Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

OECD Rilis Draf Aturan Penentuan DPP Perusahaan Multinasional Pilar 1

A+
A-
1
A+
A-
1
OECD Rilis Draf Aturan Penentuan DPP Perusahaan Multinasional Pilar 1

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kembali menerbitkan draf kerangka peraturan (model rules) atas Pilar 1: Unified Approach.

OECD menjelaskan kerangka peraturan yang dirilis kali ini tentang penentuan dasar pengenaan pajak (DPP) atau tax base determinations untuk Amount A Pilar 1.

"Fungsi dari aturan tax base determinations adalah untuk menentukan laba atau rugi dari korporasi multinasional tercakup guna menghitung porsi laba yang dialokasikan kepada yurisdiksi pasar," sebut OECD, Senin (21/2/2022).

Baca Juga: Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Dengan diterbitkannya draf kerangka peraturan tersebut, setiap stakeholder diberikan ruang untuk memberikan komentar atau tanggapan paling lambat pada 4 Maret 2022.

"Masukan dari stakeholder atas kerangka peraturan untuk penentuan DPP akan membantu anggota Inclusive Framework dalam melakukan penyempurnaan dan memfinalisasi aturan yang relevan secara lebih lanjut," jelas OECD dalam keterangan resmi.

OECD sebelumnya merilis kerangka peraturan atas ketentuan nexus dan revenue sourcing pada Amount A proposal Pilar 1. Kala itu, stakeholder juga diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan.

Baca Juga: Naik Signifikan, Defisit Anggaran 2024 Diproyeksi Jadi Rp609,7 Triliun

Sebagaimana yang telah diberitakan sebelumnya, proposal Pilar 1 dirancang OECD dan disepakati oleh negara-negara Inclusive Framework sebagai respons atas perkembangan aktivitas perekonomian di tengah globalisasi dan digitalisasi.

Melalui Pilar 1, negara pasar memperoleh hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh korporasi multinasional meski korporasi tersebut tidak memiliki kehadiran fisik di negara pasar.

Sebagaimana yang telah disepakati 137 yurisdiksi anggota Inclusive Framework pada Oktober 2021, yurisdiksi pasar berhak mendapatkan hak pemajakan sebesar 25% dari residual profit yang diterima oleh korporasi multinasional yang tercakup pada Pilar 1. (rig)

Baca Juga: Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : oecd, pilar 1, perusahaan multinasional, konsensus global, pajak, pajak internasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 08 Juli 2024 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Senin, 08 Juli 2024 | 11:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

PT Perorangan Bisa Manfaatkan PPh Final 0,5 Persen selama 4 Tahun

Senin, 08 Juli 2024 | 08:07 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Di Balik Bertahapnya Integrasi NIK-NPWP, Pertimbangan Kesiapan Sistem

berita pilihan

Senin, 08 Juli 2024 | 21:57 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu CEISA yang Dikembangkan Ditjen Bea Cukai?

Senin, 08 Juli 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Bebas Bea Masuk Bibit dan Benih Pertanian, Download di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:30 WIB
APBN 2024

Sri Mulyani Proyeksikan Kinerja PNBP Lampaui Target Tahun Ini

Senin, 08 Juli 2024 | 17:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Kejar Penerimaan Pajak di Semester II, Sri Mulyani Ungkap 3 Strategi

Senin, 08 Juli 2024 | 16:45 WIB
SELEKSI HAKIM AGUNG

Wawancara Calon Hakim Agung, Termasuk TUN Khusus Pajak, Tonton di Sini

Senin, 08 Juli 2024 | 16:05 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Bea dan Cukai 2024 Diprediksi Kembali Shortfall Rp24,5 T

Senin, 08 Juli 2024 | 16:00 WIB
KABUPATEN WONOSOBO

Opsen Pajak Kendaraan di Kabupaten Wonosobo Diatur, Begini Detailnya

Senin, 08 Juli 2024 | 15:15 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Terkontraksi 7,9%, Sri Mulyani Ungkap 2 Penyebabnya