Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Instrumen Antipenghindaran Pajak PP 55/2022, CFC Rules Salah Satunya

A+
A-
10
A+
A-
10
Instrumen Antipenghindaran Pajak PP 55/2022, CFC Rules Salah Satunya

Buku berjudul Controlled Foreign Company Legislation yang memuat ulasan dari profesional DDTC terkait dengan peraturan CFC di Indonesia.

JAKARTA, DDTCNews – Pengaturan controlled foreign company (CFC rules) masih menjadi instrumen pencegahan penghindaran pajak yang dimuat dalam Pasal 18 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Apa itu CFC rules? Untuk memahaminya, DDTCNews pernah menerbitkan kelas pajak pada 2017 berjudul Ini Contoh Penghematan Pajak Melalui Skema CFC. Mari kita melihat lagi gambaran skema CFC yang disajikan dalam kelas tersebut.

Dengan prinsip worldwide income, subjek pajak dalam negeri mendapat pengenaan pajak atas penghasilan dari dalam dan luar negeri. Sementara subjek pajak luar negeri hanya akan dikenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara pemberi penghasilan.

Baca Juga: Saat NIK-NPWP Diterapkan Penuh, DJP: WP Jangan Ada yang Tertinggal

Pada kelas tersebut diberikan contoh terdapat suatu perusahaan (misal, perusahaan D) yang merupakan subjek pajak dalam negeri negara D mendirikan perusahaan anak (misal, perusahaan S) di negara S.

Penghasilan dari perusahaan S akan dikenakan pajak di negara D pada saat perusahaan S mendistribusikan penghasilannya (dividen) kepada perusahaan D sebagai pemegang sahamnya. Ketentuan ini berlaku karena perusahaan D dan perusahaan S merupakan 2 entitas yang berbeda.

Perusahaan anak yang didirikan di negara lainnya (foreign subsidiary) yang dapat dikendalikan oleh pemegang sahamnya, dalam literatur perpajakan dinamakan sebagai controlled foreign corporation atau controlled foreign corporation (CFC).

Baca Juga: Belum Semua Layanan Pajak Mengakomodasi NIK, NPWP 16 Digit, dan NITKU

Dalam situasi tersebut, Perusahaan D dapat berkeinginan menunda pembagian penghasilan (berupa dividen) atau tetap menahan penghasilan tersebut di perusahaan anaknya (perusahaan S). Dengan demikian, penghasilan berupa dividen tersebut tidak dapat dikenakan pajak di negara D.

Kondisi tersebut tentu akan sangat lebih menguntungkan lagi jika perusahaan anak (perusahaan S) tersebut didirikan di negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven. Hal ini karenakan penghasilan itu akan dikenakan tarif lebih rendah, bahkan bisa tidak dikenakan pajak sama sekali.

Risiko penghindaran pajak muncul dalam kasus tersebut. CFC rules menjadi aturan yang digunakan untuk mencegah praktik penghindaran pajak melalui pergeseran laba (profit shifting) ke negara lain dengan tarif pajak lebih rendah.

Baca Juga: DJP Sebut Masih Ada 670.000 NIK yang Belum Padan dengan NPWP

Penguatan CFC rules juga menjadi bagian dari rencana aksi ke-3 proyek BEPS. Proyek itu merupakan agenda untuk memerangi penggerusan basis pajak dan pengalihan laba (base erosion and profit shifting/BEPS). Simak ‘Instrumen Antipenghindaran Pajak Menguat Sejalan dengan Proyek BEPS’.

Pengaturan CFC Rules di Indonesia

UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memang tidak secara khusus mengubah ketentuan CFC rules yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh. Namun, penataan ulang ketentuan antipenghindaran pajak secara keseluruhan membuat perkembangan CFC rules layak dicermati.

Dalam struktur perundang-undangan, CFC rules mulai muncul dalam UU 10/1994 yang menjadi perubahan kedua dari UU 7/1993 tentang PPh. Dalam perkembangannya, termasuk perubahan dengan UU HPP, pengaturan terkait dengan CFC rules masih dimuat dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh.

Baca Juga: Padankan NIK-NPWP di Kantor Pajak, WP Perlu Bawa KTP, KK, dan Ponsel

“Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
  2. secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.”

Aturan turunan atau teknis terkait dengan CFC rules juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Sejak 1994, ketentuan teknis diatur pada tingkat menteri keuangan. Dimulai dengan penerbitan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.650/KMK.04/1994.

Pada 2008, pascaterbitnya UU 36/2008–perubahan keempat UU 7/1983–, otoritas fiskal menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.256/PMK.03/2008. Berlakunya PMK 256/2008 ini sekaligus mencabut KMK 650/1994.

Baca Juga: Bagaimana Cara Hitung Omzet untuk Fasilitas Pajak Pasal 31E UU PPh?

Setelah itu, pada 2017, menteri keuangan menerbitkan PMK No. 107/PMK.03/2017 yang sekaligus mencabut PMK 256/2008. PMK 107/2017 tersebut masih berlaku saat ini dengan perubahan sekali melalui PMK 93/PMK.03/2019.

Kini, ketentuan teknis CFC rules mulai diatur pada peraturan pemerintah (PP). Sesuai dengan Bab VII PP 55/2022, CFC rules menjadi salah satu dari 8 instrumen bersifat khusus atau specific anti-avoidance rule (SAAR). Simak ‘Indonesia Kini Punya Instrumen Khusus dan Umum Antipenghindaran Pajak’.

Perjalanan ketentuan mengenai CFC rules selalu diikuti oleh para profesional DDTC. Berbagai perspektif juga sering disampaikan melalui diskusi publik dan artikel. Profesional DDTC juga pernah menjadi pembicara dengan materi tentang CFC rules dalam konferensi pajak internasional.

Baca Juga: Sesuai Jadwal, NIK Gantikan NPWP secara Penuh Mulai Senin Besok

Profesional DDTC yang dimaksud adalah Yusuf Wangko Ngantung dan R. Herjuno Wahyu Aji. Mereka terpilih sebagai national reporter bagi Indonesia dalam Rust Conference yang diadakan Institute for Austrian and International Tax Law dan Vienna University of Economics and Business.

Dalam konferensi bertema Controlled Foreign Company Legislation tersebut, DDTC mengirim Yusuf Wangko Ngantung untuk hadir di Austria sekaligus menjadi pembicara. Bahasan dalam konferensi tersebut juga dibukukan dan diterbitkan oleh International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD).

Berjudul Controlled Foreign Company Legislation, buku tersebut merupakan buku ke-17 dari European dan International Tax Law and Policy Series. Buku ini mengulas ketentuan CFC pada 41 negara, termasuk Indonesia. Simak ‘Profesional DDTC Berkontribusi Lagi dalam Buku Terbitan Internasional’.

Baca Juga: Begini Ketentuan NIK yang Dipakai Jadi NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi

Yusuf dan Herjuno memaparkan 8 topik utama. Pertama, karakteristik peraturan CFC di Indonesia. Kedua, implementasi artikel 7 dan 8 Anti-Tax Avoidance Directive (ATAD). Ketiga, special CFC rules. Keempat, peraturan CFC dan ketentuan anti penyalahgunaan lainnya.

Kelima, peraturan CFC dan perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty). Keenam, peraturan CFC dan hukum konstitusional. Ketujuh, perbaikan ketentuan yang ada saat ini. Kedelapan, outlook atau masa depan peraturan CFC.

Yusuf mengatakan definisi CFC dapat ditentukan dari pengendalian secara hukum melalui ambang batas kepemilikan saham (share ownership) maupun hak suara (voting rights). Meskipun demikian, beberapa negara menerapkan kriteria yang lebih luas.

Baca Juga: Pakai Diskon Tarif Pasal 31E UU PPh, Begini Ketentuan Terkait Omzetnya

Mayoritas negara juga melaporkan penentuan pengendalian tersebut disertai dengan ketentuan anti-fragmentation. Ketentuan ini mencakup kepemilikan saham yang dimiliki secara bersama-sama oleh sekelompok wajib pajak dalam rangka menghindari ambang batas kepemilikan saham. Simak artikel ‘Ini 3 Kriteria Fundamental Peraturan CFC di Berbagai Negara’.

Pengaturan dalam PP 55/2022

TREN pengaturan yang terjadi di berbagai negara itu juga telah diterapkan di Indonesia. Beberapa pengaturan terkait dengan CFC rules sejatinya sudah termuat dalam peraturan setingkat PMK. Namun, pemerintah mulai memasukkannya dalam Pasal 34 PP 55/2022.

Sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) PP 55/2022, menteri keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya oleh wajib pajak dalam negeri dengan ketentuan sebagai berikut:

Baca Juga: Anak Belum Berusia 18 Tahun tapi Punya Penghasilan, Wajib Bayar Pajak?
  • besarnya penyertaan modal wajib pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor; atau
  • secara bersama-sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor.

Adapun penentuan saat diperolehnya dividen itu ditetapkan pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT Tahunan bagi badan usaha di luar negeri untuk tahun pajak yang bersangkutan.

Jika badan usaha di luar negeri tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan, saat diperolehnya dividen ditetapkan pada akhir bulan ketujuh setelah tahun pajak yang bersangkutan berakhir.

Adapun ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam peraturan menteri keuangan. Denny Vissaro dalam analisis bertajuk Menyasar Kriteria CFC secara Tepat Sasaran memaparkan setidaknya ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan sejauh mana peraturan CFC dapat diaplikasikan.

Baca Juga: Soal Pajak, Tim Prabowo-Gibran Dalami Rencana Tarif PPN 12%

Pertama, penentuan lokasi atau yurisdiksi entitas tersebut. Selama laba ditahan tersebut dilakukan oleh entitas terkendali yang berkedudukan di yurisdiksi pajak dengan tarif di atas level tertentu, atas laba tersebut tidak dianggap sebagai deemed dividend. Simak ‘Apa Itu Deemed Dividend?’.

Kedua, jenis penghasilan yang dapat dikategorikan sebagai penghasilan CFC. Beberapa negara menggunakan peraturan CFC hanya untuk menyasar pada penghasilan pasif dan tidak dikenakan pada penghasilan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi riil.

Ketiga, penghitungan penghasilan entitas terkendali. Peraturan CFC perlu mempertimbangkan ketersediaan ketentuan spesifik. Pemajakan berganda harus dihindari sehingga pemberian kredit pajak luar negeri atas penghasilan CFC yang telah diatribusikan di luar negeri patut dipertimbangkan.

Baca Juga: Soal Rencana Kenaikan Tarif PPN di Indonesia, Ini Kata World Bank

Ketentuan teknis berupa PMK tentu saja masih digodok pemerintah. Kendati demikian, berbagai ulasan, termasuk buku, yang selama ini memuat gagasan dan ide dari para profesional DDTC masih sangat relevan pada saat ini. Relevansinya baik untuk menyusun ketentuan teknis maupun mengantisipasi pengaturan ke depan. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : CFC, CFC Rules, Deemed Dividend, UU HPP, UU PPh, antipenghindaran pajak, PP 55/2022

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 15 Juni 2024 | 15:27 WIB
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Jasa Psikolog dan Psikiater Bebas PPN

Kamis, 13 Juni 2024 | 13:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bagaimana Cara Kegiatan Usaha Didata sebagai UMKM Berdasarkan Pajak?

Kamis, 13 Juni 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa Saja yang Termasuk Wajib Pajak?

Kamis, 13 Juni 2024 | 09:06 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Soal Tarif PPN 12%, Sri Mulyani: Kami Serahkan Pemerintah Baru

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya