Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Review
Kamis, 18 Juli 2024 | 18:52 WIB
KONSULTASI PAJAK
Minggu, 14 Juli 2024 | 16:00 WIB
SURAT DARI KELAPA GADING
Minggu, 14 Juli 2024 | 10:00 WIB
DIREKTUR PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUMAS DITJEN PAJAK DWI ASTUTI:
Kamis, 11 Juli 2024 | 18:46 WIB
KONSULTASI PAJAK
Data & Alat
Rabu, 17 Juli 2024 | 10:59 WIB
KURS PAJAK 17 JULI 2024 - 23 JULI 2024
Kamis, 11 Juli 2024 | 17:38 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK
Rabu, 10 Juli 2024 | 09:25 WIB
KURS PAJAK 10 JULI 2024 - 16 JULI 2024
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Fokus
Reportase

Meninjau Dampak Batasan Nexus pada Alokasi Laba MNE

A+
A-
1
A+
A-
1
Meninjau Dampak Batasan Nexus pada Alokasi Laba MNE

SECARA garis besar, rilis Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) yang berjudul Tax Challenges Arising from Digitalisation Economic Impact Assessment memaparkan implikasi ekonomi serta penerimaan pajak dari pelaksanaan proposal pilar pertama dan pilar kedua.

Kedua proposal tersebut merupakan bagian dari upaya mengatasi berbagai tantangan di dunia perpajakan yang muncul akibat adanya digitalisasi ekonomi. Selain itu, proposal-proposal ini juga menjadi bahasan penting OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Pada prinsipnya, pilar pertama mengedepankan alokasi pemajakan yang adil antaryurisdiksi sehingga berujung pada penerimaan pajak global yang optimal. OECD membedakan perusahaan multinasional (multinational enterprises/MNE) ke dalam tiga kelompok, yaitu automated digital services (ADS), consumer facing business (CBF), dan MNE cakupan lainnya.

Baca Juga: OECD Catat Banyak Negara Masih Pakai Thin Capitalization Rules

Aturan baru nexus melibatkan batasan (threshold) pendapatan MNE untuk menentukan kehadiran ekonomi signifikan (significant economic presence) di yurisdiksi tertentu. Hal ini diharapkan dapat memberikan hak pemajakan atas pendapatan MNE yang melebihi batasan nexus oleh otoritas pajak setempat.

OECD menggunakan pendekatan model probabilistik dalam mengestimasi dampak dari batasan nexus di berbagai yurisdiksi pada alokasi laba residu MNE. Pendekatan ini relatif bersifat asumtif dengan melibatkan simulasi penghitungan yang didasari oleh tiga batasan ilustratif nexus yang berbeda, yakni EUR1 juta, EUR3 juta, dan EUR5 juta.

Tabel berikut menjabarkan hasil penghitungan dampak batasan nexus pada alokasi laba residu MNE berdasarkan besaran ekonomi yang tercermin dalam produk domestik bruto (PDB). Adapun MNE yang dilibatkan dalam simulasi penghitungan merupakan gabungan dari ADS dan CBF yang memiliki pendapatan global di atas EUR750 juta.

Baca Juga: Semester I/2024, DJP Kumpulkan PPN Digital Rp3,89 Triliun


Hasil simulasi penghitungan memperlihatkan pengaruh batasan nexus di kawasan dengan besaran ekonomi kecil lebih signifikan dibandingkan kawasan dengan besaran ekonomi yang lebih besar.

Untuk negara dan yurisdiksi dengan PDB kurang dari US$4,3 miliar, batasan sebesar EUR1 juta berpotensi mengurangi alokasi laba residu MNE hingga 61,1%. Sementara itu, batasan sebesar EUR3 juta dan EUR 5 juta masing-masing dapat mengurangi alokasi laba residu hingga sekitar 85% dan 92%.

Baca Juga: Basis Pajak Korporasi Menyempit, Tarif Efektif PPh Global Turun

Di lain pihak, negara dan yurisdiksi dengan PDB antara US$4,3 miliar hingga US$22 miliar mengalami penurunan alokasi laba residu sebesar 11% (EUR1 juta), 25% (EUR3 juta), dan 35% (EUR5 juta) akibat adanya batasan yang dimaksud.

Menariknya, efek batasan nexus semakin mengecil di grup-grup selanjutnya, yakni hanya mencapai sekitar 13% (grup ketiga), 5% (grup keempat), dan 0% (grup kelima). Hal ini menyiratkan makin besar ekonomi suatu negara/yurisdiksi, batasan nexus yang diterapkan kurang memberikan dampak yang signifikan pada alokasi laba residu MNE.

Tak ketinggalan, makin besar batasan nexus maka makin tinggi pula penurunan alokasi laba residu MNE. Artinya, batasan yang kecil cenderung menginsentif MNE untuk menjadikan suatu yurisdiksi sebagai “tampungan” alokasi laba residu dibandingkan dengan negara dan yurisdiksi dengan batasan yang lebih tinggi.

Baca Juga: Aturan Pelaporan Informasi Keuangan secara Otomatis, Download di Sini

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh risiko pemajakan yang lebih tinggi di kawasan dengan batasan kecil sehingga MNE tidak perlu berhati-hati dalam mengalokasi laba residu dibandingkan kawasan yang memiliki batasan tinggi.

Dengan adanya hasil ini, otoritas pajak di berbagai negara dan yurisdiksi setidaknya memiliki gambaran kasar mengenai efektivitas penerapan proposal pilar pertama. Namun demikian, hasil estimasi ini hanya merupakan suatu rentang besaran asumtif yang memperhitungkan potensi implikasi batasan apabila diterapkan di masa-masa mendatang.*

Baca Juga: Negara-Negara Tujuan Orang Kaya Global dalam Menempatkan Kekayaannya

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : narasi data, pajak digital, ekonomi digital, nexus, OECD

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 14 Mei 2024 | 13:15 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ikuti Aturan Main OECD, Jokowi: Agar Indonesia Naik Kelas

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:00 WIB
KEANGGOTAAN OECD

Proses Masuk OECD, RI Rampungkan Initial Memorandum Tahun Depan

Jum'at, 03 Mei 2024 | 10:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Begini Proyeksi OECD soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 dan 2025

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Proses Aksesi OECD, Pemerintah Indonesia Mulai Penilaian Mandiri

berita pilihan

Jum'at, 19 Juli 2024 | 19:34 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

E-Faktur Desktop 4.0 DJP: Ingat, Besok Ada Downtime Layanan Pajak Ini

Jum'at, 19 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Catat! Saat Ini Bayar Pajak Tetap Harus Pakai NPWP 15 Digit

Jum'at, 19 Juli 2024 | 18:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Perseroan Terbatas (PT)?

Jum'at, 19 Juli 2024 | 18:17 WIB
LITERATUR PAJAK

Sistem Tanam Paksa: Jurus Kolonial Belanda Mengejar ‘Surplus APBN’

Jum'at, 19 Juli 2024 | 18:15 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Utang Jatuh Tempo 2025 Tembus Rp800 T, DPR Singgung Penerimaan Pajak

Jum'at, 19 Juli 2024 | 18:00 WIB
LAPORAN OECD

OECD Catat Banyak Negara Masih Pakai Thin Capitalization Rules

Jum'at, 19 Juli 2024 | 17:45 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Semester I/2024, DJP Kumpulkan PPN Digital Rp3,89 Triliun

Jum'at, 19 Juli 2024 | 17:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Bolak-Balik ke Luar Negeri, Pilot dan Pramugari Tetap Kena Bea Masuk?

Jum'at, 19 Juli 2024 | 17:14 WIB
DITJEN PAJAK

Dirjen Pajak Ungkap Perkembangan Terkini Reformasi Perpajakan

Jum'at, 19 Juli 2024 | 16:30 WIB
KEBIJAKAN BEA CUKAI

Bea Cukai Beberkan 7 Alasan Penambahan Barang Kena Cukai, Apa Saja?