Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan bagi Non-PKP

A+
A-
2
A+
A-
2
Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan bagi Non-PKP

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pengkreditan pajak masukan oleh wajib pajak yang dianggap belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Sebagai informasi, pada mulanya, wajib pajak telah dikukuhkan sebagai PKP di Kantor Pelayanan Pajak X. Beberapa waktu kemudian dibentuklah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Y. Adapun wilayah kerja KPP Y mencakup lokasi usaha wajib pajak. Oleh karena itu, dilakukan pemindahan secara jabatan alamat kantor pelayanan pajak terdaftarnya wajib pajak.

Implikasinya, wajib pajak menerima NPWP baru dari KPP Y, tetapi masih belum terdaftar sebagai PKP. Wajib pajak diketahui baru mengukuhkan kembali usahanya sebagai PKP pada 2 Juli 2009. Selama tidak terdaftar sebagai PKP, wajib pajak telah menjalankan hak dan kewajiban PPN, termasuk mengkreditkan pajak masukan.

Baca Juga: Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Menurut otoritas, wajib pajak tidak berhak melakukan pengkreditan pajak masukan untuk masa pajak Mei 2008. Alasannya, pada masa pajak tersebut wajib pajak belum mengukuhkan kembali usahanya sebagai PKP. Sebagai non-PKP, wajib pajak tidak dapat mengkreditan pajak masukan.

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan pernyataan otoritas pajak. Wajib pajak menyatakan koreksi positif pajak masukan tidak memiliki dasar hukum. Sebab, otoritas pajak tidak pernah mengirimkan surat pengukuhan PKP secara jabatan sejak 2006. Penerbitan SKPKB PPN harus didukung dengan adanya surat pengukuhan sebagai PKP tersebut. Oleh karena itu, penerbitan SKPKB PPN dinilai cacat hukum sehingga harus dibatalkan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan wajib pajak.

Baca Juga: Kegiatan Membangun Sendiri Dilakukan Bertahap, Begini Aturan PPN-nya

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai koreksi positif atas pengkreditan pajak masukan yang ditetapkan otoritas pajak tidak mengandung kesalahan. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak tidak dapat mengkreditkan pajak masukan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Berikutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 45644/PP/M.VI/16/2013 tanggal 18 Juni 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 10 September 2013.

Baca Juga: Pengesahan RUU PPN PMSE Jadi Prioritas Parlemen Filipina

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif pajak masukan senilai Rp221.288.248 masa pajak Mei 2008 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK telah mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai PKP di KPP X pada 2006. Atas pengukuhan sebagai PKP tersebut, Pemohon PK tidak pernah menerima surat pengukuhan PKP.

Kemudian, KPP Y dibuka dan berlokasi lebih dekat dengan tempat usaha Pemohon PK. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Pemohon PK dipindahkan secara jabatan sesuai domisilinya, dari yang awalnya terdaftar di KPP X ke KPP Y. Oleh karena itu, Pemohon PK memperoleh NPWP baru. Pada 2 Juli 2009, Termohon PK menghimbau agar Pemohon PK segera mengajukan pengukuhan sebagai PKP di wilayah kerja KPP Y.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Sementara itu, Termohon PK tetap melakukan pengkreditan pajak masukan meskipun tidak terdaftar sebagai PKP di KPP Y. Atas pengkreditan pajak masukan yang dilakukan tersebut, Termohon PK menetapkan koreksi positif.

Berkaitan dengan perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan koreksi yang ditetapkan oleh Termohon PK. Pemohon PK memberikan 4 justifikasi yang mendukung alasannya untuk tetap dapat mengkreditkan pajak masukan.

Pertama, tidak adanya surat teguran. Berdasarkan pada Pasal 13 ayat (1) huruf b UU KUP 1983, sebelum Termohon PK menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), Pemohon PK yang terlambat menyerahkan SPT Masa PPN seharusnya menerima teguran atau imbauan secara tertulis terlebih dahulu.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Kedua, pengukuhan PKP secara jabatan oleh Termohon PK dinilai tidak sah. Berdasarkan pada KMK 571/2003 juncto KEP-161/PJ/2001, Termohon PK hanya dapat menerbitkan SKPKB bila sudah menerbitkan surat pengukuhan PKP. Namun, Pemohon PK tidak pernah menerima surat pengukuhan PKP tersebut. Oleh karena itu, Pemohon PK tidak dapat menjalankan hak dan/atau kewajiban perpajakan secara baik serta benar.

Ketiga, penerbitan SKPKB PPN masa pajak Mei 2008 menjadi tidak sah. Surat pengukuhkan PKP merupakan syarat mutlak diterbitkannya SKPKB PPN. Dengan tidak adanya surat pengukuhan PKP, penerbitan SKPKB PPN menjadi cacat hukum.

Keempat, koreksi positif pajak masukan tidak memiliki dasar hukum. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa pengukuhan PKP secara jabatan dianggap tidak sah dan penerbitan SKPKB PPN juga memiliki cacat hukum. Implikasinya ialah koreksi yang ditetapkan oleh Termohon PK harus dibatalkan.

Baca Juga: Ada Fasilitas Kepabeanan Khusus untuk UMKM, Bisa Perluas Akses Pasar

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK tidak mengakui pelaporan SPT Masa PPN yang telah dilakukan oleh Pemohon PK. Alasannya, Pemohon PK belum dikukuhkan sebagai PKP sejak status wajib pajaknya telah dipindahkan ke KPP Y.

Dikarenakan sudah terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Y dan belum mengukuhkan dirinya sebagai PKP maka Pemohon PK tidak boleh melakukan mekanisme pengkreditan pajak masukan. Oleh sebab itu, Termohon PK melakukan koreksi positif atas pengkreditan pajak masukan yang dilakukan Pemohon PK.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga: Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Pertama, koreksi yang ditetapkan oleh Termohon PK sudah benar. Sebab, dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap di persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, Mahkamah Agung menyatakan Pemohon PK telah mengajukan pendaftaran untuk memperoleh NPWP, tetapi belum mengukuhkan usahanya sebagai PKP kepada KPP Y. Dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai bahwa permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

Baca Juga: Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, PPN

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 27 Juni 2024 | 16:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN Turun, Sri Mulyani Sebut Konsumsi Masyarakat Tetap Positif

Rabu, 26 Juni 2024 | 15:23 WIB
LITERATUR PAJAK

Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lesu Terhadap Dolar AS dan Mayoritas Negara

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya