Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sengketa atas SKD Sebagai Dasar Penentuan Tarif Royalti

A+
A-
1
A+
A-
1
Sengketa atas SKD Sebagai Dasar Penentuan Tarif Royalti

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang surat keterangan domisili (SKD) yang digunakan sebagai dasar penetapan tarif royalti sebagai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 26.

Perlu dipahami, wajib pajak telah membuat perjanjian penggunaan know how milik X Co yang berkedudukan di Amerika Serikat (AS) dan Y Co di Thailand. Terhadap penggunaan know how tersebut, wajib pajak harus membayar royalti kepada X Co dan Y Co. Selain itu, wajib pajak juga wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima X Co dan Y Co.

Otoritas pajak melakukan koreksi karena wajib pajak telah salah dalam menetapkan besaran tarif PPh Pasal 26 atas royalti yang diterima X Co dan Y Co. Konsekuensinya, PPh Pasal 26 yang dilaporkan wajib pajak dinilai kurang bayar.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Menurut otoritas pajak, X Co dan Y Co tidak berhak memanfaatkan tarif dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Sebab, tidak ada bukti yang sah berupa SKD untuk menunjukkan kedua perusahaan tersebut benar-benar berdomisili di AS dan Thailand. Dengan demikian, penghasilan X Co dan Y Co atas royalti seharusnya dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20%.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan pihaknya telah menyerahkan SKD kepada otoritas pajak untuk membuktikan kedudukan dari pihak X Co dan Y Co. Dengan kata lain, X Co dan Y Co berhak atas besaran tarif PPh Pasal 26 atas royalti sebagaimana ditentukan dalam P3B Indonesia dengan negara yang bersangkutan.

Dalam kasus ini, pembayaran royalti dari wajib pajak ke X Co dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 10%, sedangkan Y Co dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 15%.

Baca Juga: Koreksi DPP PPN atas Harga Jual Polyester dan Nylon Film

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat SKD merupakan salah satu bukti untuk mengetahui bahwa penerima penghasilan, yaitu X Co dan Y Co benar-benar berdomisili di AS dan Thailand.

Baca Juga: DJP: Perpres 63/2024 Dirilis untuk Terapkan Rencana BEPS Atas 13 P3B

Berdasarkan pada penelitian, pihak X Co terbukti berkedudukan di AS, sedangkan Y Co berada di Thailand. Dengan demikian, penentuan tarif PPh Pasal 26 atas royalti yang dibayarkan wajib pajak ditentukan berdasarkan P3B antara Indonesia dan AS serta P3B antara Indonesia dan Thailand.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 23858/PP/M.I/13/2010 tertanggal 31 Mei 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 3 September 2010.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi tarif PPh Pasal 26 atas royalti masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006 senilai Rp7.448.212.867 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga: Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi karena Termohon PK telah salah dalam menetapkan besaran tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan royalti yang diterima X Co dan Y Co. Konsekuensinya, PPh Pasal 26 yang dilaporkan Termohon PK dinilai kurang bayar.

Menurut Pemohon PK, pihak X Co dan Y Co tidak berhak memanfaatkan besaran tarif atas penghasilan royalti yang diatur dalam P3B. Sebab, tidak ada bukti yang sah berupa SKD untuk menunjukkan kedua perusahaan tersebut benar-benar berdomisili di AS dan Thailand. Dengan demikian, penghasilan X Co dan Y Co atas royalti seharusnya dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20%.

Berdasarkan pada Surat Edaran 03/PJ.101/1996, SKD berfungsi sebagai acuan apakah suatu pihak dapat menerapkan P3B antara Indonesia dengan suatu negara mitra P3B tertentu. Dengan kata lain, SKD tersebut menjadi dasar bagi Termohon PK untuk menerapkan tarif PPh Pasal 26 atas royalti sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dan negara tempat kedudukan dari X Co dan Y Co tersebut.

Baca Juga: Presiden Jokowi Revisi Perpres terkait Multilateral Instrument

Lebih lanjut, apabila SKD tersebut tidak diserahkan kepada Pemohon PK maka terhadap penghasilan X Co dan Y Co atas royalti dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20%. Dengan demikian, pertimbanagn hukum dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak benar sehingga harus dibatalkan.

Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK berdalil bahwa pihaknya telah mengajukan SKD kepada Pemohon PK untuk membuktikan domisili dari pihak X Co dan Y Co. Dengan kata lain, X Co dan Y Co berhak atas besaran tarif PPh Pasal 26 atas royalti sebagaimana ditentukan dalam P3B Indonesia dengan negara yang bersangkutan.

Dalam kasus ini, merujuk pada Pasal 13 P3B Indonesia dan AS, pembayaran royalti dari Termohon PK ke X Co dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 10%. Sementara itu, sesuai dengan Pasal 12 P3B antara Indonesia dan Thailand, terhadap pembayaran royalti oleh Termohon ke Y Co dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 15%.

Baca Juga: DJBC Siapkan 2 Strategi dalam Penyelesaian Keberatan dan Banding 2025

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian sudah benar. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi tarif PPh Pasal 26 atas royalti masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006 sebesar Rp7.448.212.867 yang dilakukan Pemohon PK tidak benar. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, menurut Mahkamah Agung, SKD pihak X Co dan Y Co diterbitkan oleh otoritas yang berwenang di AS serta Thailand. Oleh karena itu, X Co dan Y Co berhak atas pemanfaatan P3B Indonesia dengan negara tempat kedudukan perusahaan tersebut. Penghitungan PPh Pasal 26 atas royalti yang dilakukan Termohon PK sudah benar.

Baca Juga: Jenis-Jenis Penghasilan yang Bisa Dipotong PPh Pasal 26

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, PPh Pasal 26, royalti, P3B

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 21 Mei 2024 | 09:33 WIB
PENGADILAN PAJAK

Pokja Penyatuan Atap Pengadilan Pajak di MA Mulai Bekerja Pekan Ini

Selasa, 21 Mei 2024 | 08:51 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

WP Harus Lunasi Pajak Sesuai Pembahasan Akhir Sebelum Ajukan Keberatan

Selasa, 21 Mei 2024 | 08:00 WIB
PENGADILAN PAJAK

LeIP Gelar FGD Soal Penyatuan Atap Pengadilan Pajak di MA

Senin, 20 Mei 2024 | 08:53 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Karpet Merah Investor di IKN, Aturan Insentif Pajak Resmi Terbit

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya