang berkepanjangan.

Sayang, reformasi birokrasi mungkin tidak dapat berjalan dengan cepat di tengah pandemi ini. Ditambah, perbedaan pandangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam menangani pandemi menjadi sangat krusial di tengah naiknya kurva penyebaran dan test massal.

Alternatif lainnya, pemerintah baik pusat dan daerah perlu menyeimbangkan kebijakan dan regulasi dengan mengesampingkan ego sektoral. Wajib pajak juga perlu mendorong pemangku jabatan untuk saling berkoordinasi dalam melaksanakan kebijakan perpajakan.

Tiga Argumen
ADA sedikitnya tiga argumen agar pemerintah mampu menggenjot penerimaan pajak saat pandemi ini. Pertama, pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi memetakan pajak pusat dan daerah, dan memberikan indikator pada setiap daerah yang terkena dampak ekonomi Covid-19.

Daerah yang terdampak ini kemudian diberikan insentif. Sementara itu, daerah yang mendapat indikator baik atau tidak terdampak secara signifikan dapat membayar pajak secara berkala dengan tetap diberi keringanan. Atau, bahasa lainnya adalah pembayaran silang.

Kedua, mendorong pemerintah agar fokus terhadap sektor kesehatan. Hal ini penting karena sumber permasalahan ekonomi adalah pandemi Covid-19 yang menyebar secara tidak terkendali. Jika sumber permasalahan ‘sedikit’ teratasi, perekonomian dapat membaik.

Ketiga, melakukan sosialisasi secara luas kepada masyarakat bahwa pembayaran pajak dapat dilakukan secara online, tidak hanya offline. Tujuannya agar wajib pajak tetap dapat menjalankan kewajibannya sembari menjaga protokol kesehatan.

Ketiga argumen ini memang hanya menjadi ide dasar, karena itu dibutuhkan elaborasi lebih lanjut baik oleh pemerintah pusat sebagai pemangku kebijakan dan pemerintah daerah sebagai pelaksana teknis untuk dapat menjalankan kerja sama tersebut

Namun, jelas tidak menutup kemungkinan ketiga argumen tersebut bisa menjadi solusi atas ‘PR’ Indonesia saat ini, agar terbebas dari hantu resesi. Pada saat yang sama, penerimaan pajak juga dapat lebih dioptimalkan guna menopang perekonomian Indonesia selama pandemi.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : lomba menulis DDTC 2020, lomba menulis pajak, optimalisasi penerimaan pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 24 November 2020 | 10:32 WIB
LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Memperkuat Pembuktian dengan Akuntansi Forensik

Minggu, 22 November 2020 | 09:01 WIB
LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

SARA, Reformasi Perpajakan yang Sesungguhnya

Sabtu, 21 November 2020 | 09:01 WIB
LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Menunggu Terobosan Goverment e-Marketplace

Jum'at, 20 November 2020 | 10:01 WIB
LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Tiga Cara Memulihkan Penerimaan Pascapandemi

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya