Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sengketa Koreksi PPN atas Pembelian Barang Modal

A+
A-
3
A+
A-
3
Sengketa Koreksi PPN atas Pembelian Barang Modal

RESUME Putusan Peninjauan Kembali ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi PPN atas pembelian barang modal yang dapat dikreditkan.

Otoritas pajak berpendapat pajak masukan atas perolehan tanah kaveling itu tidak dapat dikreditkan karena transaksi tersebut tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha wajib pajak. Bukti transaksi yang ada tidak dapat membuktikan peruntukan tanah kaveling itu sebagai barang modal.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan berhak untuk mengkreditkan pajak masukan atas pembelian tanah kaveling itu meski belum terdapat penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa. Menurut wajib pajak, pembelian tanah kaveling tersebut diperuntukkan sebagai barang modal dalam kegiatan usahanya.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan Permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat atas pajak masukan atas pembelian tanah kaveling tidak dapat dikreditkan.

Baca Juga: Kegiatan Membangun Sendiri Dilakukan Bertahap, Begini Aturan PPN-nya

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 61119/PP/M.XVIA/16/2015 tanggal 28 April 2015, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 12 Agustus 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya koreksi pajak masukan yang dapat dikreditkan senilai Rp2.750.400.000 untuk tahun pajak 2008.

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan adanya koreksi PPN atas pajak masukan yang dilakukan oleh Termohon PK senilai Rp2.750.400.000.

Baca Juga: Pengesahan RUU PPN PMSE Jadi Prioritas Parlemen Filipina

Sebagai informasi, Pemohon PK telah berdiri pada 21 Februari 2008 dengan tujuan melakukan kegiatan usaha real estate yang dimiliki sendiri atau disewakan. Kemudian, Pemohon PK berencana untuk membangun mall atau show room yang nantinya akan dimiliki dan disewakan.

Untuk menjalankan rencana bisnisnya, Pemohon PK membeli tanah kaveling dan menerima jasa penilaian tanah. Pemohon PK menilai tanah kaveling tersebut termasuk sebagai barang modal. Atas hal tersebut, Pemohon PK melakukan pengkreditan pajak masukan atas pembelian tanah kaveling dan juga jasa penilaian tanah yang diterimanya.

Menurut Pemohon PK, pengkreditan pajak masukan itu dapat dilakukan karena penyerahan terjadi dalam rangka mendukung kegiatan usahanya. Hal itu diperkuat dengan terbitnya dokumen dari pemda setempat yang menyatakan di atas tanah kaveling yang dibeli tersebut akan dibangun mall.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Untuk membuktikan pembelian tanah kaveling berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya, Pemohon PK juga telah menyampaikan dokumen terkait seperti surat izin usaha perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan perseroan, dan surat pengukuhan pengusaha jasa kena pajak. Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak sepakat dengan pernyataan Pemohon PK. Termohon PK berpendapat Pemohon PK tidak dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas tanah kaveling yang dibeli Pemohon PK.

Sebab, Pemohon PK tidak dapat membuktikan bahwa tanah kaveling yang dibelinya merupakan barang modal. Terlebih lagi, Termohon PK belum memperoleh surat izin dari pihak yang berwenang berupa izin mendirikan bangunan (IMB).

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Dengan begitu, atas pembelian tanah kaveling tersebut tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon PK. Adapun yang dimaksud dalam pengeluaran yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha meliputi pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.

Berdasarkan pada uraian di atas, Termohon PK berpendapat bahwa Pemohon PK tidak dapat mengkreditkan pajak masukan atas pembelian tanah kaveling tersebut. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 61119/PP/M.XVIA/16/2015 yang menyatakan menolak permohonan Pemohon PK bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setidaknya, terdapat 3 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga: Ada Fasilitas Kepabeanan Khusus untuk UMKM, Bisa Perluas Akses Pasar

Pertama, alasan-alasan permohonan PK atas koreksi pajak masukan yang dapat dikreditkan senilai Rp2.750.400.000 dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, Majelis Hakim Mahkamah Agung berpendapat pada 2008, Pemohon PK belum melakukan penyerahan BKP dan pembelian tanah kaveling tersebut tidak dianggap sebagai barang modal oleh Termohon PK.

Ketiga, kebijakan peraturan daerah yang memberi perbedaan perlakuan atas IMB residential dan non-residential berimplikasi pada penentuan perlakuan pajaknya. Kemudian, Majelis Hakim Agung menyatakan bahwa pajak masukan atas pembelian tanah kaveling tersebut dapat dikreditkan karena tanah a quo tersebut secara substansi berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Baca Juga: Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai beralasan dan dinyatakan dikabulkan. Dengan demikian, Termohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, PPN

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 27 Juni 2024 | 16:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN Turun, Sri Mulyani Sebut Konsumsi Masyarakat Tetap Positif

Rabu, 26 Juni 2024 | 15:23 WIB
LITERATUR PAJAK

Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lesu Terhadap Dolar AS dan Mayoritas Negara

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya