Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Bagaimana Ketentuan Rasio Utang dan Modal yang Diatur dalam UU HPP?

A+
A-
6
A+
A-
6
Bagaimana Ketentuan Rasio Utang dan Modal yang Diatur dalam UU HPP?

Pertanyaan:
Salam kenal, saya Michael dari Manado. Dalam Pasal 2 PMK 169/2015 diatur bahwa untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan, rasio antara utang dan modal ditetapkan paling tinggi sebesar 4:1. Saya ingin menanyakan dengan berlakunya Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), apakah ketentuan tersebut masih berlaku?

Jawaban:
Bapak Michael, terima kasih atas pertanyaan yang sudah disampaikan. Sebelum berlakunya UU HPP, rasio utang terhadap modal ditetapkan maksimal 4:1. Ketentuan ini ditetapkan sebagaimana bunyi Pasal 2 PMK 169/2015 sebagai berikut:

“Besarnya perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4: 1)

Ketentuan ini mengacu pada Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) s.t.d.t.d UU Cipta Kerja yang berbunyi:

Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang ini

Namun, dengan berlakunya UU HPP, Pasal 18 ayat (1) UU PPh diubah menjadi:

Menteri keuangan berwenang mengatur batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.”

Perlu dicatat, dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (1) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, penentuan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan tersebut dapat menggunakan metode yang lazim diterapkan di dunia internasional:

“…. misalnya melalui metode penentuan tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio), melalui persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya pinjaman, pajak, depresiasi dan amortisasi (earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization) atau melalui metode lainnya.”

Dari perubahan di atas, dapat dipahami terdapat perubahan pendekatan dalam membatasi besaran jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak. Jika dalam UU PPh sebelumnya upaya untuk membatasi biaya pinjaman yang dapat dibebankan adalah dikunci dengan metode perbandingan antara besaran utang terhadap modal, melalui UU HPP pemerintah membuka opsi lainnya.

Salah satunya melalui metode persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan EBITDA. Metode ini relatif banyak diimplementasikan di negara lain dan menjadi salah satu rekomendasi dari proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Lantas, bagaimana ketentuan pembatasan biaya bunga tersebut diatur?

Dalam Pasal 32C UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, ketentuan lebih lanjut terkait pembatasan biaya pinjaman tersebut akan diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. Dengan demikian, terlepas dari metode yang akan digunakan, ada kemungkinan ketentuan teknis mengenai rasio utang terhadap modal yang saat ini diatur melalui peraturan menteri keuangan akan direvisi. Oleh karena itu, kita tunggu saja ketentuan baru tersebut.

Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga dapat bermanfaat.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Konsultasi UU HPP, DDTC Fiscal Research & Advisory, konsultasi pajak, pajak, rasio utang, UU HPP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

berita pilihan

Minggu, 07 Juli 2024 | 13:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Terima Dana Sponsorship Kena Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Minggu, 07 Juli 2024 | 12:00 WIB
KABUPATEN JEMBER

Ada Kenaikan NJOP, Target Penerimaan PBB-P2 Tahun Ini Tidak Berubah

Minggu, 07 Juli 2024 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Pelaku Usaha Kesehatan Perlu Didorong Manfaatkan Supertax Deduction

Minggu, 07 Juli 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Penggunaan Layanan Pajak dengan NIK, NPWP 16 Digit, dan NITKU

Minggu, 07 Juli 2024 | 10:30 WIB
KANWIL DJP JAWA TENGAH II

Tagih Tunggakan Pajak, Juru Sita Blokir Rekening Milik 157 WP

Minggu, 07 Juli 2024 | 09:30 WIB
AUSTRALIA

Per 1 Juli 2024, Negara Ini Pangkas Tarif Pajak Penghasilan

Minggu, 07 Juli 2024 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Anggota DPR Usulkan Perguruan Tinggi Swasta Bebas Pungutan PBB

Minggu, 07 Juli 2024 | 08:30 WIB
KABUPATEN SUKOHARJO

Pemda Akhirnya Adakan Pemutihan Pajak setelah Lebih dari 1 Dekade

Minggu, 07 Juli 2024 | 08:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Saat NIK-NPWP Diterapkan Penuh, DJP: WP Jangan Ada yang Tertinggal