Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Blueprint Diyakini Jadi Dasar yang Kokoh Konsensus Pajak Digital

A+
A-
5
A+
A-
5
Blueprint Diyakini Jadi Dasar yang Kokoh Konsensus Pajak Digital

Ketua Kompartemen Akuntan Perpajakan (KAPj) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sekaligus Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol dalam Tax Corner bertajuk Perkembangan Terkini Pemajakan Internasional atas Ekonomi Digital. (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Blueprint pilar pertama dan kedua pemajakan ekonomi digital yang telah dipublikasikan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dapat menjadi dasar kokoh untuk tercapainya konsensus global.

Ketua Kompartemen Akuntan Perpajakan (KAPj) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sekaligus Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam OECD/G20 Inclusive framework on BEPS dan aktif terlibat dalam pembahasan kedua pilar pajak digital.

“Meskipun konsensus global belum tercapai, blueprint tersebut memberikan dasar yang kokoh mengenai kesepakatan di waktu ke depan untuk pemajakan ekonomi digital yang adil sederhana dan dapat diimplementasikan,” ungkap John, Jumat (30/10/2020).

Baca Juga: Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

John menjelaskan tantangan pajak digital muncul akibat perkembangan dari teknologi yang membuat bisnis dapat beroperasi tanpa kehadiran fisik. Hal ini memicu adanya kebutuhan akan nexus baru atau cara pembagian hak pemajakan serta alokasi laba yang adil atas keuntungan perusahaan digital.

Untuk itu, dibutuhkan konsensus global yang dapat menciptakan sistem pemajakan yang adil dan sederhana. Pilar pertama membahas tentang alokasi hak pemajakan antaryurisdiksi dan alokasi laba atau biasa disebut unified approach.

Pilar kedua berfokus pada pengenaan pajak minimum (global minimum tax) dan seperangkat aturan terkoordinasi untuk mengatasi risiko dari struktur perusahaan multinasional atau sering disebut dengan Global Anti-Base Erosion (GloBE).

Baca Juga: Perkuat Penegakan Hukum Pajak, Kanwil DJP Kunjungi Kantor Polda

Saat memberikan opening speech dalam acara hasil kerja sama IAI dan DJP tersebut, John mengatakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi digital yang telah diterapkan pemerintah akan memberikan tambahan penerimaan. Dia menyebut PPN atas transaksi digital tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pajak internasional.

Namun, penerapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak transaksi elektronik (PTE) masih dalam tahap pembahasan dan menunggu bagaimana konsensus global. Pasalnya, hal ini menyangkut bagaimana sistem pajak internasional yang sederhana tanpa menimbulkan hal-hal yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi digital.

“Indonesia sangat mendukung upaya menuju terwujudnya konsensus global atas ekonomi digital yang diharapkan bisa kita selesaikan tahun depan. Tentunya kami mengharapkan pertemuan online tax corner kali ini dapat memberikan pencerahan bagi kita mengenai perkembangan pajak digital,” pungkasnya.

Baca Juga: Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi

Adapun acara ini diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meeting. Acara ini menghadirkan dua pembicara, yaitu Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dan Kepala Seksi Pertukaran Informasi I Direktorat Perpajakan Internasional DJP Arnaldo Purba. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : tax corner, IAI, KAPj, ekonomi digital, pajak digital, PMSE, Ditjen Pajak, DJP, OECD

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 08:35 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

E-Faktur Belum Pakai NPWP 16 Digit, Ini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 17:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Kanada Berlakukan Pajak Digital, AS Siapkan Retaliasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 16:38 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Dirjen Pajak Tegaskan Coretax Tidak Hanya Digunakan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 16:05 WIB
PER-6/PJ/2024

Hingga Akhir 2024, NPWP 16 Digit dan NPWP 15 Digit Jalan Bersamaan

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya