Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Target Presidensi G-20 Indonesia: Proposal Pilar 1 Diteken Juli 2022

A+
A-
0
A+
A-
0
Target Presidensi G-20 Indonesia: Proposal Pilar 1 Diteken Juli 2022

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menargetkan Presidensi G-20 Indonesia akan menghasilkan capaian penting dalam pembahasan ketentuan pajak internasional.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan pembahasan solusi 2 pilar untuk mengatasi tantangan pajak internasional menjadi salah satu agenda penting dalam Presidensi G-20 Indonesia. Pemerintah pun menargetkan kesepakatan mengenai Pilar 1: Unified Approach akan ditandatangani dalam presidensi Indonesia, yakni sekitar Juli 2022.

"Pilar itu sudah disepakati dan nanti akan ditandatangani di masa presidensi kita, di sekitar bulan Juli 2022. Ini adalah satu milestone yang sangat penting untuk perpajakan internasional," katanya, Senin (6/12/2021).

Baca Juga: Anggota Parlemen Ini Usulkan Minuman Berpemanis Kena Cukai 20 Persen

Febrio mengatakan solusi 2 pilar merupakan hasil kerja sama G-20 dan OECD, yang telah berproses dalam beberapa tahun terakhir. Proposal Pilar 1 memuat usulan kesepakatan bahwa negara pasar dari perusahaan multinasional memiliki hak untuk memajaki walaupun perusahaan tersebut tidak ada bentuk usaha tetap (BUT).

Proposal Pilar 1 diusulkan sebagai solusi yang menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital karena tidak lagi berbasis kehadiran fisik. Pilar 1 mencakup perusahaan multinasional (multinational enterprise/MNE) dengan peredaran bruto EUR20 miliar dan tingkat keuntungan di atas 10%.

Keuntungan perusahaan multinasional tersebut kemudian dibagikan kepada negara pasar jika perusahaan memperoleh setidaknya EUR1 juta (atau EUR250 ribu untuk negara pasar dengan PDB lebih kecil dari EUR40 miliar) dari negara pasar tersebut. Salah satu perkembangan dari kesepakatan G-20/BEPS Juli 2021 adalah pengalokasian 25% keuntungan perusahaan multinasional kepada negara pasar.

Baca Juga: Negara Ini Siapkan Kembali Insentif Pajak untuk Tenaga Ahli Asing

Jumlah tersebut kemudian akan dibagikan kepada negara pasar berdasarkan porsi penjualannya di masing-masing negara pasar tersebut. Pengaturan yang semakin konkret itu dinilai menjadi perkembangan baik bagi negara pasar, termasuk Indonesia.

Dengan alokasi 25%, artinya sistem perpajakan menjadi lebih adil dibandingkan saat ini ketika tidak ada alokasi pajak untuk negara pasar tanpa adanya bentuk usaha tetap (BUT).

Selain itu, ada pula Proposal Pilar 2: Global anti-Base Erosion Rules (GloBE), yang akan mengurangi kompetisi pajak serta melindungi basis pajak yang dilakukan melalui penetapan tarif pajak minimum secara global. Pilar 2 mengenakan tarif pajak minimum pada perusahaan multinasional yang memiliki peredaran bruto tahunan sebesar EUR750 juta atau lebih.

Baca Juga: Per 1 Juli 2024, Negara Ini Pangkas Tarif Pajak Penghasilan

Pilar 2 akan memastikan perusahaan multinasional dikenakan tarif pajak minimum sebesar 15%. Febrio menilai kesepakatan tersebut akan membuat kebijakan pajak di masa depan lebih baik walaupun menghadapi globalisasi dan digitalisasi.

"Inilah contoh-contoh hasil yang sangat tangible, yang kami harapkan bisa terus perjuangkan selama G-20 dan terutama selama leadership Indonesia di G-20 2022," ujarnya. (sap)

Baca Juga: Pengesahan RUU PPN PMSE Jadi Prioritas Parlemen Filipina

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : konsensus pajak global, ekonomi digital, pajak internasional, pajak digital, Pilar 1, Pilar 2, Presidensi G-20, BKF

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 23 Juni 2024 | 13:00 WIB
KOREA SELATAN

Pemerintah Korea Selatan Mulai Kurangi Besaran Diskon Pajak BBM

Minggu, 23 Juni 2024 | 09:30 WIB
SIPRUS

Redam Inflasi, Negara Ini Perpanjang Insentif PPN 0 Persen

Jum'at, 21 Juni 2024 | 17:21 WIB
PENERIMAAN PAJAK

DJP Kumpulkan Rp3,25 Triliun dari Pemungut PPN PMSE Hingga Mei 2024

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya