Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Ini Peran Pajak untuk Ketahanan Ekonomi Indonesia dalam Masa Covid-19

A+
A-
21
A+
A-
21
Ini Peran Pajak untuk Ketahanan Ekonomi Indonesia dalam Masa Covid-19

Ilustrasi gedung DJP. 

JAKARTA, DDTCNews – Pajak menjadi salah satu instrumen yang diandalkan oleh banyak negara, tidak terkecuali Indonesia, dalam merespons pandemi Covid-19. Dari kajian DDTC Fiscal Research ditemukan respons Indonesia dengan menggunakan instrumen pajak relatif progresif.

Pada awal respons, pemerintah menggunakan pajak untuk memitigasi efek wabah virus Corona terhadap perekonomian. Dengan pajak, pemerintah ingin menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan produktivitas sektor tertentu yang terdampak pandemi Covid-19.

PMK 23/2020
Respons tersebut diwujudkan dengan pemberian sejumlah insentif yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. Beleid yang diundangkan pada 23 Maret 2020 ini berlaku mulai 1 April 2020.

Baca Juga: Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Dirjen Pajak juga sudah mengeluarkan petunjuk pelaksanaan PMK itu melalui Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No.SE-19/PJ/2020. SE Dirjen Pajak yang ditetapkan pada 31 Maret 2020 ini berlaku mulai 1 April 2020, sama seperti masa berlaku PMK tersebut.

Ada empat insentif pajak dalam PMK 23/2020. Pertama, PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah. Kedua, pembebasan PPh Pasal 22 Impor. Ketiga, pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30%. Keempat, restitusi PPN dipercepat untuk eksportir (tanpa batasan) dan noneksportir (nilai restitusi paling banyak Rp5 miliar). Simak artikel ‘Lengkap, Penjelasan Kemenkeu Soal Insentif Pajak WP Terdampak Covid-19’.

Penerima insentif PPh Pasal 21 DTP adalah sektor manufaktur (440 klasifikasi lapangan usaha/KLU) dan perusahaan KITE. Sementara, tiga insentif lainnya bisa dinikmati oleh sektor manufaktur (102 KLU) dan perusahaan KITE. Dalam perkembangannya, penerima insentif akan diperluas ke 11 sektor usaha lainnya. Simak artikel ‘Selain Manufaktur, Ini 11 Sektor Usaha yang Bakal Dapat Insentif Pajak’.

Baca Juga: Mulai Hari Ini! Warga Kota Bekasi, Ada Diskon Pajak PBB-P2 hingga 10%

Perpu 1/2020
Kemudian, ada sejumlah kebijakan pajak dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Dalam beleid yang diundangkan dan berlaku mulai 31 Maret 2020 tersebut, setidaknya ada 3 kebijakan yang terkait dengan Ditjen Pajak (DJP). Ketiganya menjadi bagian dari kebijakan keuangan negara untuk penanganan dan penanggulangan Covid-19 serta mendorong stimulus perekonomian.

Pertama, penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% (2020 dan 2021) dan 20% (2022 dan seterusnya). Selain itu, ada pengurangan tarif 3 poin persentase lebih rendah bagi wajib pajak badan yang go public. Kedua, pemajakan atas transaksi elektronik.

Baca Juga: Perkuat Penegakan Hukum Pajak, Kanwil DJP Kunjungi Kantor Polda

Ketiga, perpanjangan jangka waktu permohonan atau penyelesaian administrasi perpajakan. Terkait kebijakan ini, Dirjen Pajak sudah menerbitkan SE Dirjen Pajak No.SE-22/PJ/2020. Selain tiga kebijakan tersebut, ada pula fasilitas kepabeanan – domain dari Ditjen Bea dan Cukai – yang juga diberikan. Simak artikel ‘Ini 4 Kebijakan Perpajakan dalam Perpu 1/2020’.

PMK 28/2020
Tidak hanya berkaitan dengan stimulus perekonomian, pemerintah kemudian menggunakan instrumen pajak untuk mendukung ketersediaan obat-obatan, alat kesehatan, dan alat pendukung lainnya yang dibutuhkan dalam penanganan wabah virus Corona.

Dukungan itu diwujudkan dalam bentuk pemberian insentif atau fasilitas kepada badan/instansi pemerintah, rumah sakit, atau pihak lain yang ditunjuk untuk membantu penanganan pandemi Covid-19. Fasilitas diberikan terkait dengan barang dan jasa.

Baca Juga: Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi

Ketentuan fasilitas ini ada dalam PMK No.28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019. Beleid ini berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 6 April 2020.

Ada sejumlah insentif pajak yang diberikan. Pertama, PPN tidak dipungut atau ditanggung pemerintah. Kedua, pembebasan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 Impor. Ketiga, pembebasan PPh Pasal 21. Ketiga, pembebasan PPh Pasal 23. Simak artikel ‘Ini 4 Insentif Pajak Baru Terkait Barang & Jasa untuk Tangani Corona’.

Kemudian, masih terkait dengan barang yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi Covid-19, pemerintah mengeluarkan beleid baru untuk memastikan percepatan pelayanan dalam pemberian fasilitas – seperti tidak dipungut PPN dan pembebasan PPh Pasal 22 – atas impor barang.

Baca Juga: PMK Baru! Aturan Soal Pembebasan Bea Masuk untuk Impor Bibit dan Benih

Beleid berupa PMK No.34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Beleid ini diundangkan dan mulai berlaku pada 17 April 2020.

Dari sejumlah insentif dan kebijakan pajak yang diambil, mayoritas menitikberatkan pada fungsi regulerend ketimbang budgeter. Langkah ini ditempuh untuk menghadapi kondisi ekonomi yang tidak mudah akibat Covid-19. Simak Perspektif ‘Pajak Hadir Lawan Dampak Korona’.

Tidak mengherankan jika melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2020, target penerimaan pajak dalam postur APBN Perubahan 2020 turun 23,65% dari target induk. Target yang baru ini mengalami penurunan 5,9% dibandingkan realisasi tahun lalu senilai Rp1.332,1 triliun.

Baca Juga: E-Bupot 21/26, DJP: Kalau Sudah Pemadanan, Sebaiknya Pakai NPWP Ini

Alhasil, dengan kebutuhan belanja yang masih cukup tinggi, termasuk untuk anggaran penanganan pandemic Covid-19, defisit anggaran dipatok melebar menjadi 5,07% terhadap produk domestik bruto (PDB). Simak artikel ‘APBN Perubahan 2020, Penerimaan Pajak Turun 23,65% dari Target Awal’.

Dari sini bisa terlihat pajak memainkan peran sangat krusial, baik dari fungsi regulerend maupun budgeter. Dalam konteks pemberian insentif dan sejumlah relaksasi, pemerintah telah menggunakan instrumen pajak untuk menstimulus perekonomian secara langsung. Jadi, bukan menggunakannya untuk menjadi sumber penerimaan yang akhirnya dibelanjakan oleh negara.

Di sisi lain, pemerintah tetap ingin mengoptimalkan potensi yang masih bisa digarap. Salah satunya adalah mengenalkan pemajakan atas transaksi elektronik dalam Perpu 1/2020. Simak artikel Ternyata Ini Alasan Pajak Transaksi Elektronik Diatur di Perpu 1/2020’.

Baca Juga: Negara Ini Siapkan Kembali Insentif Pajak untuk Tenaga Ahli Asing

Pada saat yang sama, pemerintah juga terus memberikan relaksasi dari sisi administrasi agar pemenuhan kewajiban wajib pajak tetap bisa dilakukan. Bagaimanapun, negara tetap harus hadir lewat alokasi anggaran yang prioritas untuk menghadapi pandemi Covid-19.

Kondisi ini semakin mengamini ungkapan Frederick the Great, raja Prusia abad ke-18, “Tidak ada pemerintah yang dapat eksis tanpa pajak, yang harus dikenakan terhadap masyarakat dan seninya adalah mengenakan pajak tanpa menekan.” (kaw)

Baca Juga: Pelaku Usaha Kesehatan Perlu Didorong Manfaatkan Supertax Deduction

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : virus Corona, insentif, insentif pajak, PMK 23/2020, Perpu 1/2020, PMK 28/2020, DJP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 05 Juli 2024 | 08:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Wajib Pajak Pusat Perlu Mutakhirkan Data agar Cabang Dapat NITKU

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Penghasilan Orang Pribadi di Bawah PTKP Bisa Bebas PPh Final PHTB

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:00 WIB
PAJAK PENGHASILAN

Pegawai Dapat Uang untuk Sewa Kos dari Pemberi Kerja, Kena PPh 21?

Senin, 08 Juli 2024 | 14:11 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP: 360 Derajat, Wajib Pajak Dapat Dilihat dari Berbagai Sisi

Senin, 08 Juli 2024 | 14:00 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Jualan Online-Reseller, Hitung Pajak Pakai Pembukuan atau Pencatatan?

Senin, 08 Juli 2024 | 13:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Tidak Padankan NIK Jadi NPWP, Status NPWP Berubah Jadi Non-Aktif?